Sejarah Para Nabi
19 - Kembali ke Kanaan
Setelah menyeberangi Sungai Yordan, “sampailah Yakub dengan selamat ke Sikhem, di tanah Kanaan.” Kejadian 33:18. Dengan demikian doa Yakub di Betel, bahwa Allah akan membawa dia kembali dengan selamat ke negerinya sendiri, telah dikabulkan. Untuk sementara ia bermukim di lembah Sikhem. Di tempat inilah Abraham, lebih seratus tahun sebelumnya, telah mendirikan kemahnya dan mendirikan mezbahnya yang pertama di tanah Perjanjian itu. Di sini Yakub membeli dari anak-anak Hemor, bapa Sikhem, sebidang tanah, tempat ia memasang kemahnya, dengan harga seratus kesita. Ia mendirikan mezbah di situ dan dinamainya itu: ‘Allah Israel ialah Allah.’” Kejadian 33:19, 20. Seperti halnya Abraham, Yakub telah mendirikan di samping kemahnya sebuah mezbah untuk Tuhan, dan mengumpulkan anggota keluarganya untuk mengadakan upacara korban pagi dan petang. Di tempat ini pulalah ia telah menggali sebuah sumur ke tempat mana, tujuh belas abad kemudian, telah datang Anak dan Juruselamat Yakub, dan di dekat sumur inilah Ia telah beristirahat pada waktu tengah hari, dan menceritakan kepada para pendengar-Nya yang keheran-heranan tentang “mata air yang terus menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.” Yohanes 4:14. SPN 234.1
Tinggalnya Yakub dan anak-anaknya di Sikhem telah diakhiri dengan kekejaman dan pertumpahan darah. Anak perempuannya telah dibawa kepada kehinaan dan kesusahan, dua anak lelakinya telah terlibat dalam peristiwa pembunuhan, seluruh negeri telah dirusak dan dibantai, sebagai pembalasan terhadap perbuatan jahat yang dilakukan oleh seorang pemuda yang ceroboh. Awai segala sesuatu yang telah mengakibatkan peristiwa-peristiwa yang amat mengerikan itu adalah tindakan anak perempuan Yakub, yang “pergi hendak melihat anakanak perempuan negeri itu,” dengan demikian telah berani untuk bergaul dengan orang-orang yang tidak bertuhan. Ia yang mencari kepelesiran di antara mereka yang tidak takut akan Allah sedang menempatkan dirinya pada tempat Setan dan sedang mengundang pencobaan-pencobaan. SPN 235.1
Kekejaman-kekejaman yang disertai tipu daya Simeon dan Lewi, telah membangkitkan kemarahan; tetapi di dalam tindakan mereka terhadap orang-orang Sikhem, mereka telah berbuat satu dosa yang besar. Dengan hati-hati mereka telah menyembunyikan maksud-maksud mereka dari Yakub, dan kabar tentang pembalasan mereka itu telah menggentarkan hati Yakub. Dengan rasa sakit hati atas tipu daya serta kekejaman anak-anaknya itu, ia hanya berkata: “Kamu telah mencelakakan aku dengan membusukkan namaku kepada penduduk negeri ini, kepada orang Kanaan dan orang Feris, padahal kita ini hanya sedikit jumlahnya; apabila mereka bersekutu melawan kita, tentulah mereka akan memukul kita kalah, dan kita akan dipunahkan, aku beserta seisi rumahku.” Tetapi kesedihan serta rasa muaknya terhadap tindakan mereka yang telah menumpahkan darah itu, telah dinyatakan dalam katakata di mana, lima puluh tahun kemudian, ia mengingatkan kembali peristiwa tersebut, sementara terbaring di atas tempat tidurnya di Mesir menunggu kematian: “Simeon dan Lewi bersaudara; senjata mereka ialah alat kekerasan. Janganlah kiranya j iwaku turut dalam permufakatan mereka.... Terkutuklah kemarahan mereka, sebab amarahnya keras, terkutuklah keberangan mereka, sebab berangnya bengis.” Kejadian 49:5-7. SPN 235.2
Yakub merasa bahwa ada penyebab yang menjadikan dia merasa tertekan. Kekejaman dan tipu daya nyata sekali di dalam watak anakanaknya. Di dalam tendanya ada dewa-dewa palsu, dan penyembahan berhala yang sedemikian jauh telah beroleh satu tempat berpijak sekali- pun di dalam rumah tangganya. Haruskah Tuhan memperlakukan me-reka sesuai dengan apa yang sepatutnya mereka terima, tidakkah Ia akan membiarkan mereka kepada pembalasan dari pada bangsa-bangsa sekelilingnya? SPN 235.3
Sementara Yakub ditindih oleh kesulitan, Tuhan telah menyuruh d'a untuk berangkat ke arah selatan yaitu ke Betel. Pemikiran tentang ternpat ini telah mengingatkan kepada Yakub bukan hanya kepada khayalnya tentang malaikat-malaikat serta janji-janji rahmat Allah saja, tetapi juga sumpah yang telah diadakannya di sana, bahwa Tuhan itu akan menjadi Aliahnya. Ia bertekad bahwa sebelum pergi ke tempat yang suci ini, rumah tangganya harus dibebaskan dari noda-noda penyembahan berhala. Oleh sebab itu ia memerintahkan kepada semua orang yang ada di tendanya, “Jauhkanlah dewa-dewa asing yang ada di tengah-tengah kamu, tahirkanlah dirimu dan tukarlah pakaianmu. Marilah kita bersiap dan pergi ke Betel; aku akan membuat mezbah di situ bagi Allah, yang telah menjawab aku pada masa kesesakanku dan yang telah menyertai aku dijalan yang kutempuh.” SPN 236.1
Dengan penuh emosi Yakub mengulangi kembali cerita tentang kunjungannya yang pertama ke Betel, pada waktu ia meninggalkan rumah ayahnya sebagai seorang pengembara yang kesunyian untuk me-nyelamatkan dirinya, dan bagaimana Tuhan telah menampakkan diri kepadanya di dalam khayal pada waktu malam. Sementara ia mengulangi kembali perbuatan Allah yang ajaib kepadanya, hatinya sendiri dilembutkan, anak-anaknya juga terjamah oleh kuasa yang menaklukkan hati mereka; ia telah menyediakan satu jalan yang sangat baik untuk menyediakan mereka ikut serta dalam perbaktian kepada Allah bilamana mereka telah tiba di Betel. “Mereka menyerahkan kepada Yakub segala dewa asing yang dipunyai mereka dan anting-anting yang ada pada telinga mereka, lalu Yakub menanamnya di bawah pohon besar yang dekat Sikhem.” SPN 236.2
Allah telah mendatangkan satu perasaan takut kepada penduduk negeri itu, sehingga mereka tidak berani mengadakan pembalasan terhadap pembantaian di Sikhem. Mereka tiba di Betel tanpa mendapat gangguan apa-apa. Di tempat ini kembali Tuhan menampakkan diri kepada Yakub dan memperbarui kepadanya perjanjian-perjanjian itu. “Didirikannyalah mezbah di situ, dan dinamainyalah tempat itu El-Betel, karena Allah telah menyatakan diri kepadanya di situ.” SPN 236.3
Di Betel, Yakub telah berkabung atas kematian seorang yang sudah lama menjadi anggota keluarga ayahnya yang amat dihormati—yaitu pengasuh Ribka, Debora, yang telah menemani majikannya dari Mesopotamia sampai ke tanah Kanaan. Kehadiran wanita tua ini bagi Yakub merupakan satu tali yang mengikat dirinya kepada masa kanak-kanaknya, dan terutama sekali kepada ibunya yang kasihnya terhadap dirinya amat dalam. Debora dikuburkan dengan disertai kesedihan yang amat dalam sehingga pohon kayu jati di bawah mana ia dikuburkan, dinamai “Pohon Besar Penangisan.” Hal itu tidak dibiarkan lalu begitu saja tanpa mendapat perhatian sehingga kenangan hidupnya yang penuh pelayanan yang setia, dan perkabungan yang terjadi dalam rumah tangga ini telah dianggap layak untuk dicatat dalam firman Allah. SPN 237.1
Dari Betel ke Hebron hanyalah dua hari perjalanan, tetapi perjalanan ini telah mendatangkan rasa duka yang dalam kepada Yakub dengan matinya Rahel. Dua kali tujuh tahun pelayanan telah diberikan oleh Yakub demi untuknya, dan kasihnya itu telah menjadikan pekerjaannya terasa ringan. Betapa dalam dan teguh kasihnya itu, telah dinyatakan bilamana sesudah peristiwa itu, apabila Yakub terbaring menunggu kematian di Mesir, dan Yusuf datang untuk menjenguk ayahnya, dan Yakub yang sudah tua itu, menoleh kembali kepada hidupnya di masa yang silam, telah berkata: “Demikianlah Rahel mati, lalu ia dikuburkan di sisi jalan ke Efrata, yaitu Betlehem.” Di dalam sejarah hidupnya yang lama dan penuh dengan kesusahan itu sehubungan dengan keluarganya, hanya peristiwa tentang kematian Rahel inilah yang diingatnya. Sebelum kematiannya, Rahel telah melahirkan anaknya yang kedua. Di saat-saat kematian merenggut hidupnya, ia telah menamai anaknya itu Ben-oni, “Anak kesedihanku.” Tetapi bapanya menamai dia Benyamin, “anak tangan kananku,” atau “kekuatanku”. Rahel telah dikuburkan di tempat di mana ia telah mati, dan satu tanda peringatan telah didirikan di tempat itu untuk mengabadikan kenangan tentang dirinya. SPN 237.2
Dalam perjalanannya ke Efrata, perbuatan jahat lainnya telah menodai keluarga Yakub, yang telah menyebabkan Ruben, anak sulungnya, telah kehilangan kesempatan-kesempatan serta kehormatan-kehormatan dari pada hak kesulungannya. SPN 237.3
Akhirnya Yakub telah tiba di ujung perjalanannya, “kepada Ishak, ayahnya, di Mamre ... itulah Hebron, tempat Abraham dan Ishak tinggal sebagai orang asing.” Di tempat ini ia telah bermukim selama tahun-tahun terakhir dari kehidupan ayahnya. Kepada Ishak, yang lemah dan buta itu, perhatian yang sangat baik dari anaknya yang pernah lama hilang dari padanya itu, merupakan satu penghiburan selama tahun-tahun yang sunyi dan penuh dengan duka itu. SPN 238.1
Yakub dan Esau bertemu di samping tempat tidur ayah mereka menjelang saat-saat kematiannya. Dulu kakaknya ini pernah menunggununggu peristiwa itu sebagai satu kesempatan untuk membalas dendam, tetapi sudah sejak lama perasaannya itu berubah. Dan Yakub, merasa puas dengan berkat-berkat rohani dari pada hak kesulungan itu, telah menyerahkan kepada kakaknya pusaka kekayaan bapanya satu-satunya warisan yang dicari dan bernilai kepada Esau. Mereka tidak lagi bermusuhan oleh karena cemburu atau dengki, namun demikian mereka telah berpisah, Esau telah berpindah ke Gunung Seir. Allah, yang berkelimpahan dalam berkat, telah memberikan kepada Yakub kekayaan duniawi sebagai tambahan kepada kebajikan yang lebih luhur yang telah dicarinya. Harta benda kedua bersaudara ini “terlalu banyak, sehingga mereka tidak dapat tinggal bersama-sama, dan negeri penumpangan mereka tidak dapat memuat mereka karena banyaknya ternak mereka itu.” Perpisahan ini sesuai dengan maksud Ilahi sehubungan dengan Yakub. Oleh karena kedua bersaudara ini amat berbeda dalam hal iman keagamaan mereka, maka lebih baiklah bagi mereka hidup terpisah. SPN 238.2
Esau dan Yakub telah sama-sama dididik dalam pengetahuan akan Allah, dan kedua-duanya bebas untuk berjalan sesuai dengan hukumhukum-Nya, dan untuk diperkenankan oleh Tuhan; tetapi tidak duaduanya dari mereka itu telah memilih untuk berbuat hal tersebut. Kedua bersaudara ini telah mengikuti dua jalan yang berbeda, dan jalan yang mereka tempuh itu akan terus terpisah lebih jauh. SPN 238.3
Tidak ada pilihan yang sewenang-wenang di pihak Allah, oleh mana Esau telah ditutup dari berkat-berkat keselamatan. Pemberian-pemberian anugerah-Nya melalui Kristus adalah bebas untuk semua orang. Tidak ada pilih kasih di pihak Tuhan kecuali pilihan diri sendiri oleh mana seorang bisa binasa. Allah telah menetapkan dalam firman-Nya syaratsyarat oleh mana setiap jiwa akan dipilih kepada hidup kekal yaitu penurutan kepada hukum-hukum-Nya, melalui iman di dalam Kristus. Allah telah memilih satu tabiat yang selaras dengan hukum-Nya, dan seseorang yang sesuai dengan ukuran dari tuntutan-Nya itu akan mendapat izin masuk ke dalam kerajaan kemuliaan itu. Kristus sendiri telah berkata, “Barang siapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.” Yohanes 3:36. “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga.” Matius 7:21. Dan di dalam kitab Wahyu ia menyatakan, “Berbahagialah mereka yang membasuh jubahnya. Mereka akan memperoleh hak atas pohon-pohon kehidupan dan masuk melalui pintu-pintu gerbang ke dalam kota itu.” Wahyu 22:14. Sehubungan dengan keselamatan yang terakhir dari umat manusia, inilah satusatunya pilihan yang dikemukakan di dalam firman Allah. SPN 238.4
Setiap jiwa dipilih yaitu yang mengusahakan keselamatannya dengan rasa takut dan gemetar. Ia yang dipilih yaitu yang akan memakai senjata, dan mengadakan peperangan iman dengan sebaik-baiknya. Ia yang dipilih yaitu yang berjaga-jaga dalam doa, yang menyelidiki Alkitab dan lari dari pencobaan. Ia yang dipilih, yaitu yang akan memegang terus iman itu, dan yang menurut kepada setiap kata yang ke luar dari mulut Allah. Persediaan-persediaan dari penebusan itu adalah bebas untuk semua orang; hasil-hasil dari penebusan itu akan dinikmati oleh mereka yang hidup sesuai dengan syarat-syaratnya. SPN 239.1
Esau telah meremehkan berkat-berkat perjanjian itu. Ia telah menghargai perkara-perkara yang fana lebih daripada perkara-perkara yang rohani, dan ia telah menerima apa yang dikehendakinya. Adalah oleh pilihannya yang sengaja bahwa ia telah dipisahkan dari umat Allah. Yakub telah memilih warisan iman. Ia telah mengusahakannya melalui tipu daya dan kepalsuan; tetapi Allah telah mengizinkan dosanya itu melaksanakan hukumannya. Namun demikian sepanjang pengalamanpengalaman pahitnya pada tahun-tahun terakhir dari hidupnya itu, Yakub tidak pernah menyimpang dari maksudnya atau meninggalkan pilihannya. Ia telah belajar bahwa dengan mengandalkan akal dan tipu daya manusia untuk memperoleh berkat-berkat itu, ia telah berperang melawan Allah. Semenjak malam pergumulan di tepi Sungai Yabok, Yakub telah muncul sebagai seorang manusia yang berbeda. Percaya kepada diri sendiri telah dibuangkannya. Oleh sebab itu sifat licik pada masa mudanya tidak lagi kelihatan dalam dirinya. Gantinya tipu daya, kehidupannya ditandai oleh kesederhanaan dan kebenaran. Ia telah mendapat pelajaran tentang bergantung ke Tangan Yang Mahakuasa, dan di tengah-tengah ujian serta kesukaran ia berserah kepada kehendak Allah. Unsur-unsur dari tabiatnya yang keji itu telah musnah di dalam dapur api, emas mumi telah diolah, hingga iman Abraham dan Ishak itu nyata jelas di dalam diri Yakub. SPN 239.2
Dosa Yakub dan rentetan peristiwa-peristiwa yang mengikutinya, telah menimbulkan satu pengaruh yang jahat—satu pengaruh yang menyatakan buah-buahnya yang pahit di dalam sifat dan hidup anak-anaknya. Apabila anak-anaknya itu menjadi dewasa, mereka memperkembangkan sifat-sifatnya yang salah. Akibat-akibat poligami nyata di dalam rumah tangga mereka. Kejahatan yang mengerikan itu cenderung untuk mengeringkan mata air kasih, dan pengaruh-pengaruhnya melemahkan ikatan-ikatan yang paling suci. Kecemburuan dari beberapa ibu telah menggetirkan hubungan kekeluargaan, anak-anak telah bertumbuh dalam sikap melawan, dan tidak tahan dengan pengawasan dan kehidupan sang ayah, telah digelapkan oleh kecemasan dan duka. SPN 240.1
Namun demikian, ada seorang yang sifatnya berbeda—anak sulung Rahel, Yusuf, yang ketampanan wajahnya itu seolah-olah merupakan pantulan dari pada keindahan pikiran dan hatinya. Suci, giat serta periang, anak ini memberikan bukti akan adanya kesungguh-sungguhan serta keteguhan moral. Ia memperhatikan petunjuk-petunjuk bapanya dan senang untuk menurut Allah. Sifat-sifat yang di kemudian hari membedakan dia di Mesir—kelemah-lembutan, ketulusan dan kejujuran— sudah terlihat jelas di dalam hidupnya setiap hari. Oleh karena ibunya sudah mati, kasihnya berpegang lebih erat kepada ayahnya, dan hati Yakub terikat kepada anak ini, yang dilahirkan pada masa tuanya. Ia “lebih mengasihi Yusuf dari semua anaknya yang lain.’ Tetapi kasih ini pun menjadi penyebab kesulitan dan duka. Dengan tidak bijaksana Yakub telah menunjukkan pilih kasih terhadap Yusuf, dan hal ini telah membangkitkan cemburu di hati anak-anaknya yang lain. Apabila Yusuf menyaksikan tingkah laku yang jahat dari pada saudara-saudaranya itu, ia merasa susah sekali; ia memberanikan diri untuk dengan lemah lembut menegur mereka, tetapi ini hanya membangkitkan kemarahan serta kebencian mereka. Ia tidak tahan melihat mereka berbuat dosa terhadap Allah, dan ia menghadapkan persoalan ini kepada bapanya, dengan pengharapan bahwa wewenangnya akan dapat menuntun mereka kepada satu pembaharuan. SPN 240.2
Dengan hati-hati Yakub berusaha mencegah timbulnya kemarahan mereka oleh karena kekasaran atau kekerasan. Dengan penuh emosi ia menyatakan simpatinya kepada anak-anaknya, dan membujuk mereka agar menunjukkan sikap hormat terhadap rambutnya yang sudah memutih itu, dan jangan mempermalukan namanya, dan di atas segalanya agar jangan menghinakan Tuhan oleh pelanggaran terhadap peraturanperaturan-Nya. Mereka malu oleh karena kejahatan mereka telah diketahui; anak-anak muda itu kelihatannya telah bertobat, tetapi mereka hanya menyembunyikan perasaan mereka yang sebenarnya, yang telah menjadi lebih benci lagi oleh karena sudah ketahuan. SPN 241.1
Hadiah ayahnya yang tidak bijaksana kepada Yusuf, yaitu sebuah jubah yang mahal yang biasa dipakai oleh orang-orang tertentu saja, bagi mereka merupakan satu bukti yang lain akan sikap pilih kasihnya, dan telah membangkitkan satu kecurigaan bahwa ia telah sengaja melewatkan begitu saja akan anak-anaknya yang lebih tua, untuk memberikan hak kesulungan kepada anak Rahel itu. Rasa dengki mereka menjadi lebih dalam lagi apabila anak ini pada suatu hari menceritakan kepada mereka tentang satu mimpi yang telah dialaminya. Ia berkata, “Tampak kita sedang di ladang mengikat berkas-berkas gandum, lalu bangkitlah berkasku dan tegak berdiri; kemudian datanglah berkas-berkas kamu sekalian mengelilingi dan sujud menyembah kepada berkasku itu.” SPN 241.2
“Apakah engkau ingin menjadi raja atas kami? Apakah engkau ingin berkuasa atas kami?” kata saudara-saudaranya dengan nada marah dan iri hati. SPN 242.1
Tidak lama setelah itu ia mendapat satu m impi yang lain, yang bersamaan sifatnya, yang kemudian ia ceritakan: “Tampak matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah kepadaku.” Mimpi ini dengan cepat ditafsirkan seperti m impi yang pertama itu. Ayahnya yang hadir di tempat itu, memberikan tempelakannya: “Mimpi apa m impimu itu? Masakan aku dan ibumu serta saudara-saudaramu sujud menyembah kepadamu sampai ke tanah?” Sekalipun kata-katanya yang kedengarannya keras itu, Yakub percaya bahwa Tuhan sedang menyatakan masa depan kepada Yusuf. SPN 242.2
Apabila anak itu berdiri di hadapan saudara-saudaranya, wajahnya yang tampan itu bercahaya oleh Roh ilham, mereka tidak dapat menahan rasa kagum mereka; tetapi mereka tidak mau meninggalkan jalanjalan mereka yang jahat, dan mereka membenci kesucian yang telah menempelak dosa-dosa mereka. Roh yang sama yang telah menguasai Kain berkobar-kobar di dalam hati mereka. SPN 242.3
Saudara-saudaranya itu mempunyai tugas untuk pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, untuk mencari padang rumput bagi kawanan domba mereka, dan sering mereka bersama-sama meninggalkan rumah untuk berbulan-bulan lamanya. Setelah peristiwa-peristiwa yang baru saja diceritakan tadi, mereka pergi ke tempat yang telah dibeli oleh ayah mereka di Sikhem. Beberapa waktu berlalu tanpa kabar dari mereka, dan sang ayah mulai merasa khawatir akan keselamatan mereka, disebabkan oleh karena perbuatan mereka yang kejam dulu terhadap orangorang Sikhem. Oleh sebab itu ia telah menyuruh Yusuf untuk mencari mereka dan mengirimkan kabar tentang keselamatan mereka. Kalau saja Yakub telah mengetahui perasaan yang sebenarnya dari pada anak-anaknya itu terhadap Yusuf, maka ia tidak akan mempercayakan dia seorang diri bersama dengan mereka; tetapi hal ini telah disembunyikan oleh mereka dengan hati-hati. SPN 242.4
Dengan hati yang gembira, Yusuf meninggalkan ayahnya. Baik ayah- nya yang tua itu, ataupun anaknya tidak pernah memimpikan apa yang akan terjadi sebelum mereka dapat bertemu lagi. Apabila, setelah perja-lanannya yang jauh serta sunyi itu, Yusuf tiba di Sikhem, saudara-saudaranya dan kawanan dombanya tidak didapatinya. Setelah bertanyatanya tentang mereka, ia disuruh pergi ke Dothan. Ia telah berjalan lebih dari lima puluh mil dan sekarang satu jarak tambahan sejauh lima belas mil terbentang di hadapannya, tetapi ia bergegas-gegas melanjutkan perjalanannya, sambil melupakan rasa lelahnya dengan pemikiran bahwa ia akan meringankan kekhawatiran ayahnya, dan akan bertemu dengan saudara-saudaranya yang ia kasihi sekalipun mereka itu tidak menyukai dia. SPN 242.5
Saudara-saudaranya melihat dia datang; tetapi tidak ada pemikiran bahwa ia sudah menempuh jarak yang jauh untuk bertemu dengan me-reka, bahwa ia sudah letih dan lapar, bahwa ia memerlukan keramahtamahan mereka dan kasih persaudaraan, sehingga rasa dengki tetap ada di dalam hati mereka itu. Bilamana melihat jubahnya tanda kasih dari ayah mereka, hati mereka dipenuhi oleh rasa marah. “Lihat, tukangg mimpi kita itu datang!” teriak mereka sambil mengejek. Iri hati an rasa dendam, yang sudah lama disimpan, sekarang menguasai mere a. ereka berkata, “Sekarang, marilah kita bunuh dia dan kita lemparkan ke dalam salah satu sumur ini, lalu kita katakan: seekor binatang buas telah menerkamnya. Dan kita akan lihat nanti, bagaimana jadinya mimpinya itu!” SPN 243.1
Mereka pasti melaksanakan niatnya itu kalau saja bukan karena Ruben. Ia tidak berani melibatkan diri dalam pembunuhan terhadap sau-daranya, dan ia mengusulkan agar Yusuf dibuang hidup-hidup ke dalam sumur dan membiarkan ia mati di sana; namun demikian, dengan diamdiam ia bermaksud untuk menyelamatkan dia dan mengembalikannya kepada ayahnya. Setelah berhasil membujuk mereka semua untuk menyetujui usulnya itu, Ruben meninggalkan rombongan saudara-saudaranya itu, takut jangan-jangan ia tidak dapat mengendalikan perasaannya sehingga maksud yang sebenarnya akan ketahuan. SPN 243.2
Yusuf datang mendekati, tidak merasa curiga akan adanya bahaya dan merasa gembira karena tujuan pencahariannya yang lama itu seka- rang telah diperoleh; tetapi gantinya disambut dengan salam hormat, ia telah digentarkan oleh pandangan yang penuh kemarahan dan rasa dendam saudara-saudaranya, la ditangkap, dan jubahnya ditanggalkan dari padanya. Cemoohan serta ancaman menyatakan adanya satu maksud yang membawa maut. Permohonannya tidak dihiraukan. Ia benar-benar berada di dalam kekuasaan orang-orang yang sudah menjadi gila. Sambil menyeret dia dengan kasar ke sebuah sumur yang dalam, mereka kemu-dian melemparkan dia ke dalam, dan setelah memastikan bahwa tidak ada kemungkinan baginya untuk melepaskan diri, mereka membiarkan dia di sana agar mati kelaparan sementara mereka duduk untuk makan.” SPN 243.3
Tetapi beberapa di antara mereka belum merasa senang, mereka tidak merasakan kepuasan seperti yang mereka harapkan dalam pembalasan mereka ini. Tidak lama setelah itu ada serombongan orang yang berjalan mendekati mereka. Itu adalah kafilah bangsa Ismael dari Sungai Yordan, dalam perjalanan menuju ke Mesir dengan membawa rempahrempah dan barang dagangan lainnya. Sekarang Yehuda menganjurkan untuk menjual saudara mereka itu kepada pedagang-pedagang kafir tersebut gantinya membiarkan dia mati. Sementara Yusuf disingkirkan dan tidak lagi akan menghalangi jalan mereka, mereka tetap bersih dari pada darahnya; “karena,” katanya, “ia saudara kita, darah daging kita. Atas usul ini, semuanya sepakat dan dengan cepat Yusuf ditarik ke luar dari sumur itu. SPN 244.1
Apabila ia melihat saudagar-saudagar itu, satu hal yang amat me-ngerikan terbayang dalam pikirannya. Menjadi seorang budak adalah satu nasib yang lebih ditakuti daripada kematian. Di dalam kegentarannya itu ia membujuk saudaranya satu demi satu tetapi sia-sia. Beberapa dari antara mereka tergerak oleh rasa belas kasihan tetapi perasaan takut diolok-olok telah membuat mereka tetap bungkam; semua merasa bahwa sekarang mereka telah pergi terlalu jauh untuk kembali. Jikalau Yusuf dilepaskan tentu dia akan mengadu kepada ayah mereka, yang tentunya tidak akan tinggal diam atas kekejaman mereka terhadap anak kesayangannya itu. Dengan mengeraskan hati terhadap bujukan, mereka telah menyerahkan dia ke dalam tangan pedagang-pedagang kafir itu. Kafilah berlalu dan segera menghilang dari pandangan. SPN 244.2
Ruben kembali ke sumur itu, tetapi Yusuf tidak ada lagi di sana. Dalam keadaan panik dan menyesali diri, ia telah merobek jubahnya dan pergi mencari saudara-saudaranya sambil berseru, Anak itu tidak ada lagi, ke manakah aku ini?” Setelah mengetahui apa yang telah menjadi nasib Yusuf, dan sekarang mustahil untuk memperoleh dia kembali, Ruben terbujuk untuk bersepakat, dengan saudara-saudaranya itu untuk menyembunyikan kesalahan mereka. Setelah menyembelih seekor anak kambing, mereka celupkan jubah Yusuf ke dalam darahnya, dan membawa jubah tersebut kepada bapa mereka, sambil menceritakan kepadanya bahwa mereka telah menemukannya di padang dan merasa khawatir jangan-jangan itu adalah jubah adik mereka. Mereka berkata, “Silakan bapa periksa apakah jubah ini milik anak ayah atau tidak. Mereka telah menunggu-nunggu peristiwa ini dengan rasa gentar, tetapi mereka tidak bersedia untuk kesedihan yang menyayat hati, kedukaan yang dalam yang harus mereka saksikan. Yakub berkata, “Ini jubah anakku, binatang buas telah memakannya, tentulah Yusuf telah diterkam. Anakanaknya berusaha untuk menghibur dia tetapi sia-sia. Ia “mengoyakkan jubahnya, lalu mengenakan kain kabung pada pinggangnya dan berkabunglah ia berhari-hari lamanya karena anaknya itu.” Berlalunya waktu seakan-akan tidak memberikan keringanan kepada kedukaannya itu, “Aku akan berkabung, sampai aku turun mendapatkan anakku, ke dalam dunia orang mati!” katanya sambil menangis tersedu-sedu. Anakanak muda itu merasa gentar atas apa yang telah mereka perbuat, tetapi karena takut akan amarah ayah mereka, mereka tetap menyembunyikan dalam hati mereka kesalahan yang bagi mereka sendiri merupakan kesalahan yang amat besar. SPN 245.1