Pendidikan

Sekolah Nabi-nabi

“ Mereka duduk pada kakiMu; setiap orang akan menerima sabdaMu. ”

Di manapun di Israel rencana Allah mengenai pendidikan dilaksanakan, hasilnya selalu memberi saksi mengenai Penciptanya. Tetapi dalam banyak rumah tangga pengajaran yang ditetapkan sorga dan tabiat yang dikembangkan, agak jarang. Rencana Allah hanya sebagian terlaksana dan tidak sempurna. Karena kurang memperhatikan petunjuk yang diberikan Tuhan dan karena kurangnya kepercayaan, bangsa Israel melingkungi mereka dengan pencobaan sehingga kemampuannya untuk melawan sedikit saja. Setelah mereka menduduki tanah Kanaan, “ tiada mereka itu menumpas segala bangsa itu setuju dengan firman Tuhan kepadanya, melainkan dicampurkannya dirinya dengan segala orang kafir itu, dan mereka itu belajar perbuatannya. Dan berbuat bakti kepada berhalanya, maka ia itu menjadi suatu jerat baginya.” Hati mereka tidak betul kepada Allah, “dan tiada mereka itu teguh dalam perjanjianNya. Tetapi oleh sebab rahmatNya maka diampuniNyalah salah mereka itu dan tiada dibinasakanNya, melainkan kerapkali ditahaniNya murkaNya. . . . Karena ingatlah Ia akan hal mereka itu hawa nafsu jua dan hanya senafas yang pergi dan yang tiada kembali pula adanya.” Mzm 106:34-36; 78:37-39. Ayah dan ibu di Israel menjadi acuh tak acuh dalam kewajibannya kepada Allah, tidak menghiraukan kewajibannya atas anak-anaknya. Karena ketidaksetiaan dalam rumah, dan pengaruh berhala dari luar, banyak dari antara orang muda Ibrani menerima pendidikan yang sangat berbeda dengan apa yang direncanakan Allah bagi mereka. Mereka mempelajari jalan orang kafir. Pd 33.1

Untuk menghadapi kejahatan yang kian tumbuh, Allah menyediakan sarana yang lain sebagai penolong kepada orang tua dalam usaha pendidikan. Sejak zaman dulu, nabi-nabi telah diakui sebagai guru yang diangkat Allah. Dalam arti yang sebenarnya seorang nabi adalah orang yang berbicara melalui ilham secara langsung, menyampaikan kepada umat pekabaran yang telah diterimanya dari Allah. Tetapi nama itu juga diberikan mereka yang, walau tidak diilhami langsung, dipanggil dahi untuk mengajar orang dalam pekerjaan dan jalan Allah. Untuk mendidik guru-guru yang demikian, Samuel, melalui petunjuk Tuhan, mendirikan sekolah nabi-nabi. Pd 34.1

Sekolah-sekolah ini dimaksudkan untuk menjadi perintang terhadap kejahatan yang merajalela, untuk menyediakan jalan kesejahteraan mental dan rohani bagi orang muda, untuk meningkatkan kemakmuran bangsa dengan melengkapinya dengan orang yang bermutu sebagai pemimpin dan penasihat untuk bertindak dalam takut akan Allah. Untuk tujuan itu, Samuel menghimpun orang-orang muda yang saleh, cerdas dan suka belajar. Mereka disebut putera nabi-nabi. Bila mereka mempelajari perkataan dan pekerjaan Allah, kuasa pemberi hidupNya membangunkan tenaga pikiran, jiwa dan pelajar itu menerima hikmat dari atas. Para pengajar tidak saja berpengalaman dalam kebenaran ilahi, tetapi mereka sendiri telah mengecap persekutuan dengan Allah, dan telah menerima pencurahan istimewa dari RohNya. Mereka dihormati dan dipercayai oleh bangsa itu, baik untuk belajar maupun untuk peribadatan. Pada zaman Samuel ada dua sekolah seperti ini-satu di Ramah, tempat kediaman sang nabi dan yang berikut di Kiryath -yearim. Kemudian sekolah-sekolah lain pun didirikan. Pd 34.2

Murid-murid sekolah ini menunjang dirinya sendiri dengan bekerja bercocok-tanam dan bertukang. Di Israel hal ini tidak dianggap asing atau terhina; sesungguhnya, dianggap dosa bila mengizinkan anak-anak bertumbuh tanpa mengetahui pekerjaan yang berguna. Setiap orang muda, apakah orang tuanya itu kaya atau miskin, diajarkan beberapa jenis pekerjaan. Meski ia dididik untuk pekerjaan yang kudus, pengetahuan me-ngenai kehidupan yang praktis dianggap sebagai penting demi manfaatnya. Banyak orang, juga di antara para guru menunjang dirinya sendiri dengan pekerjaan tangan. Pd 34.3

Baik di sekolah maupun di rumah banyak pengajaran itu bersifat lisan, tetapi orang muda juga belajar membaca tulisan Ibrani, dan gulungan buku Perjanjian Lama terbuka untuk dipelajari. Pelajaran utama yang diberikan di sekolah-sekolah ini ialah hukum Allah, petunjuk yang diberikan kepada Musa, sejarah kudus, musik kudus dan sajak. Dalam catatan sejarah kudus ditelusuri jejak langkah Yehova. Kebenaran-kebenaran besar yang ditampilkan dengan lambang-lambang dalam upacara kaabah dipelajari, dan iman menggenggam titik pusat dari segala sistem— Anak Domba Allah, yang akan mengangkut dosa dunia. Suatu roh pengabdian didambakan. Murid-murid itu bukan saja mendapat pelajaran untuk berdoa, tetapi kepada mereka juga diajarkan cara bagaimana berdoa, bagaimana menghampiri Khalik, bagaimana mempraktekkan iman padaNya, dan bagaimana mengerti serta mentaati pengajaran RohNya. Kecerdasan yang dikuduskan membuahkan dari rumah permata Allah hal-hal yang baru an lama, serta Roh Allah dinyatakan dalam nubuatan dan nyanyian kudus. Pd 34.4

Sekolah-sekolah ini terbukti menjadi salah satu alat yang efektif dalam meningkatkan kebenaran yang “ meninggikan derajat bangsa.” Ams 14 : 34. Tidak sedikit bantuannya dalam meletakkan landasan kemakmuran luarbiasa yang memasyhurkan kerajaan Daud dan Solaiman. Pd 35.1

Azas-azas yang diajarkan dalam sekolah nabi-nabi adalah azas yang sama yang membentuk tabiat Daud, dan membentuk kehidupannya. Firman Allah itulah yang memberikan pengarahan. “ Aku beroleh pengertian,” katanya, “dari titah-titahMu.... Telah kucondongkan hatiku untuk melakukan ketetapan-ketetapanMu.” Mzm 104:112. Inilah yang menyebabkan Tuhan menyatakan tentang Daud, ketika pada masa mudanya Ia memanggil dia menduduki takhta kerajaan, “seorang yang berkenan di hatiKu.” Kis 13:22. Pd 35.2

Dalam awal kehidupan Solaiman juga tampak hasil metode pendidikan Allah. Ketika masih muda, Solaiman juga memilih jalan Daud. Di atas segala kebaikan duniawi ia memohon kepada Allah supaya diberi hati yang bijak dan penuh pengertian. Dan Tuhan tidak hanya memberikan apa yang dicarinya, tetapi apa yang juga tidak diusahakannya—baik kekayaan maupun kehormatan. Daya pengertiannya, pengetahuannya yang luar biasa, kekemegahan pemerintahannya, menjadi keajaiban dunia. Dalam pemerintahan Daud dan Solaiman, Israel mencapai puncak kebesarannya. Janji yang diberikan kepada Abraham dan diulangi melalui Musa digenapi: “Sebab jika kamu sungguh-sungguh berpegang pada perintah yang kusampaikan kepadamu untuk dilakukan dengan mengasihi Tuhan, Allahmu, dengan hidup menurut segala jalan yang ditunjukkanNya dan dengan berpaut padaNya maka Tuhan akan menghalau segala bangsa ini dari hadapanmu, sehingga kamu menduduki daerah bangsa-bangsa yang lebih besar dan lebih kuat dari padamu. Setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu, kamulah yang akan memilikinya; mulai dari padang gurun sampai gunung Libanon dan dari sungai itu, yakni sungai Efrat, sampai laut sebelah barat, akan menjadi daerahmu. Tidak ada yang akan dapat bertahan menghadapi kamu.” UI 11:22-25. Pd 35.3

Tetapi di tengah kemakmuran, bahaya mengintai. Dosa Daud pada tahun-tahun setelah itu, walau akhirnya bertobat dan merasakan hukuman, mendorong bangsa itu untuk melanggar hukum-hukum Allah. Dan kehidupan Solaiman, setelah pagi yang penuh harapan, digelapkan oleh kemurtadan. Keinginan untuk memperoleh kekuasaan politik dan memuliakan diri memimpin kepada persekutuan dengan bangsa-bangsa kafir. Perak dari Tarsis dan emas dari Ofir diperoleh dengan mengorbankan kejujuran, pengkhianatan terhadap kepercayaan yang kudus. Pergaulan dengan penyembah berhala, kawin-mawin dengan isteri orang kafir, merusakkan imannya. Penghalang yang telah didirikan Allah demi keselamatan umatNya dirubuhkan, dan Solaiman menyerahkan diri kepada penyembahan allah palsu. Di puncak bukit Zaitun, berhadapan dengan kaabah Yehova, telah didirikan patung-patung raksasa dan mezbah untuk mengadakan upacara kepada dewa-dewa kafir. Manakala ia melepaskan diri dari persekutuan dengan Allah, Solaiman kehilangan kuasa atas dirinya. Perasaannya yang halus menjadi tumpul. Roh kecermatan dan pertimbangan pada awal pemerintahannya berubah. Angkuh, ambisius, pemborosan dan pemanjaan menghasilkan kekejaman dan pemerasan. Ia yang pernah menjadi pemerintah yang adil, penuh pengasihan dan merupakan penguasa yang takut akan Allah, menjadi lalim dan penindas. Ia yang pada saat diadakan penahbisan kaabah telah berdoa bagi umatnya agar hati mereka diserahkan seluruhnya kepada Tuhan, menjadi penggoda mereka. Solaiman merendahkan martabatnya sendiri, merendahkan martabat Israel dan merendahkan Allah. Pd 36.1

Bangsa itu, yang membanggakannya, mengikuti jalannya. Meski kemudian ia bertobat, pertobatannya itu tidak mencegah akibat kejahatan yang telah ditaburkannya. Disiplin dan latihan yang ditetapkan Allah bagi Israel akan menyebabkan mereka, dalam seluruh jalan hidupnya, berbeda dari bangsa lain. Keanehan ini, yang harus dianggap sebagai kesempatan yang istimewa dan berkat, tidak diterimanya. Kesederhanaan dan penahanan diri yang penting untuk perkembangan tertinggi mereka usahakan untuk menggantinya dengan keangkuhan dan pemanjaan diri dari bangsa-bangsa kafir. Untuk menjadi “seperti segala bangsa lain” I Sam 8:5) merupakan cita-cita mereka. Rencana Allah mengenai pendidikan dikesampingkan, kekuasaanNya diingkari. Pd 36.2

Dengan menolak jalan-jalan Allah lalu menggantikannya dengan jalan manusia, kejatuhan Israel telah dimulai. Ini berlangsung terus, sampai bang sa Yahudi menjadi mangsa kepada bangsa-bangsa, yang justru kebiasaannya telah mereka tiru. Pd 36.3

Sebagai satu bangsa, Israel gagal untuk menerima keuntungan yang diinginkan Allah bagi mereka. Mereka tidak menerima maksudNya atau bekerja sama dalam pelaksanaannya. Akan tetapi meski perorangan dan bangsa dapat memisahkan dirinya dari Dia, maksudNya bagi mereka yang percaya Dia tetap tidak berubah. “Segala sesuatu yang dilakukan Allah akan tetap ada untuk selamanya.” Pkh 3:14. Pd 37.1

Sementara ada pelbagai perbedaan perihal perkembangan dan pernyataan yang berbeda darihal kuasaNya untuk memenuhi kekurangan manusia dalam abad yang berbeda-beda, pekerjaan Allah dalam segala zaman adalah sama. Gurunya sama. Tabiat Allah dan rencanaNya adalah sama. Dengan Dia “tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.” Yakub 1:17. Pd 37.2

Pengalaman Israel dicatat demi pengajaran bagi kita. “ Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, dimana zaman akhir telah tiba.” I Kor 10:11. Bagi kita, sebagaimana dengan bangsa Israel dulukala, keberhasilan dalam pendidikan bergantung atas kesetiaan untuk melaksanakan rencana Khalik. Dengan mentaati azas-azas firman Allah, akan membawa berkat-berkat besar kepada kita sebagaimana akan terjadi kepada bangsa Ibrani. Pd 37.3