Hidup yang Terbaik

13/187

“Engkau dapat Mentahirkan Aku”

Dari semua penyakit yang dikenal di Timur, kusta adalah yang paling ditakuti. Sifat penyakit itu yang tak dapat disembuhkan dan menular, serta pengaruhnya yang mengerikan atas korban-korbannya, menghantui orang yang paling berani sekalipun dengan rasa gentar. Di antara orang-orang Yahudi penyakit ini dianggap sebagai satu hukuman akibat dosa, karena itu penyakit ini disebut sebagai “pukulan,” “tudingan jari Allah.” Berakar dalam, tak dapat dimusnahkan, mematikan, maka penyakit itu dipandang sebagai lambang dosa. HT 52.1

Oleh suatu undang-undang keagamaan orang kusta dinyatakan najis. Apa saja yang dijamahnya menjadi najis. Udara dikotori oleh napasnya. Seperti seorang yang sudah mati, dia diusir keluar dari tempat pemukiman manusia. Seseorang yang dicurigai mengidap penyakit ini harus menghadapkan dirinya kepada para imam, yang akan memeriksa dan menentukan kasusnya. Jika dinyatakan sebagai seorang kusta, dia diasingkan dari keluarganya, dikeluarkan dari perhimpunan orang Israel, dan dihukum hanya bergaul dengan mereka yang mempunyai penderitaan yang sama. Bahkan raja-raja dan para penguasa sekalipun tak terkecuali. Seorang raja yang terserang penyakit mengerikan ini harus menyerahkan tongkat kekuasaannya dan menyingkir dari masyarakat. HT 52.2

Jauh dari sahabat-sahabat dan sanak keluarganya, orang kusta itu harus memikul kutukan penyakitnya itu. Ia wajib untuk mengumumkan nasib celakanya itu, mencabik-cabik pakaiannya, serta membunyikan tanda peringatan, memberi amaran kepada semua orang supaya lari dari kehadirannya yang mencemarkan itu. Seruan “Najis! Najis!” yang terdengar dalam nada-nada meratap dari orang terbuang yang kesepian itu, merupakan suatu tanda yang didengar dengan rasa takut dan jijik. HT 52.3

Dalam wilayah pelayanan Kristus terdapat banyak penderita ini, dan di saat berita-berita tentang pekerjaan-Nya sampai kepada mereka, ada seorang yang dalam hatinya iman itu mulai bertumbuh. Seandainya saja ia dapat pergi kepada Yesus, maka dia dapat disembuhkan. Namun bagaimana dia bisa menemukan Yesus? Terhukum dengan pengasingan selama-lamanya, bagaimana dia boleh menghadapkan dirinya kepada Penyembuh itu? Akankah Kristus menyembuhkannya? Tidakkah Ia, seperti orang-orang Farisi, bahkan para tabib yang mengucapkan suatu kutuk atasnya lalu memberi amaran kepadanya supaya menyingkir dari perburuan manusia? HT 52.4

Dia memikir-mikirkan semua yang telah diceritakan kepadanya tentang Yesus. Tak seorang pun yang sudah mencari pertolongan-Nya itu ditolak. Orang yang malang ini mengambil tekad untuk menemukan Juruselamat itu. Walaupun tak diizinkan masuk ke dalam kota, bisa saja ia berpapasan dengan-Nya di salah satu jalan di pegunungan, atau menemukan Dia selagi mengajar di luar kota. Kesulitannya besar, namun inilah satu-satunya pengharapannya. HT 53.1

Sambil berdiri di kejauhan, orang kusta itu menangkap beberapa kata dari bibir Juruselamat itu. Ia melihat-Nya menumpangkan tangan ke atas orang sakit. Ia melihat orang timpang, orang buta, orang lumpuh, dan mereka yang sekarat karena berbagai-bagai penyakit bangkit menjadi sehat lalu memuji Allah karena kelepasan itu. Imannya semakin kuat. Ia beringsut semakin lama semakin dekat kepada kerumunan orang yang sedang mendengarkan itu. Semua larangan yang berlaku atasnya, keselamatan orang banyak, rasa takut orang banyak kepadanya, semuanya dilupakan. Yang dia pikirkan hanyalah tentang harapan kesembuhan yang berbahagia itu. HT 53.2

Dirinya merupakan satu pemandangan yang memuakkan. Penyakit itu telah menyerang secara mengerikan, dan tubuhnya yang membusuk itu sungguh menakutkan untuk dipandang. Begitu melihat dirinya orang banyak mundur. Dalam kengerian mereka berjejal satu dengan yang lain HT 53.3

“Siapa dapat mendatangkan yang tahir dari yang najis? Seorangpun tidak!” 21 “Bersihkanlah aku dari pada dosaku dengan hisop, maka aku menjadi tahir, basuhlah aku, maka aku menjadi lebih putih dari salju.” 22 untuk menghindari terjadinya kontak dengannya. Beberapa orang berusaha mencegah dia menghampiri Yesus, tetapi sia-sia. Dia sama sekali tidak menggubris mereka. Pernyataan-pernyataan muak mereka sama sekali tidak dipedulikannya. Dia hanya melihat Putra Allah, dia hanya mendengar suara yang mengucapkan kehidupan kepada orang yang sekarat.

Sembari terus mendesak maju kepada Yesus, dia menjatuhkan diri-nya di kaki Yesus dengan seruan, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.” HT 54.1

Yesus menjawab, “Aku mau, jadilah engkau tahir,” lalu Ia menaruh tangan-Nya ke atasnya. 23 HT 54.2

Dengan segera suatu perubahan melanda orang kusta itu. Darahnya menjadi sehat, saraf-sarafnya menjadi peka, otot-ototnya menjadi kuat. Permukaan kulitnya yang berwarna putih bersisik secara tidak wajar se-bagaimana layaknya seorang kusta, kini menghilang; dan dagingnya men-jadi seperti daging seorang anak kecil. HT 54.3

Seandainya saja para imam mengetahui semua fakta tentang pe-nyembuhan orang kusta ini, kebencian mereka terhadap Kristus akan me-nuntun mereka untuk memvonis secara tidak jujur. Yesus ingin agar suatu keputusan yang tulus dijamin. Itu sebabnya Ia menyuruh orang itu agar tidak menceritakan kepada siapa pun tentang kesembuhan itu, tetapi tanpa menunda dia menghadapkan dirinya ke kaabah sambil membawa per-sembahan sebelum kabar tentang mukjizat itu tersebar luas. Sebelum para imam dapat menerima persembahan seperti itu harus memeriksa si pembawa persembahan itu dan menyatakan kesembuhannya yang sempurna. HT 54.4

Pemeriksaan ini pun diadakan. Para imam yang orang kusta ini ke pembuangan memberi kesaksian tentang kesembuhannya. Orang yang telah sembuh itu dikembalikan ke rumah dan lingkungan masyarakatnyaDia merasa bahwa anugerah kesehatan itu sangat berharga. Dia bersuka atas pemulihan kekuatannya sebagai seorang laki-laki dan dikembalikan-nya dia kepada keluarganya. Kendatipun sudah diperingatkan oleh Yesus namun dia tak dapat menyembunyikan lebih lama lagi fakta penyembuhannya, dan dengan penuh kesukaan dia berkeliling memasyhurkan kuasa Seorang yang telah menyembuhkannya. HT 54.5

Pada waktu orang ini datang kepada Yesus, “dirinya penuh dengan kusta.” Racunnya yang mematikan itu telah merambah ke seluruh tubuhnya. Para murid mencari jalan untuk mencegah Guru mereka agar tidak menjamah dia; karena dia yang menjamah seorang kusta menjadikan dirinya najis. Namun dalam menaruh tangan-Nya ke atas orang kusta itu, Yesus sama sekali tidak tercemar. Penyakit kusta itu telah ditahirkan. Begitulah dengan penyakit kusta dosa, berakar dalam, mematikan, mus tahil untuk dibersihkan oleh kuasa manusia. “Seluruh kepala sakit dan seluruh hati lemah lesu. Dari telapak kaki sampai kepala tidak ada yang sehat: bengkak dan bilur dan luka baru.” 24 Tapi Yesus yang datang dan tinggal dalam ujud kemanusiaan, tidak dicemari. Hadirat-Nya adalah khasiat penyembuhan bagi orang berdosa. Siapa saja yang mau jatuh di kaki-Nya dan berkata dalam iman, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku,” akan mendengar jawaban: “Aku mau, jadilah engkau tahir.” HT 55.1

Dalam beberapa contoh penyembuhan, Yesus tidak segera memberikan berkat yang dicari. Namun dalam kasus penyakit kusta itu, begitu diminta, langsung dikabulkan. Bilamana kita berdoa untuk mendapatkan berkat-berkat duniawi, jawaban doa kita bisa saja ditangguhkan, atau Allah boleh saja memberi kita sesuatu yang lain dari yang kita minta; namun tidak demikian jika kita meminta kelepasan dari dosa. Adalah kehendak-Nya untuk menyucikan kita dari dosa, untuk menjadikan kita putra-putri-Nya, dan untuk menyanggupkan kita menghayati suatu kehidupan yang suci. Kristus “telah menyerahkan diri-Nya karena dosa-dosa kita, untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini, menurut kehendak Allah dan Bapa kita.” 25“Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya. Dan jikalau kita tahu bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya.” 26 HT 55.2

Yesus memandang kepada orang-orang yang cemas dan berhati berat, mereka yang pengharapannya telah hancur, dan yang dengan kese-nangan duniawi sedang berusaha untuk mendiamkan kerinduan jiwa itu, dan Ia mengundang semua untuk menemukan perhentian di dalam Dia. HT 56.1