Pendidikan
Dari Kelemahan kepada Kekuatan
Sejarah hidup Petrus merupakan kisah pendidikan yang menggambarkan metode Kristus yang terbaik, dari antara murid-murid itu. Sifat Petrus yang Pemberani, agresif, dan penuh keyakinan akan diri sendiri, cepat melihat dan bertindak, segera membalas namun murah hati dalam mengampuni, Petrus kerap kali berbuat salah dan sering menerima teguran. Kesetiaannya yang hangat dan pengabdiannya kepada Kristus tidak kurang diakui dan dipujikan. Dengan penuh kesabaran disertai kasih yang tidak mengenal perbedaan, Juruselamat menangani muridNya yang giat, berusaha meneliti keyakinan dirinya dan mengajarkan kerendahan hati, penurutan dan kePercayaan. Pd 65.2
Tetapi sebagian saja dari pelajaran itu yang dipelajari. Perasaan diri mamPu belum dicabut seluruhnya. Pd 65.3
Yesus kerapkali, dengan beban menekan berat dalam hatiNya, berusaha membentangkan kepada murid-murid pemandangan mengenai percobaan dan penderitaanNya. Mata mereka kabur. Pengetahuan itu tidak diterima dan mereka tidak melihatnya. Dengan perasaan kasihan pada diri sendiri, yang menyusutkan persekutuan dengan Kristus tatkala menderita, mencetuskan protes Petrus, “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.” Mat 16:22. Perkataannya mengungkapkan pikiran dan perasaan keduabelas murid itu. Pd 65.4
Demikianlah berjalan terus sementara krisis semakin dekat; mereka angkuh, suka bertengkar, mengharapkan kehormatan, dan tidak mengimpikan salib. Pd 65.5
Bagi mereka semua, pengalaman Petrus mengandung suatu pelajaran. Sikap percaya akan diri sendiri, berarti kekalahan. Hasil pekerjaan yang pasti dari kejahatan yang belum ditinggalkan, tak dapat dicegah Kristus. Tetapi sebagaimana lenganNya terbentang untuk menyelamatkan ketika gelombang akan melanda Petrus, demikianlah kasihNya menjangkau untuk menyelamatkan dia pada waktu air yang dalam melanda jiwanya. Berulangulang, justru di tepi kehancuran, kata-kata Petrus yang penuh keangkuhan membawanya semakin lama semakin dekat ke tepi. Berulang-ulang diberikan amaran, “ Engkau . . . menyangkal bahwa engkau mengenal Aku.” Luk 22:34. Itu merupakan hati yang sedih dari murid yang menuturkan janji, “Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau” (Luk 22:33); dan Ia yang membaca hati memberikan kepada Petrus, pekabaran, yang sedikit dinilai pada waktu itu, tetapi dalam kegelapan yang cepat jatuhnya akan menyinarkan sinar pengharapan, “Simon, Simon, lihat Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu.” Luk 22:31, 32. Pd 65.6
Tatkala dalam ruang pengadilan kata-kata sangkalan diucapkan; pada waktu kasih dan kesetiaan Petrus timbul di bawah tatapan Juruselamat yang penuh belas kasihan, sayang dan sedih, telah mengirim dia ke taman tempat Kristus pernah menangis dan berdoa; ketika air mata penyesalan mengucur di atas tanah yang telah dibasahi tetesan darah penderitaanNya-kemudian keluar perkataan Juruselamat, “ Aku telah berdoa untuk engkau. . . . Jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu,” merupakan suatu tempat perhentian bagi jiwanya. Kristus, meski dapat melihat terlebih dulu dosanya, tidak meninggalkan dia dalam putus asa. Pd 66.1
Jika tatapan yang ditunjukkan Yesus kepadanya mengandung celaan gantinya rasa pengasihan; jika dalam memberitahukan terlebih dulu mengenai dosa itu Ia gagal untuk mengucapkan pengharapan, betapa tebalnya kegelapan yang meliputi Petrus! Betapa menyedihkan keputusasaan jiwa yang tersiksa itu! Pada saat sengsara dan merasa diri keji, apa yang dapat menahan dia dari jalan yang telah dijalani Yudas? Pd 66.2
Ia yang tidak dapat mencegah muridNya menderita sengsara, tidak membiarkannya sendirian dalam kekalutannya. Ia memiliki kasih yang tidak akan gagal dan tidak akan meninggalkan orang. Pd 66.3
Umat manusia, yang menghadapi kejahatan, cenderung untuk berlaku tidak ramah terhadap orang yang dicobai dan yang berbuat kesalahan. Mereka tidak dapat membaca hati, mereka tidak tahu pergumulan dan deritanya. Dari hal teguran yang merupakan kasih, dari hal pukulan yang menyebabkan luka kemudian akan sembuh, dari amaran yang menuturkan pengharapan, mereka perlu belajar. Pd 66.4
Bukanlah Yohanes, orang yang bersama Dia dalam ruang pengadilan, yang berdiri di sisi salibNya, dan yang di antara keduabelas murid pertamatama berada di kubur-bukan Yohanes, melainkan Petrus, yang disebut Kristus setelah kebangkitanNya, “Katakanlah kepada murid-muridNya dan kepada Petrus,” kata malaikat itu, “Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia.” Mrk 16:7. Pd 66.5
Pada pertemuan terakhir antara Kristus dengan murid-murid di tepi Pantai, Petrus diuji oleh tiga pertanyaan, “Apakah engkau mengasihi Aku?” kemudian dipulihkan kepada kedudukannya kembali di antara duabelas orang murid. Pekerjaannya telah ditetapkan; ia harus menggembalakan domba Tuhan. Kemudian, sebagai pengarahan pribadiNya yang terakhir, Yesus memohon kepadanya, “Ikutlah Aku.” Yoh 21:17, 22. Pd 67.1
Sekarang ia dapat menghargai kata-kata itu. Pelajaran yang diberikan Kristus ketika ia menempatkan seorang anak di tengah murid-murid dan memohon kepada mereka untuk menjadi seperti dia, barulah dapat dipahami Petrus dengan lebih mendalam. Ia mengetahui sepenuhnya, baik kelemahannya sendiri maupun kuasa Kristus, sehingga ia siap untuk percaya dan menurut. Dalam kekuatanNya ia dapat mengikuti Tuhannya. Pd 67.2
Dan pada akhir pengalaman pekerjaan dan pengorbanannya, murid yang tadinya tidak siap untuk melihat salib itu, merasakan suatu kesenangan untuk menyerahkan nyawanya bagi injil, merasa, jika dia yang telah menyangkal Tuhan, maka mati dalam cara yang serupa dengan Tuhannya adalah kehormatan yang terlalu besar. Pd 67.3
Mujizat kelemah-lembutan ilahi itulah yang mengubah Petrus. Ini merupakan suatu pelajaran hidup bagi semua orang yang berusaha untuk mengikut jejak Guru yang Agung itu. Pd 67.4