Karunia Nubuat Dalam Alkitab Dan Sejarah

54/291

Isi Pekabaran

Beberapa sarjana melihat diskontinuitas antara nubuat dalam Perjanjian Lama dan nubuat dalam Perjanjian Baru berdasarkan konten atau pendekatan yang diambil oleh masing-masing Perjanjian. R. Fisichella mengklaim bahwa nubuat dalam Perjanjian Baru sangat berbeda dari nubuat dalam Perjanjian Lama. Dia menyatakan bahwa “dalam nubuat PB, segala jenis ketakutan, penghakiman, dan penghukuman telah sepenuhnya hilang.” 79 KN 77.3

Terakhir, menetapkan wahyu dalam terang nubuatan berarti membawa keluar isinya yang spesifik, yang merupakan cinta kasih Tuhan. Nubuat tidak pernah dibe-rikan dalam bentuk penghukuman, penghakiman, atau ketakutan; sebaliknya, selalu dan secara eksklusif merupakan kata-kata penyemangat, kepercayaan, dan harapan. 80 KN 78.1

Ini diduga karena pemulihan hubungan antara Allah dan manusia melalui kematian Yesus di kayu salib. Karena itu, sebelum penyaliban dan kebangkitan-Nya kata-kata penghukuman masih dapat ditemukan. KN 78.2

Namun, pendekatan semacam itu menimbulkan, misalnya, pertanyaan serius tentang pekabaran Kristus untuk tujuh jemaat dalam kitab Wahyu. Ada ancaman penghakiman (Why. 2: 5, 1621, 22; 3: 16; 14: 6—12) , penghakiman melalui sangkakala dan tulah, penghancuran Babel, yang merupakan aliansi agama di seluruh dunia, penghukuman terhadap mereka yang berpegang pada kebiasaan buruk (Why. 21: 8; 22: 15 ), dan penghancuran kekuatan jahat dan orang-orang yang tidak percaya di lautan api (Why. 19: 20; 20: 11—15) . Dalam Galatia 1: 8 Paulus menganggap para penentang Injil sebagai yang terkutuk. Dalam 2 Tesalonika 2: 10—12 Paulus menyatakan bahwa mereka yang tidak mengasihi kebenaran akan binasa. 2 Petrus 2 dan Yudas menggambarkan guruguru palsu di jemaat dan nasib mereka. 81 KN 78.3

Sementara keselamatan sangat ditegaskan, konsekuensi dari menolak Yesus dan pesan-Nya ditunjukkan dengan jelas. Nubuatan Perjanjian Lama juga menggambarkan berkat-berkat keselamatan dan kutukan yang terkait dengan penyangkalan Ketuhanan Allah. 82 KN 78.4

Ketika seseorang mempelajari Injil dengan maksud untuk mengetahui bagaimana Yesus bereaksi terhadap Firman Allah pada zaman-Nya, Perjanjian Lama, gambaran berikut muncul: 83 Yesus memercayai sepenuhnya Kitab Suci pada zaman-Nya. Bagi Dia, Perjanjian Lama adalah Firman Tuhan. Dia meng anggap para nabi sebagai utusan Firman Allah dapat dipercaya. Mereka diilhami oleh Tuhan. Banyak nubuatan mereka digenapi dalam diri-Nya. Yesus mengakui keandalan historis Kitab Suci dan percaya bahwa kehendak dan pekerjaan Allah dapat dikenali melalui Kitab Suci. Ajaran Alkitab didasarkan pada Perjanjian Lama. Selanjutnya, Perjanjian Lama sebagai Alkitab pada zaman Yesus adalah tolok ukur untuk mengevaluasi perilaku etis dan merupakan sumber untuk membenarkan perilaku Yesus sendiri. Alkitab memiliki nilai praktis. Itu menumbuhkan iman dan merupakan senjata melawan godaan. KN 78.5

Dalam 2 Petrus 1:19—21 Petrus membahas kembali topik itu. Dalam perikop frasa “kata nubuat” (NKJV) tampaknya identik dengan “semua nubuat Kitab Suci” dan “nubuat.” Jelas frasa ini menggambarkan Firman Allah, setidaknya seluruh Perjanjian Lama. 84 “Keterlibatan Roh Allah dalam inspirasi dari para nabi PL sangat dikenal. 2 Petrus 1: 21 memberikan ekspresi klasik untuk gagasan ini.” 85 Namun, tulisan-tulisan Perjanjian Baru mungkin sudah dan tidak langsung dimasukkan dalam pernyataan ini. Kata benda graphē (“Kitab Suci”) muncul 2 kali dalam 2 Petrus (1:20 dan 3: 16). Kata kerja graphō (“menulis”) juga ditemukan 2 kali (2 Petrus 3: 1, 15) . Kita memiliki nubuatan dalam Kitab Suci (2 Petrus 1: 20 ). Ada Petrus yang menulis suratnya (2 Petrus 3:1), dan Paulus juga menulis surat (ayat 15) , yang diputarbalikkan oleh beberapa orang, seperti yang dilakukan “dengan Kitab Suci yang lain” (jamak dari graphē-ayat 16). Surat-surat Paulus setidaknya sampai taraf tertentu disamakan dengan Kitab Suci, Perjanjian Lama. Mereka dianggap sebagai karya kanonik di samping kanon Perjanjian Lama. G.L. Green menekankan bahwa di awal kehidupan gereja, konsep “Kitab Suci” diperluas untuk mencakup ajaran Yesus (1 Tim. 5: 18; lih. Mat. 10: 10; Luk. 10: 7). Dalam ayat ini, Petrus mengambil satu langkah lebih jauh dalam pengembangan kanon, menyebut tulisan PL “Kitab Suci yang lain.” Petrus di sini menyiratkan bahwa surat-surat Paulus juga diklasifikasikan sebagai “Kitab Suci”. 86 KN 79.1

2 Petrus 3: 2 berbicara tentang para nabi kudus dan proklamasi perintah Tuhan melalui para rasul. Jika para nabi kudus dipahami sebagai nabi Perjanjian Lama, 87 maka kita memiliki bagian lain dalam 2 Petrus yang menunjukkan bahwa ada kata kanonik otoritatif di samping Perjanjian Lama. 88 KN 80.1

Untuk diskusi kita, cukup untuk memperhatikan bahwa dalam 2 Petrus kata kenabian adalah Perjanjian Lama, namun itu termasuk penulis Perjanjian Baru seperti Paulus, yang adalah seorang rasul dan memiliki karunia kenabian. Ini mendukung gagasan tentang kesinambungan dasar antara nubuatan Perjanjian Lama dan nubuatan Perjanjian Baru. Farnell mendukung kesimpulan ini dengan mengatakan: Para nabi dan nubuatan Perjanjian Baru sejalan dengan rekan-rekan Perjanjian Lama mereka yang menyatakan pekabaran dan kehendak Allah kepada orang-orang. Karena itu, nubuatan Perjanjian Baru secara fundamental merupakan pengembangan dan kelanjutan dari nubuatan Perjanjian Lama. 89 KN 80.2