Karunia Nubuat Dalam Alkitab Dan Sejarah
2. Nabi adalah Juru Bicara Allah
Nabi adalah juru bicara bagi Allah. Peran penting mereka adalah me-nyampaikan perkataan atas nama Allah. Jelas dikatakan dalam Keluaran 4 dan 7 bahwa Musa akan bertindak seperti Allah (‘elohini) kepada Firaun, dan Harun akan menjadi nabi bagi Musa (nabi’) , yang berarti bahwa tugas Harun adalah berbicara kepada Firaun apa yang dikatakan Musa kepadanya. Harun akan menjadi perantara dan penyampai Firman Tuhan. Maka, Tuhan memanggil para nabi untuk menyampaikan Firman-Nya: “ Berfirmanlah Tuhan kepada Musa: ‘ Lihat, Aku mengangkat engkau sebagai Allah bagi Firaun, dan Harun, abangmu, akan menjadi nabimu. Engkau harus mengatakan segala yang Kuperintahkan kepadamu, dan Harun, abangmu, harus berbicara kepada Firaun, supaya dibiar-kannya orang Israel itu pergi dari negerinya.”‘ (Kel.7:1, 2) . “ Maka engkau harus berbicara kepadanya dan menaruh perkataan itu ke dalam mulutnya; Aku akan menyertai lidahmu dan lidahnya dan mengajarkan kepada kamu apa yang harus kamu lakukan. Ia harus berbicara bagimu kepada bangsa itu, dengan demikian ia akan menjadi penyambung lidahmu dan engkau akan menjadi seperti Allah baginya” (Kel.4: 15—16) . KN 19.3
Maka, seorang nabi adalah “mulut” Allah, juru bicara-Nya (Yer. 15:19) . Seorang nabi adalah juru bicara yang diberi wewenang dan kuasa, yang dipanggil oleh Allah sendiri. Dia adalah nābî’ (muncul 309 kali dalam Alkitab bahasa Ibrani), yang berarti seorang nabi. Para ahli belum mencapai konsensus tentang makna istilah ini. Ada dua kemungkinan penafsiran: 1. Kata ini berasal dari istilah Akkadian nabu (bahasa ini lebih tua dari bahasa Ibrani), yang berarti “dipanggil,” “orang yang dipanggil,” atau nabitu, menandakan “seseorang yang dipanggil (oleh dewa),” dengan demikian nabi’ akan berarti “seseorang yang dipanggil untuk suatu tugas tertentu.” 17 2. Kata benda nabi’ berasal dari kata kerja Ibrani nāba', yang akarnya berarti “berbicara,” “bernubuat.” Westermann mengklaim bahwa rumusan kenabian “Beginilah firman Tuhan” mencerminkan gaya utusan-utusan Raja Mari. 18 Demikianlah, para nabi berbicara untuk Tuhan. Kedua makna ini harus diambil sebagai pelengkap, sehingga seorang nabi adalah seseorang yang dipanggil oleh Allah dan diberi wewenang oleh-Nya untuk menjadi juru bicara-Nya yang mengomunikasikan isi wahyu Allah. Hasilnya adalah bahwa “ Allah berbicara kepada orang Israel melalui para nabi.” 19 KN 20.1
Abraham Heschel dengan tepat mengoreksi kesalahpahaman dari pandangan yang diterima umum bahwa nabi itu adalah “mulut’ ‘ Allah: “Nabi itu bukan juru bicara, tetapi seseorang; bukan sebuah instrumen, tetapi pasangan (partner), rekan Tuhan.” 20 Seorang nabi bukanlah penonton, tetapi seorang aktor di panggung kehidupan; dia secara pribadi terlibat, terbenam, dan terikat di dalam, misalnya, misi Tuhan. Para nabi menyampaikan pekabaran mereka sebagai aktor, seperti dalam kasus Hosea (Hos. 1; 2), Yesaya (Yes. 20:2-4), Mikha (Mi. 1:8), atau Yehezkiel, yang melakukan 12 tindakan simbolis (Yeh. 3:26, 27; 4:1—3; 4:4, 5; 4:6—8; 4:9—17; 5:1—4; 12:1—6; 12:17-20; 21:6, 7; 21:18-23; 24:15-26; 37:15-23). KN 20.2
Bilangan 12: 6—8 dengan jelas menerangkan otoritas seorang nabi diban-dingkan dengan pelayanan Musa. Tuhan Sendiri mengatakan: “Ketika ada seorang nabi di antara kamu, Aku, Tuhan, menyatakan diri kepada mereka dalam penglihatan, Aku berbicara kepada mereka dalam mimpi. Tetapi tidak demikian bagi hamba-Ku Musa; dia setia di semua tempat kediaman-Ku. Dengan dia Aku berbicara tatap muka, jelas dan tidak dalam teka-teki; dia melihat bentuk Tuhan. Mengapa kamu tidak takut berbicara menentang hamba-Ku Musa?” Musa adalah seorang nabi yang sangat baik dan menjadi norma bagi semua nabi selanjutnya. “Semua ungkapan nubuatan harus diuji oleh wahyu Allah kepada Musa.” 21 Ia diangkat ke tingkat ini sebagai seorang nabi karena (1) Allah berkomunikasi dengan dia sangat dekat seperti dengan seorang sahabat (Kel. 33: 11; Ul. 34:10) ; (2) ia adalah hamba-Nya yang setia dan disebut hamba Tuhan (Kel. 14:31; BU 12: 7, 8; Ul. 34:5; Yos. 1: 1, 2; bandingkan dengan Ibr. 3:2, 5); (3) ia melakukan perbuatan perkasa dan tanda-tanda yang ajaib dan mengherankan (UI. 34: 11, 12) ; (4) ia adalah mediator dari perjanjian di Sinai (Kel. 19: 3—8; 20: 18—20; 24: 3-8); (5) ia membangun gereja Perjanjian Lama lebih lengkap setelah Keluaran, dengan Israel menjadi satu bangsa; dan (6) dia memiliki beberapa peran penting yang ditugaskan oleh Allah-kepemimpinan dengan berbicara dan menulis. Karena alasan ini semua nabi masa depan harus dibandingkan dengannya. Pelayanannya adalah normatif, dan orang-orang harus menantikan “nabi seperti Musa.” Ulangan 18: 15 menyinggung harapan mesianis ini: “Tuhan, Allahmu, akan membangkitkan bagimu nabi seperti aku dari antara kamu, dari sesamamu, dari sesamamu orang Israel. Engkau harus mendengarkannya.” KN 21.1
Juga, Samuel dan Elia dianggap sebagai nabi dengan kualitas moral istimewa (Yer. 15:1; 2 Tam 35:18; Mal. 4:5), meskipun mereka tidak menulis buku. Mereka adalah teladan para nabi dan memenuhi peran mereka tanpa kesalahan di saat krisis luar biasa. Samuel melambangkan teokrasi dan mendorong dua raja Israel pertama untuk melakukan kehendak Allah. Kesetiaan Elia di Gunung Karmel ketika ia menentang 450 nabi Baal dan Asyera dalam ibadat palsu dan dengan berani memanggil seluruh bangsa untuk melayani Tuhan adalah luar biasa dan spektakuler (lihat 1 Raj. 18: 16—46) . 22 KN 21.2
Seorang nabi adalah suara (qol) di padang belantara (Yes. 40:3; Mrk. 1:3) ; ia adalah utusan Allah, mal'ak (lihat Mal. 3: 1; Mat. 3: 1-4; lihat juga Mal. 2: 7) . Gary V. Smith mengungkapkannya dengan baik: “Catatan tertulis para nabi meng-gambarkan mereka sebagai orang normal, berkhotbah kepada beragam pende-ngar dalam beragam lingkungan. Masing-masing memenuhi panggilan Tuhan dengan mengomunikasikan pesan yang mengubah hidup yang membutuhkan evaluasi ulang dari cara pendengar mereka memahami fenomena di dunia .... Mereka melihat diri mereka sebagai utusan yang menyampaikan Firman Allah kepada hadirin yang membutuhkan kasih, kebijaksanaan, kekuatan, dan kasih karunia Allah.” 23 Abraham Heschel menjelaskan: “Nabi mengklaim lebih dari sekadar pembawa pesan. Dia adalah orang yang berdiri di hadirat Allah (Yer. 15: 19) , yang berdiri ‘di dewan musyawarah Tuhan’ (Yer. 23: 18) , yang merupakan peserta, seolah-olah, dalam dewan musyawarahTuhan, bukan pembawa berita yang fungsinya terbatas untuk diutus dalam tugas. Dia adalah seorang konselor sekaligus pembawa pesan.” 24 Grudem dengan tepat menulis: “Fungsi utama para nabi Perjanjian Lama adalah menjadi utusan dari Allah, diutus untuk berbicara kepada pria dan wanita dengan kata-kata dari Allah.” 25 KN 21.3