Nasihat Bagi Sidang

19/279

Suatu Hari Perhentian dari Usaha Duniawi

Sungguh merupakan suatu kecongkakan yang paling mencolok bila manusia yang fana memberanikan diri hendak berkompromi dengan Yang Mahakuasa agar ia memperoleh kepentingan duniawi yang picik bagi dirinya sendiri. Adalah suatu pelanggaran hukum tanpa perasaan bila kita sering menggunakan Sabat itu untuk urusan duniawi sebagaimana kita menolaknya sama sekali; karena dengan berbuat demikian kita menjadikan hukum Tuhan suatu perkara yang enteng saja. “Akulah Tuhan Allahmu, Allah yang cemburuan adanya,” digemakan dengan suara gemuruh dari gunung Sinai. Tidak ada penurutan separuh-separuh, tidak ada perhatian yang terbagi diterima oleh-Nya yang menyatakan bahwa durhaka segala bapa akan dibalas kepada anak-anak sampai kepada gilir yang ketiga dan yang keempat pun dari segala orang yang membenci akan Dia, dan bahwa Ia akan menunjukkan kemurahan-Nya kepada beribu-ribu gilir orang yang mengasihi Dia dan memelihara segala hukum-Nya. Bukannya suatu soal kecil merampoki sesama manusia, dan sungguh besar cacat yang dikenakan kepada seseorang yang kedapatan bersalah dalam perbuatan seperti itu; namun demikian seseorang yang menganggap hina perbuatan merampoki sesama manusia, tanpa perasaan malu mau merampas waktu dari Bapa Yang di surga yang telah diberkati dan diasingkan-Nya untuk maksud tertentu. NBS 44.1

Perkataan dan pikiran harus dijaga baik-baik. Mereka yang memperbincangkan urusan dagang dan membuat rencana pada hari Sabat, dianggap Allah seakan-akan mereka melibatkan diri dalam transaksi perusahaan yang sebenarnya. Untuk memelihara Sabat itu dalam keadaan suci, kita tidak boleh mengizinkan pikiran kita merenungkan perkara-perkara yang bersifat duniawi. NBS 44.2

Allah telah berbicara, dan Ia maksudkan bahwa manusia harus menurut. Ia tidak bertanya apakah enak baginya berbuat demikian. Tuhan sumber kehidupan dan kemuliaan tidaklah mempertimbangkan keenakan dan kesenangan-Nya ketika Ia meninggalkan kedudukan-Nya yang tinggi untuk menjadi seorang yang kena sengsara dan yang biasa dalam kesukaran, menerima malu dan kematian agar melepaskan manusia dari akibat pelanggarannya. Yesus mati, bukannya menyelamatkan manusia di dalam dosanya, melainkan dari dosanya. Manusia harus meninggalkan kekeliruan segala jalannya, mengikuti teladan Kristus, mengangkat salib dan mengikut Dia, menyangkali diri, dan menurut Allah apa pun yang terjadi. NBS 44.3

Keadaan tidak membenarkan seseorang dalam bekerja pada hari Sabat untuk kepentingan keuntungan duniawi. Jika Allah memaafkan satu orang, Ia boleh memaafkan semua orang. Mengapa saudara L seorang yang miskin, tidak boleh bekerja pada hari Sabat untuk mencari nafkahnya sedangkan dengan berbuat demikian ia dapat menyokong keluarganya lebih baik? Mengapa tidak boleh saudara-saudara yang lain, atau kita semuanya, memelihara hari Sabat hanya kalau senang atau enak berbuat demikian? Suara dari Sinai menjawabnya: “Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN.” Kel. 20:9,10. NBS 44.4

Usiamu tidak memaafkan dikau dari menurut perintah Ilahi. Abraham diuji keras ketika usianya sudah lanjut. Perintah Tuhan tampaknya mengerikan dan tidak beralasan terhadap orang yang sudah lanjut usianya ini, namun ia tidak pernah meragukan keadilan-Nya dan bimbang dalam penurutannya. Sebenarnya ia dapat memohon bahwa ia sudah tua dan lemah, dan tidak dapat mengorbankan anak yang menjadi kegembiraan dalam kehidupannya. Sebenarnya ia dapat mengingatkan kepada Tuhan bahwa perintah ini bertentangan dengan janji yang telah diberikan mengenai anak ini. Tetapi penurutan Abraham adalah tanpa persungutan atau penyesalan. Kepercayaannya kepada Allah mutlak. NBS 44.5

Para pengerja Yesus harus berdiri sebagai penegur kepada mereka yang gagal dalam mengingat dan menyucikan hari Sabat. Dengan ramah-tamah dan sungguh-sungguh mereka harus menegur orang-orang yang melibatkan diri dalam percakapan duniawi pada hari Sabat dan pada saat yang sama mengaku memelihara Sabat. Mereka harus menganjurkan kepatuhan kepada Allah pada hari-Nya yang suci. NBS 44.6

Tidak seorang pun merasa leluasa menggunakan waktu yang disucikan dalam cara yang tidak menguntungkan. Allah tidak berkenan dengan para pemelihara Sabat yang tidur selama hari Sabat. Mereka tidak menghormati Khalik dalam berbuat demikian, dan oleh teladan mereka mengatakan bahwa keenam hari kerja terlalu berharga bagi mereka untuk digunakan dalam istirahat. Mereka harus mencari uang, meskipun mereka terpaksa menggunakan jam tidur yang sepatutnya, yang mereka tebus oleh tidur selama waktu yang suci. Kemudian mereka memaafkan diri dengan mengatakan; “Hari Sabat diberikan untuk hari perhentian. Saya tidak mau meniadakan istirahat saya untuk menghadiri kumpulan, karena saya perlu istirahat.” Orang seperti itu menggunakan salah hari yang disucikan itu. Terutama pada hari itu, mereka harus memberikan minat kepada keluarga mereka dalam pemeliharaannya dan berhimpun di rumah sembahyang dengan sedikit orang atau banyak orang, bagaimana keadaannya saja. Mereka harus mencurahkan waktu dan tenaga untuk acara rohani, agar pengaruh Ilahi yang terdapat pada hari Sabat dapat menyertai mereka sepanjang minggu. Dari segala hari sepanjang minggu, tidak ada yang begitu cocok untuk pikiran dan perasaan peribadatan sebagaimana halnya dengan hari Sabat. NBS 45.1