Karunia Nubuat Dalam Alkitab Dan Sejarah
Kontekstualisasi
Pertimbangkan metodologi Rasul Paulus dalam berusaha untuk mentransmisikan nilai Kitab Suci purbakala untuk masyarakat sekulernya sendiri. Dua khotbahnya di depan publik, pertama bagi orang-orang Asia di Listra dan kemudian bagi para filsuf Athena di Areopagus, adalah “(hanya) dua contoh yang ditemukan dalam buku Kisah Para Rasul tentang khotbah Injil kepada para pendengar yang murni kafir.” 8 KN 451.4
Dalam kedua contoh tersebut, Paulus menjembatani pendengarnya pada tingkat kebutuhan mereka akan koneksi dengan yang Ilahi (meskipun Ilahi politeistis), dengan menghadirkan kepada mereka Pencipta Ilahi tertinggi, yang melampaui dewa mitologis panteon mereka. Di Listra ia menghubungkan pen-dengarnya kepada “Allah yang hidup, yang menjadikan langit, bumi, laut, dan segala isinya” (Kisah Para Rasul 14:15) 9 Di Atena ia menjembatani kepada “Allah yang menjadikan bumi dan segala isinya ... adalah Tuhan atas langit dan bumi, [yang] tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia” (Kis. 17:24). Di kedua kasus tersebut Paulus mengontekstualisasikan pesannya untuk menghubungkan dengan kebutuhan spiritual yang dirasakan pendengar yang dia ingin jangkau. 10 KN 452.1
Dengan sangat rinci ia menggambarkan modus operandi kontekstualisasi dalam suratnya kepada jemaat Korintus: KN 452.2
Meskipun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, (sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat), supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang tidak memiliki hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak memiliki hukum Taurat, (sekalipun aku tidak bebas dari hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus), supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak memiliki hukum Taurat. Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka. Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian dalamnya (1 Korintus 9:19—23y NIV) . KN 452.3
Paulus tidak menganjurkan agar memadamkan Injil atau memperlemah pesan Ilahi. Sebaliknya, dia menggambarkan kontekstualisasi kabar Injil melalui strategi yang disengaja mengidentifikasi dengan orang atau pendengar yang ia ingin jangkau atau yakinkan. Jadi kontekstualisasi Paulus bukanlah modifikasi wahyu Ilahi, melainkan terjemahan kebenaran Ilahi dengan berbicara kepada pendengar targetnya dalam bahasa (sosiokultural serta linguistik) mereka bisa mengerti dan mendengar dengan jelas. Karena “bagaimana mereka mendengar tanpa seseorang memberitakannya kepada mereka [dalam bahasa mereka sendiri]” (Rm. 10: 14) ? KN 452.4
Apakah mungkin untuk melakukan hal yang sama, untuk mengontekstualisasikan cara kita menyajikan atau memasarkan tulisan-tulisan Ellen White ke masyarakat kontemporer kita? Dapatkah Roh Nubuat disajikan secara efektif kepada para milenial dalam bahasa sosiokultural mereka? Apakah yang akan menjadi strategi kontekstualisasi yang efektif untuk generasi seperti ini? KN 453.1
Untuk menarik generasi baru ke dalam hubungan yang ramah pengguna tulisan-tulisan Ellen White, undangan kontekstual kami kepada mereka harus menyertakan tiga daya tarik ini: kita harus menarik untuk mendapat metanarasi mereka; kita harus menarik kerinduan metafisik mereka; dan, kita harus menarik bagi metode komunikasi teknologi tinggi mereka. Pertimbangkan bagaimana tiga daya tarik ini akan mendiktekan modus operandi kita dalam menghadirkan Ellen White dan tulisannya kepada generasi milenial. KN 453.2