Karunia Nubuat Dalam Alkitab Dan Sejarah
Karunia Nubuat—Suatu Definisi
Sebelum dilanjutkan untuk membahas pemikiran kelompok lain mengenai kehadiran Roh di luar otoritas gerejawi, kami sedikit menyimpang ke masalah kritis yang mendasari debat tentang siapa yang memiliki karunia nubuat, dan definisi nubuat. Karakteristik umum yang diidentifikasi oleh semua orang Kristen yang sebelumnya diperiksa tentang peran seorang nabi adalah memproklamasikan/mengajar/mengaku Yesus sebagai Mesias. Ini mendukung pemahaman para bapa apostolik tentang para penulis kitab-kitab Ibrani sebagai para nabi “Kristen” dan bagaimana sikap mereka terhadap para rasul dan tulisan-tulisan tentang apa yang kemudian menjadi Perjanjian Baru. Definisi kristologis ini penting untuk argumentasi generasi Kristen selanjutnya. Dalam agama Kristen, seorang nabi sejati mengajarkan dan menghayati apa yang Yesus ajarkan dan jalani. KN 252.2
Namun, adanya jawaban yang saling bersaing tentang apa yang Yesus ajarkan dan bagaimana Dia hidup (siapa Dia) telah menyebabkan definisi sempit tentang karunia bernubuat. Berdasarkan tanda peringatan dari nabi-nabi palsu yang diberikan oleh Yesus dan para rasul-Nya, telah dipahami sejak awal bahwa tidak semua yang mengklaim telah melihat Allah memiliki pesan Ilahi. Karena itu, didorong oleh perlunya membedakan yang benar dari yang salah, para penulis Kristen mengembangkan, di awal sejarah, sebuah sistem yang mengaku melakukan kontak langsung dengan Yesus melalui suksesi apostolik. Pada tahap awal ini, suksesi apostolik bukanlah yang kita ketahui dari Gereja Katolik abad pertengahan. Seperti yang telah kami coba tunjukkan, argumentasi awal untuk itu adalah membawa pesan Ilahi sedekat mungkin dengan Yesus. Itu adalah prinsip kristologis menafsirkan Kitab Suci bahasa Ibrani. Konsekuensi dari prinsip ini adalah bahwa mereka menganggap kebenaran berada dalam penafsiran yang benar (Kristologis) 21 yang diturunkan dari Yesus sendiri. Tetapi apa peran seorang nabi dalam Perjanjian Baru? KN 252.3
Ini adalah pertanyaan yang sah karena para bapa apostolik mengklaim telah menerima kebenaran dari para rasul itu sendiri (khususnya dalam Perjanjian Baru, tetapi tidak terbatas pada itu). Dengan mengambil semua sumber nubuat utamadalam Perjanjian Baru, kita menemukan bahwa sebagian besar penggunaannya berhubungan dengan Kitab Suci Ibrani yang menceritakan tentang peristiwa-peris-tiwa kehidupan Yesus, dan sering kali sebuah kutipan dikutip darinya. Seorang nabi karenanya memproklamasikan kebenaran. Definisi luas ini juga diterapkan pada individu-individu pada zaman Yesus ketika para penulis Perjanjian Baru mengidentifikasi beberapa pengikut atau orang percaya-Nya sebagai nabi. 22 Mereka adalah pemberita/pengajar/pengkhotbah yang diutus oleh Allah (rasul) kepada umat manusia. Seperti yang dijelaskan 2 Petrus 1: 21, perikop yang paling jelas tentang topik ini dalam semua Perjanjian Baru, para nabi adalah hamba-hamba Allah yang dibawa oleh Roh Kudus yang membicarakan pesan Ilahi. Aspek proklamasi adalah dasar bagi seorang nabi, seperti yang kita lihat penerapannya pada seorang filsuf kafir dalam Titus 1: 12 dan bagi para pengkhotbah keliling pada umumnya seperti dalam Matius 10: 41 dan Kisah Para Rasul 15: 32. KN 253.1
Hanya dalam beberapa kejadian mereka meramalkan masa depan atau me-lakukan keajaiban supernatural (Yohanes 6:14-Roti dan ikan Yesus yang berlipat ganda; Yohanes 9: 17—Yesus membuka mata orang buta; Kisah Para Rasul 11: 25-Agabus memperkirakan kelaparan). Para nabi saat ini sering berhubungan dengan mereka yang diutus oleh Allah (rasul) dan adalah guru (Mat. 10: 40, 41; Luk. 11: 49; Kis. 13: 1; Ef. 2: 20; 3: 5; 2 Ptr. 3: 2; Why. 18: 20). Kombinasi karunia-karunia rohani ini, nabi/rasul/guru, dapat menyatakan bahwa karunia-karunia yang tercantum dalam 1 Korintus 12 memiliki fungsi yang tumpang tindih, 23 yang persis seperti bagaimana Didache membingkai karunia nubuat. Ini menunjukkan bahwa persatuan oleh para bapa apostolik dari karunia-karunia rohani ini (nabi/pengkhotbah/guru) memiliki dasar Perjanjian Baru. KN 253.2
Mengenai nabi-nabi palsu, Perjanjian Baru memiliki lebih sedikit referensi. Jelas mereka sesat tentang kebenaran. Dalam 2 Petrus 2: 1 dan 1 Yohanes 4: 1—3 penyimpangan ini terkait dengan inkarnasi Yesus sebagai Mesias dari Tuhan (prinsip kristologis). Hanya Kisah Para Rasul 13 yang memberikan nama dan uraian tentang perilaku nabi palsu. Dalam Kisah Para Rasul 13: 6—12 Baryesus atau Elimas disebut nabi palsu dan pesihir (magon pseudopropheten) , menghalang-halangi pemberitaan Paulus dan Barnabas, yang baru saja disebut nabi dan diutus oleh Roh Kudus (ayat 1—4). Referensi Perjanjian Baru lainnya hanyalah peringatan tentang keberadaan nabi-nabi palsu yang memutarbalikkan ajaran Allah/Yesus secara umum (Mat. 7: 15; 24: 11; Mrk. 13: 22; Luk. 6:26; Why. 16: 13; 19: 20; 20: 10). KN 254.1
Mempertimbangkan semua teks-teks ini, pemahaman umum tentang seorang nabi dalam Perjanjian Baru adalah seorang pewarta atau guru. Seorang nabi sejati mengajarkan wahyu Ilahi (kebenaran), sementara seorang nabi palsu menyatakan kebohongan. Definisi luas ini berakar pada kitab-kitab Ibrani dan dibagikan oleh para bapa apostolik. Keberatan para penulis Kristen adalah bahwa kebenaran didefinisikan dalam hubungannya dengan Yesus sebagai Kristus (prinsip kristologis). Pemahaman tentang nabi ini berhubungan dengan 1 Korintus 14: 37, 38; 15: 1, 8, di mana Paulus menyatakan bahwa seorang nabi sejati harus setuju dengan dia, karena dia melihat Kristus yang telah bangkit, tidak sulit untuk membayangkan bagaimana Irenaeus dan yang lainnya membingkai karunia nubuat sebagaimana digolongkan oleh otoritas gerejawi apostolik yang mempertahankan pembacaan yang benar dari kitab-kitab Ibrani. Sekali lagi, ini bukan doktrin suksesi para uskup yang dikembangkan sepenuhnya di Gereja Katolik abad pertengahan, tetapi awal dari itu. KN 254.2
Konsepsi tradisi kebenaran yang dilakukan sepanjang sejarah sejak saat itu Yesus juga diperdebatkan, dalam gambar cermin yang berlawanan, oleh A.G. Daniells, yang menolak uskup yang ditunjuk dan menyetujui nabi keliling sebagai utusan Ilahi. Beberapa pengamatan diperlukan sehubungan dengan penegasannya akan keberadaan karunia nubuat setelah masa Perjanjian Baru. Dalam bab 17—19, Daniells memberikan deskripsi historis tentang Kekristenan postapostolik, yang menegaskan bahwa karunia bernubuat dipandang rendah oleh otoritas gerejawi utama karena kebenaran terbatas pada hierarkis dan akhirnya “penafsir Kitab Suci yang sempurna, dan satu-satunya sumber yang ditambahkan terang mungkin datang ke gereja.” 24 Ini sependapat dengan analisis kami tentang sumber-sumber kuno. Mengingat peringatan ini, suksesi apostolik pada fase awalnya (abad kedua) terkait dengan interpretasi kristologis dari Kitab Suci, dan merupakan pilihan hermeneutis yang tampaknya dipegang Daniell. KN 254.3
Salah satu kekurangan 25 karya Daniells adalah bahwa ia terlalu cepat untuk mengasumsikan pertalian dengan tokoh Kristen yang berselisih dengan Roma. Karena ada orang-orang yang mengaku memiliki Roh, “ini memberikan bukti yang mengesankan bahwa gereja Kristen abad kedua [dan akibatnya selama sisa sejarah] masih diberkahi dengan karunia roh seperti yang telah diberikan kepada para rasul dan orang-orang yang bertobat pada abad pertama.” 26 Meskipun Paulus memerintahkan jemaatnya untuk tidak memadamkan Roh (1 Tes. 5: 20), nabi-nabi palsu yang berkeliaran di gereja-gereja perlu diekspos. Tidak seperti reaksi Cyprianus terhadap “nabiah,” Daniells tidak cenderung untuk dengan cepat menghindari mereka yang mengaku sebagai nabi. Perhatikan evaluasinya tentang Novatian: 27 KN 255.1
Novatian menunjukkan keberanian untuk melepaskan diri dari gereja yang mengaku Kristen, krisis sedang berlangsung, dan ribuan orang mengambil pendirian dengan para reformator ini. Sesungguhnya dia dipimpin oleh Allah. Kesetiaan yang begitu berani terhadap ajaran-ajaran Kristus dan para rasul membuat saluran itu terbuka bagi perwujudan karunia kenabian. Juga harus diingat bahwa suksesi Novatians dengan nama berbeda terus berlanjut sampai reformasi abad keenam belas. 28 KN 255.2
Demikian pula, Daniells berpendapat bahwa Montanisme, Donatisme, dan kaum Waldensia 29 semuanya memiliki karunia roh karena mereka memisahkan diri dari gereja yang mengaku Kristen (Roma). Bahaya dalam metodologi ini adalah menciptakan dikotomi kebenaran dan kekeliruan yang rapi antara ajaran-ajaran tentang apa yang menjadi Gereja Katolik Roma (salah) dan gerakan para gerejawi ini (benar). Mengevaluasi semuanya berdasarkan “gerakan,” yang dalam bahasa Advent ortodoks bukanlah pujian. 30 Namun, ia kemudian menggambarkan Montanisme sebagai gerakan dengan “hasrat membara untuk pembaruan spiritual.” Alkitab, Protestan, dan kemudian Advent, memiliki pendirian kedua-duanya dengan mereka yaitu setuju dan tidak setuju. Mereka mengalami pencerahan dan kejatuhan mereka. Kaum Montanis, Novatians, dan Waldensia tidak semuanya benar, tetapi Gereja Katolik Roma tidak semuanya salah. George Rice dalam ulasan historiografisnya tentang karunia nubuat dalam Handbook of Seventh-day Adventist Theology menangkap ketegangan ini. Dia pertama-tama menyebut Montanisme sebagai “gerakan neo-Pentakosta pertama gereja.” “Tujuan para penganut mula-mula adalah untuk mengembalikan gereja ke kesederhanaan primitifnya, untuk mengalami lagi charismata (karunia rohani), dan memiliki kepastian akan kehadiran dan bimbingan dari Paraclete atau Roh Kudus,“ 31 sesuatu yang pantas ditiru. KN 256.1
Baik sejarah Daniells maupun Rice tentang karunia nubuat memberikan contoh bagaimana karunia rohani ini telah dipahami dalam Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh. Umat Advent berusaha menyeimbangkan peringatan Alkitab tentang keberadaan nabi-nabi palsu di hari-hari terakhir dengan kesaksian Alkitab tentang kesinambungan karunia rohani ini, seperti yang dijanjikan dalam Yoel 2: 28, 29, dalam Kisah Para Rasul, 1 Korintus 12, dan Wahyu 12: 17 dan 19: 10, yang bukan tugas mudah. Ini mirip dengan apa yang kami rujuk di atas tentang analisis J.N.D. Kelly tentang pembangunan gereja mula-mula dari “aturan iman,” bahwa solusi melawan kepalsuan adalah pilihan hermeneutik yang akan menetapkan parameter untuk mengevaluasi kebenaran. 32 KN 257.1