Karunia Nubuat Dalam Alkitab Dan Sejarah

91/291

Kesimpulan

Para penulis Alkitab menggunakan Kitab Suci dalam berbagai cara, tetapi tidak pernah ada historisitas dari setiap catatan peristiwa dipertanyakan. Sebaliknya, seluruh narasi sejarah Alkitab diterima secara faktual, termasuk kisah penciptaan, kejatuhan, dan air bah. Dengan cara yang sama, kejadian masa depan yang dinubuatkan seperti penghakiman dan kedatangan Yesus yang kedua kali diterima sebagai pasti akan terjadi dan tidak pernah dipertanyakan. Keyakinan akan kesatuan, kejelasan, dan kebenaran historis dari Kitab Suci mendasari kutipannya oleh para penulis Alkitab. Pelajaran yang cermat dari kutipan-kutipan ini dan bagaimana para penulis Alkitab menerapkannya menunjukkan pemahaman mereka tentang maksud asli (eksegesis) serta kesadaran mereka tentang ayat-ayat di sekitarnya dan bagaimana ayat-ayat yang mereka kutip berhubungan dengan konteks Kitab Suci yang lebih luas. KN 140.1

Catatan aktivitas Ilahi, baik di masa lalu maupun di masa depan, merupakan sumber untuk refleksi teologis yang mendalam dengan gambaran kunci yang digunakan untuk menggambarkan aktivitas Ilahi dalam cara yang agak berbeda tetapi terkait. Penciptaan dan eksodus menjadi motif harapan dan keselamatan di masa depan, karena aktivitas Allah di masa lalu menerangi bagaimana Dia bertindak di kemudian hari. Para penulis Alkitab juga menunjukkan bahwa orangorang, peristiwa, dan lembaga tertentu di masa lalu memiliki hubungan tipologi dengan realitas masa depan yang lebih sempurna memenuhi tujuan Ilahi. Dalam satu kasus (1 Kor. 9: 8—11), Alkitab tampaknya dikutip secara retoris—menggu-nakan bahasa teks tetapi menerapkannya secara berbeda dari maksud aslinya. Namun, setelah diperiksa lebih dekat, dimungkinkan juga untuk menganggap contoh ini sebagai penggunaan eksegesis dengan aplikasi yang selaras dengan norma-norma abad pertama untuk penafsiran Alkitab secara literal. KN 140.2

Mengenai nubuatan, penulis Alkitab tidak ragu-ragu menerima unsur prediktif, yang lebih lazim daripada yang kadang-kadang diakui. Ini juga hadir dalam kitab-kitab apokaliptik Daniel dan Wahyu, sebagai dibedakan dari nubuatan umum yang menjadi ciri sebagian besar nabi Perjanjian Lama. Para penulis Perjanjian Baru memberikan perhatian khusus pada nubuatan (dan tipe) dari Mesias, termasuk Nyanyian Hamba Yesaya, yang dalam konteks aslinya tampaknya berganti-ganti antara signifikansi kolektif dan individual. Nubuatan Perjanjian Lama tentang Israel mendapat perhatian khusus oleh para penulis Perjanjian Baru, yang tampaknya telah melihat dalam Alkitab rencana Ilahi yang lebih besar—bahwa Israel dijadikan sebagai bangsa untuk menyembah Allah dan yang pertama dan terutama adalah entitas rohani. KN 140.3

Tidak ada dalam Alkitab yang pernah menyatakan bahwa Israel akan di-bangun kembali oleh Allah sebagai bangsa sekuler. Sebaliknya, bangsa Israel berulang kali didesak untuk menanggapi dengan kepatuhan pada Firman Allah; dengan demikian mereka akan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa dan diper-lengkapi untuk mengajar mereka tentang Allah yang benar. Prinsip menyeluruh ini berlanjut pada periode Perjanjian Baru di mana tanggapan Israel terhadap Yesus Kristus, yang memenuhi harapan mesianik para nabi, adalah penentu masa depan bangsa dan keselamatan individu. Harapan-harapan paling cemerlang yang tergambar dalam Perjanjian Lama dipenuhi pada tingkat yang melampaui kehidupan ini dan dunia saat ini. Khususnya dalam kitab Wahyu kita menemukan harapan-harapan ini, yang sebelumnya hanya berjumlah sekilas, disajikan kembali dengan cara yang lebih penuh, lebih megah, dan dalam skala universal, bahkan kosmik. Dengan demikian menjadi jelas bahwa janji-janji Allah sebelumnya yang dicatat dalam Firman-Nya, jauh dari dihapuskan atau dibatalkan, dikumpulkan dan dikerahkan sedemikian rupa sehingga “seluruh Israel’—Israel milik Allah—akan diselamatkan, dan bahwa langit baru dan dunia baru di mana kebenaran tinggal telah disiapkan khususnya untuk mereka. KN 141.1

Akhirnya, jika dilihat dari konsistensi dan kepercayaan implisit yang de-ngannya Alkitab ditangani oleh berbagai penulis Alkitab, baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru, tampaknya masuk akal untuk berharap bahwa setiap penulis yang diilhami kemudian harus menggunakan metode interpretatif yang sama. KN 141.2