Nasihat Bagi Sidang
Bila Tuntutan yang Tidak Wajar Diberikan
Persoalan yang harus dibereskan sekarang ialah: Haruskah istri merasa wajib menyerah secara mutlak kepada tuntutan suaminya bila ia melihat bahwa suaminya dikendalikan oleh hawa nafsu yang keji, dan bila akal sehat dan pertimbangan istri diyakinkan bahwa ia melakukannya dengan risiko kerusakan tubuhnya sendiri, yang telah diserahkan Allah kepadanya untuk dimiliki dalam penyucian dan kehormatan, untuk memelihara suatu persembahan yang hidup bagi Allah? NBS 165.5
Bukannya cinta yang murni dan suci yang menuntun istri guna memuaskan kecenderungan hewani suaminya dengan mengorbankan kesehatan dan kehidupan-kehidupan. Kalau ia mempunyai kasih dan akal budi yang sejati, ia akan berusaha mengalihkan pikiran suaminya dari pemuasan hawa nafsu kepada perkara-perkara rohani yang menarik. Boleh jadi perlu baginya mendesak dengan rendah hati dan dengan penuh kasih sayang, meskipun dengan menanggung risiko tidak disenangi suaminya, agar ia tidak dapat merendahkan tubuhnya oleh menyerah pada keterlaluan seksual. Dalam cara yang lemah lembut dan ramah tamah hendaklah ia mengingatkan kepada suaminya bahwa Allah mempunyai tuntutan yang utama dan tertinggi atas segenap tubuhnya dan bahwa ia tidak dapat mengabaikan tuntutan ini, karena ia akan mempertanggungjawabkannya pada hari besar Allah. NBS 165.6
Kalau ia mau meninggikan derajat kasih sayangnya, dan dalam penyucian dan kehormatan memelihara keagungan kewanitaannya yang halus, wanita dapat berbuat banyak perkara oleh pengaruhnya yang bijaksana untuk menyucikan suaminya, dan dengan demikian memenuhi tugasnya yang tinggi. Dalam berbuat demikian ia dapat menyelamatkan suaminya dan dirinya sendiri, dengan demikian melaksanakan suatu pekerjaan rangkap dua. Dalam hal ini, yang sangat peka dan sangat sukar diurus, banyak kebijaksanaan dan kesabaran diperlukan, serta keberanian dan kekuatan akhlak. Kekuatan dan rahmat dapat diperoleh dalam doa. Kasih yang murni seharusnya menjadi prinsip yang berkuasa dalam hati. Kasih kepada Allah dan kasih kepada suami sajalah yang dapat menjadi dasar perbuatan yang betul. NBS 165.7
Bila istri menyerahkan tubuh dan pikirannya kepada pengendalian suaminya, bersikap pasif terhadap kemauannya dalam segala perkara, mengorbankan angan-angan hatinya, kemuliaannya, malah identitasnya, maka hilanglah kesempatan baginya untuk memberikan pengaruh yang besar kepada kebaikan yang harus dimilikinya untuk meninggikan derajat suaminya. Ia dapat melembutkan sifat suaminya yang keras, dan pengaruhnya yang menyucikan dapat diberikan dalam cara yang menghaluskan dan menyucikan, menuntun dia untuk berusaha dengan tekun guna memerintah hawa nafsunya dan berpikiran lebih rohani, agar mereka boleh mengambil bagian bersama-sama dari sifat Ilahi, setelah melepaskan diri dari kebejatan yang ada di dalam dunia karena hawa nafsu. Kuasa pengaruh sangatlah besar guna menuntun pikiran kepada pokok pikiran yang tinggi dan mulia, melebihi pemanjaan hawa nafsu yang rendah, yang dicari oleh hati yang belum dibarui. Kalau istri merasa bahwa, supaya menyenangkan suaminya, ia harus turun kepada derajat suaminya, bila hawa nafsu hewani menjadi dasar utama cinta suami dan mengendalikan perbuatan suaminya, maka ia tidak menyenangkan Allah; karena ia gagal memberikan suatu pengaruh yang menyucikan kepada suaminya. Kalau ia merasa bahwa ia harus menyerah kepada hawa nafsu hewani suaminya tanpa mengucapkan protes, maka ia tidak mengerti kewajibannya kepada suaminya dan kepada Allahnya. NBS 166.1