Sejarah Para Nabi
13 - Ujian Iman
Tanpa keragu-raguan Abraham telah menerima janji akan memperoleh seorang anak laki-laki, tetapi ia tidak menunggu Allah untuk menggenapi friman-Nya itu menurut cara dan waktu-Nya sendiri. Tuhan membiarkan adanya kelambatan untuk menguji imannya di dalam kuasa Allah; tetapi ia telah gagal dalam menghadapi ujian ini. Dengan berpikir bahwa mustahil seorang anak akan dilahirkan olehnya pada masa tuanya itu Sarah mengusulkan, sebagai satu rencana oleh mana maksud Ilahi dapat diwujudkan, agar salah seorang dari hambahambanya yang perempuan diambil oleh Abraham sebagai istri yang kedua. Poligami telah begitu merajalela sehingga hal itu tidak lagi dianggap sebagai satu dosa, namun demikian itu tidak ada bedanya dengan suatu pelanggaran terhadap hukum Allah, dan berakibat bencana kepada kesucian dan ketenteraman hubungan keluarganya. Perkawinan Abraham dengan Hagar berakibat buruk, bukan hanya kepada rumah tangganya sendiri, tetapi juga kepada generasi-generasi mendatang. SPN 163.1
Bangga oleh karena mendapat kehormatan dengan kedudukannya yang baru sebagai istri Abraham, dan mengharapkan akan menjadi ibu bangsa yang besar yang akan turun dari Abraham, Hagar telah menjadi sombong serta congkak dan memperlakukan majikannya dengan cemoohan. Kecemburuan yang timbal balik antara keduanya telah meng- ganggu ketenangan rumah tangga yang dulunya berbahagia. Dipaksa untuk mendengarkan persungutan kedua belah pihak, Abraham telah berusaha dengan sia-sia untuk memulihkan kerukunan. Sekalipun hal itu merupakan permohonan yang sungguh-sungguh dari Sarah sehingga ia telah menikah dengan Hagar, Sarah sekarang memarahi Abraham sebagai seorang yang bersalah. Ia menghendaki untuk melenyapkan saingannya itu; tetapi Abraham tidak mengizinkan hal itu; karena Hagar harus menjadi ibu anaknya; seperti yang ia idam-idamkan, yaitu anak perjanjian. Namun demikian, ia adalah hamba Sarah, dan ia masih tetap membiarkan Hagar kepada wewenang majikannya. Roh Hagar yang congkak itu tidak dapat menahan kekejaman yang telah ditimbulkan oleh sikapnya yang tidak hormat. “Apabila Sarah memperlakukan dia dengan kejamnya, ia pun lari dari hadapannya.” SPN 163.2
Ia pergi ke padang pasir dan apabila ia beristirahat dekat sebuah mata air, sendiri dan tidak mempunyai sahabat, seorang malaikat Tuhan, dalam bentuk manusia kelihatan kepadanya. Dengan memanggil, “Hagar, hamba Sarai,” untuk mengingatkan kepadanya akan kedudukan serta tugasnya, malaikat itu memerintahkan kepadanya, “Kembalilah kepada nyonyamu, biarkanlah engkau ditindas di bawah kektiasaannya.” Tetapi bersama-sama dengan tempelakan itu diberikan juga kata-kata penghiburan. “TUHAN telah mendengar tentang penindasan atasmu itu.” “Bahwa Aku akan membuatnya menjadi bangsa yang besar.” Dan sebagai satu pengingat yang tetap akan rahmat-Nya itu, ia diperintahkan untuk menamai anaknya itu Ismael, “TUHAN akan mendengar.” SPN 164.1
Apabila Abraham hampir mencapai usia seratus tahun, janji akan lahirnya anak itu diulangi kembali kepadanya, dengan satu jaminan bahwa pewaris di hari mendatang itu haruslah anak dari Sarah. Tetapi Abraham belum juga mengerti akan janji itu. Saat itu juga pikirannya kembali kepada Ismael, sambil berpegang kepada keyakinan bahwa melalui dia maksud Allah yang indah itu akan dilaksanakan. Dalam kasihnya kepada anaknya itu ia berseru, “Ah, sekiranya Ismael di perkenankan hidup di hadapan-Mu.” Kembali janji itu diberikan, dalam kata-kata yang tak dapat disalah mengerti, “Istrimu Saralah yang akan melahirkan anak laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai di Ishak, dan Aku akan mengadakan perjanjian-Ku dengan dia. Namun demikian Allah tidak mengabaikan begitu saja doa Abraham. Tentang Ismael, katanya, “Aku telah mendengarkan permintaanmu; ia akan Kuberkati... membuatnya menjadi bangsa yang besar.” SPN 164.2
Lahirnya Ishak, setelah ditunggu lama sekali, yang berarti kegenapan dari pada harapan yang diidam-idamkan itu, telah memenuhi kemah Abraham dan Sarah dengan suasana kegembiraan. Tetapi kepada Hagar kejadian ini merupakan satu kehancuran cita-cita yang diidamidamkannya itu. Ismael yang sekarang ini telah menjadi dewasa, telah dianggap oleh semua orang yang ada di dalam kemah itu sebagai ahli waris kekayaan Abraham, dan ahli waris berkat-berkat yang telah di-janjikan kepada turunannya. Sekarang dengan tiba-tiba ia telah disisihkan; dan di dalam kekecewaan mereka, ibu dan anaknya telah membenci anak Sarah itu. Kegembiraan orang banyak menambah kecemburuan mereka, sehingga Ismael secara terang-terangan berani mengolok-olok pewaris janji Allah itu. Sarah melihat di dalam cara pembawaan Ismael yang sukar dikendalikan itu, adanya satu sumber perpecahan yang tetap dan dia mengadu kepada Abraham, sambil men-desak agar Hagar dan Ismael diusir dari tenda mereka. Abraham terdesak kepada satu keadaan yang menyulitkan dirinya. Bagaimana dapat ia mengusir anaknya yang masih sangat dikasihinya itu? Di dalam kecemasannya itu ia memohon pimpinan Ilahi. Tuhan, melalui seorang malaikat suci, memerintahkan dia agar mengabulkan permintaan Sarah; kasihnya bagi Ismael atau Hagar tidak boleh dibiarkan menjadi penghalang, karena hanya dengan cara demikian saja kerukunan serta kebahagiaan keluarganya dapat dipulihkan kembali. Dan malaikat itu memberikannya janji penghiburan bahwa sekalipun terpisah dari rumah bapanya, Ismael tidak akan ditinggalkan oleh Allah, hidupnya akan dipelihara, dan ia akan menjadi bapa dari satu bangsa yang besar. Abraham mentaati perintah malaikat itu tetapi bukannya tanpa penderi-taan yang menyayat hati. Hati bapa itu tertekan oleh duka yang tak terkatakan apabila ia menyuruh Hagar dan anaknya pergi. SPN 165.1
Petunjuk yang diberikan kepada Abraham, yang menyinggung kesucian dari hubungan pernikahan, haruslah menjadi satu pelajaran bagi segala zaman. Hal itu menyatakan bahwa hak-hak dan kebahagiaan hubungan ini haruslah dijaga dengan hati-hati, sekalipun harus dengan pengorbanan yang besar. Sarah adalah satu-satunya istri Abraham yang sebenarnya. Tidak ada orang lain yang berhak untuk ambil bagian dalam hak-haknya sebagai seorang istri dan ibu. Ia menghormati suaminya dan di dalam hal ini ditampilkan dalam Perjanjian Baru sebagai satu teladan yang layak ditiru. Tetapi ia merasa tidak rela bahwa kasih Abraham harus diberikan kepada orang lain, dan Tuhan tidak menempelak tuntutannya untuk mengusir saingannya itu. Baik Abraham dan Sarah tidak mempercayai kuasa Allah, dan kesalahan inilah yang telah menyebabkan pernikahan dengan Hagar. SPN 165.2
Tuhan telah memanggil Abraham untuk menjadi bapa dari orang percaya, dan kehidupannya harus nyata sebagai satu teladan iman kepada generasi-generasi mendatang. Tetapi imannya tidaklah sempuma. Ia telah menunjukkan Roh tidak percaya akan Allah dengan menyembunyikan kenyataan bahwa Sarah adalah istrinya, dan lagi dalam pernikahannya dengan Hagar. Agar ia dapat mencapai ukuran yang tertinggi, Allah telah menghadapkannya kepada satu ujian yang lain, yang terberat yang pernah dihadapi manusia. Dalam satu khayal pada waktu malam ia diperintahkan untuk pergi ke bukit Moria, dan di sana mempersembahkan anaknya sebagai satu korban bakaran di atas satu gunung yang telah ditunjukkan kepadanya. SPN 166.1
Pada waktu menerima perintah ini, Abraham telah mencapai usia seratus dua puluh tahun. Ia telah dianggap sebagai seorang yang sudah tua, sekalipun di dalam generasinya. Di dalam usia mudanya ia adalah seorang yang kuat untuk menahan kesulitan-kesulitan, dan seorang yang berani untuk menghadapi mara bahaya, tetapi sekarang semangat kemudaannya telah tiada. Seseorang di dalam gairah kemudaannya boleh jadi dengan semangat sanggup untuk menghadapi kesulitan-kesulitan dan penderitaan yang akan menyebabkan hatinya gentar di masa tuanya, pada waktu kakinya sedang terhuyung-huyung menuju ke liang kubur. Tetapi Allah telah menyimpan ujian-Nya yang terakhir, dan yang paling berat bagi Abraham sampai kepada saat bilamana beban kehidupannya terasa berat di atas pundaknya, dan Abraham rindu untuk beristirahat dari kesusahan dan kecemasan. SPN 166.2
Abraham hidup di Bersyeba, dikelilingi oleh kemakmuran dan kehormatan. Ia sangat kaya dan dihormati oleh pemimpin-pemimpin di tempat itu; sebagai seorang penghulu yang gagah perkasa. Ribuan dom-ba dan temak menutupi padang-padang rumput yang terbentang di hadapan tendanya. Di mana-mana terlihat kemah hamba-hambanya, rumah ratusan hamba-hambanya, yang setia. Anak perjanjian itu telah bertumbuh menjadi seorang yang akil balig di sampingnya. Surga se-olah-olah telah memahkotai dengan berkat-berkatnya satu kehidupan pengorbanan di dalam kesabaran menunggu harapan yang kegenapannya lama tertunda. SPN 167.1
Di dalam penurutannya yang penuh iman, Abraham telah mening-galkan kampung halamannya—telah berpaling dan kuburan nenek moyangnya, dan rumah kaum keluarganya. Ia telah mengembara sebagai seorang asing di negeri pusakanya itu. Lama ia menunggu lahirnya anak perjanjian ini. Atas perintah Allah, ia telah menyuruh anaknya Ismael, supaya meninggalkannya. Dan sekarang, bilamana anak yang lama dirindu-rindukannya telah menjadi dewasa, dan Abraham kelihatannya telah dapat melihat wujud harapannya itu, satu ujian yang lebih berat dari semua yang lainnya, yang ada di hadapannya. SPN 167.2
Perintah itu dinyatakan dengan kata-kata yang pasti telah menyayatnyayat hati bapa itu: “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni lshak ... dan persembahkan dia di sana sebagai korban bakaran.” Ishak adalah terang rumah tangganya, penghibur di masa tuanya, di atas segala sesuatunya ahli waris dari pada berkat yang ljanjikan itu. Kehilangan seorang anak laki-laki seperti itu oleh kecelakaan ataupun penyakit, akan menghancurkan hati bapa yang berbahagia itu, itu akan membebani kepalanya yang sudah memutih itu dengan kedukaan; tetapi ia telah diperintahkan untuk mencurahkan darah anak itu oleh tangannya sendiri. Baginya seolah-olah hal itu merupakan se-suatu yang mustahil dan mengerikan. SPN 167.3
Setan ada di samping untuk membisikkan kepadanya bahwa ia pasti tertipu, karena hukum Allah perintahkan jangan membunuh, dan Allah tidak akan menuntut sesuatu hal yang pernah dilarangnya. Ia pergi ke luar dari kemahnya dan menengadah ke langit yang terang dan cerah tak berawan, dan mengingat kembali akan janji yang telah diadakan hampir lima puluh tahun sebelumnya, bahwa benihnya akan menjadi seperti bintang-bintang yang tak terhitung jumlahnya. Jikalau perjanjian ini akan digenapi melalui Ishak, bagaimana mungkin ia harus dibunuh? Abraham tergoda untuk mempercayai bahwa boleh jadi ia berada dalam lamunan. Dalam keragu-raguan dan kesedihannya ia sujud di atas bumi, dan berdoa, begitu rupa seperti yang belum pernah dilakukannya sebelumnya, ia meminta beberapa hal untuk meneguhkan perintah itu jikalau memang ia harus laksanakan tugas yang mengerikan itu. Ia mengingat malaikat-malaikat yang diutus untuk menyatakan kepadanya maksud Allah untuk membinasakan Sodom, dan menyampaikan kepadanya janji akan memperoleh Ishak anaknya, dan ia pergi ke tempat di mana beberapa kali ia telah bertemu dengan pesuruh-pesuruh surga itu, dengan pengharapan akan bertemu lagi dengan mereka itu serta menerima petunjuk-petunjuk lebih jauh; tetapi tidak seorang pun yang datang untuk menolongnya. Kegelapan seolah-olah menyelubunginya; tetapi perintah Allah berdengung di telinganya: “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak.” Perintah itu harus diturut dan ia tidak berlambat-lambatan. Harinya semakin dekat, dan ia harus memulai perjalanannya. SPN 167.4
Waktu kembali ke kemahnya, ia pergi ke tempat di mana Ishak sedang tertidur dengan nyenyaknya, anak muda itu tidur dengan tenangnya, dan pada wajahnya seolah-olah tidak ada tanda-tanda dosa. Sejenak lamanya bapa memandang kepada wajah anak yang dikasihinya itu, kemudian dengan gemetar ia tinggalkan tempat itu. Ia pergi ke sisi Sarah yang juga sedang tertidur. Haruskah ia membangunkan dia, agar sekali lagi memeluk anaknya? Haruskah ia menceritakan kepadanya akan tuntutan Allah itu? Ia rindu untuk mencurahkan segenap beban hatinya kepada istrinya itu, dan memberitahukan kepadanya tanggung jawab yang mengerikan itu; tetapi ia dicegah oleh rasa takut jangan-jangan ia akan menghalanginya. Ishak adalah anak kebanggaan dan kesukaannya; kehidupan Sarah terikat di dalam hidupnya, dan kasih ibu boleh jadi akan menolak pengorbanan seperti itu. SPN 168.1
Akhirnya Abraham membangunkan anaknya itu, dan menceritakan kepadanya tentang perintah untuk mempersembahkan korban di atas sebuah gunung yang jauh. Ishak sudah sering pergi dengan bapanya untuk berbakti di beberapa dari antara mezbah yang menjadi tanda pengembaraan bapanya, dan ajakan bapanya ini tidak menimbulkan rasa heran kepadanya. Persiapan untuk perjalanan itu dengan cepat diselesaikan. Kayu-kayu dipersiapkan dan diletakkan di atas keledainya, dan dengan disertai oleh dua orang hambanya mereka pun berangkatlah. SPN 169.1
Dengan berdampingan bapa dan anak itu menempuh perjalanan tanpa berkata-kata. Bapa itu, sambil merenung-renungkan rahasia yang menekan hatinya, tidak mempunyai hasrat untuk berkata-kata Pikirannya tetap tertuju kepada ibu yang bangga dan berbahagia itu, dan kepada hari bilamana ia akan pulang ke rumah seorang diri. Ia tahu dengan baik bahwa pisau itu akan menikam jantung ibunya apabila itu akan mencabut nyawa anaknya. SPN 169.2
Hari itu—hari yang terpanjang dalam pengalaman hidup Abraham dengan pelahan-lahan mendekati akhirnya. Sementara anaknya dan orang-orang muda itu tidur, ia gunakan malam itu untuk er oa, masi mengharapkan bahwa beberapa pesuruh surga akan datang, dan menga-takan bahwa ujian itu sudah cukup, bahwa anak muda itu boleh kembali dengan selamat, kembali kepada ibunya. Tetapi tidak ada yang datang untuk meringankan beban yang menindih jiwanya itu. Setan ada dekat untuk membisikkan kebimbangan dan tidak percaya, tetapi Abraham menolak anjuran-anjuran Iblis itu. Apabila mereka hendak memulaikan perjalanan mereka pada hari yang ketiga, bapa itu sambil memandang ke sebelah utara, melihat tanda yang dijanjikan, segumpal awan kemuliaan menaungi Gunung Moria, dan ia mengetahui bahwa suara yang telah berkata-kata itu berasal dari surga. SPN 169.3
Hingga sekarang ini ia tidak bersungut-sungut kepada Allah, tetapi menguatkan jiwanya dengan merenung-renungkan bukti-bukti tentang kebajikan dan kesetiaan Tuhan. Putranya ini telah diberikan dengan ti-dak diduga-duga; dan bukankah Dia yang telah memberikan pemberian indah ini mempunyai hak untuk mengambil kembali milik-Nya sendiri? Kemudian ia pun mengulangi janji itu, “Yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak”—satu benih yang jumlahnya tak terhitung seperti butir-butir pasir di tepi laut. Ishak adalah anak mukjizat dan tidak dapatkah kuasa yang telah memberikan hidup kepadanya itu memulihkan dia kembali? Memandang jauh di balik apa yang dapat dilihat, Abraham memahami kata-kata Ilahi, “karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati.” Ibrani 11:19. SPN 169.4
Tetapi tidak ada seorang pun kecuali Tuhan yang dapat mengerti betapa besamya pengorbanan seorang bapa dalam menyerahkan anaknya kepada kematian; Abraham menghendaki agar jangan seorang pun kecuali Allah yang akan menyaksikan perpisahan itu. Ia memerintahkan hamba-hambanya untuk menunggu di belakang, sambil berkata, “Aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu.” Kayu-kayu itu diletakkan di atas pundak Ishak, seorang yang akan dipersembahkan, bapa membawa pisau dan api, dan bersama-sama mereka naik ke puncak gunung, anak muda itu dengan diam-diam bertanya-tanya dari manakah, di tempat yang begitu jauh dari kandang dan dari kawanan domba, korban itu akan datang. Akhimya ia berbicara, “Bapa” “di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?” O, betapa satu ujian! Betapa kata mesra “bapaku” itu menembus jantung Abraham! Belum—ia belum dapat menceritakannya sekarang ini. “Anakku,” katanya, “Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya.” SPN 170.1
Di tempat yang telah ditetapkan mereka mendirikan sebuah mezbah dan meletakkan kayu itu di atasnya. Kemudian, dengan suara yang gemetar, Abraham memaparkan kepada anaknya tentang pekabaran Ilahi itu. Adalah dengan disertai rasa gentar dan heran, Ishak mengetahui akan nasibnya, tetapi ia tidak menolak. Sebenarnya ia dapat melarikan diri dari kematiannya itu, kalau saja ia mau berbuat demikian; orang tua yang dipenuhi kesedihan itu, yang telah merasa kepayahan setelah bergumul dengan hebatnya selama tiga hari, tidak dapat menolak keinginan orang muda yang masih kuat itu. Tetapi Ishak telah dilatih sejak kecilnya untuk selalu siap menurut, dan apabila maksud-maksud Allah dinyatakan kepadanya, ia menunjukkan satu penyerahan yang sukarela. Ia adalah seorang yang ikut ambil bagian dalam iman Abraham dan ia merasa satu kehormatan untuk dipanggil menyerahkan hidupnya sebagai satu persembahan kepada Allah. Dengan lemah lembut ia berusaha un-tuk meringankan kesedihan hati banya, dan menolong tangan apanya yang lemah mengikatkan tali yang mengikat tubuhnya ke mezbah itu. SPN 170.2
Dan sekarang kata-kata kasih yang terakhir diucapkan, tetesan air mata yang terakhir berderai, pelukan yang terakhir dilakukan Bapa mengangkat pisau itu untuk menyembelih anaknya, dan tiba-tiba tangan-nya tertahan. Seorang malaikat berseru dari surga kepadanya, “Abraham, Abraham.” Dengan cepat ia menjawab, “Ya, Tuhan!” Dan kembali suara itu terdengar: “Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan ana mu yang tunggal kepada-Ku.” SPN 171.1
Kemudian Abraham melihat “seekor domba jantan di belakangnya, yang tanduknya tersangkut dalam belukar, dan dngan cepa ia mengambil korban yang baru itu,dan ia mempersembahkannya sebagai “pengganti anaknya”. Di dalam kegembiraan dan rasa syukuraya, Abraham memberikan satu nama yang baru bagi tempat yang suci itu ‘’TUHAN menyediakan.” SPN 171.2
Di atas Gunung Moria, Allah kembali memperbarui perjanjian-Nya, meneguhkan dengan satu sumpah yang khidmat akan berkat kepada Abraham, dan kepada benihnya sepanjang generasi-generasi men a ang. “Aku bersumpah demi diri-Ku sendiri-demikianlah firman TUHAN-: Karena engkau telah berbuat demikian, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku, maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, dan keturunanmu itu akan menduduki kota-kota musuhnya. Oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku.” SPN 171.3
Perbuatan iman Abraham yang besar itu berdiri sebagai satu menara terang, yang menerangi jalan hamba-hamba Allah di sepanjang zaman yang berikutnya. Abraham tidak mencoba untuk mencari maaf bagi dirinya untuk tidak menurut kepada kehendak Allah. Selama perjalanan tiga hari itu ia mempunyai cukup waktu untuk berdalih dan meragukan Tuhan jikalau ia mau menyerah kepada kebimbangan. Ia dapat berdalih bahwa dengan mengorbankan anaknya itu, ia bisa dianggap sebagai seorang pembunuh, seorang Kain yang kedua; bahwa hal itu akan mengakibatkan pengajarannya ditolak dan dicemoohkan, dan dengan demikian melenyapkan kekuasaannya untuk berbuat baik kepada sesama manusia. Ia bisa saja mengatakan bahwa usianya itu harus membebaskannya dari penurutan. Tetapi Abraham tidak mau berlindung di bawah dalih-dalih ini. Abraham adalah seorang manusia; nafsu dan sifat-sifatnya adalah sama dengan kita; tetapi ia tidak bertanya-tanya bagaimana janji itu dapat digenapi jikalau Ishak harus disembelih. Ia tidak berdalih-dalih dengan hatinya yang luka itu. Ia mengetahui bahwa Allah adalah adil dan benar di dalam segala tuntutan-Nya; dan ia menurut akan perintah itu dengan sesungguh-sungguhnya. SPN 171.4
“Lalu percayalah Abraham kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran. Karena itu Abraham disebut: ‘Sahabat Allah.’” Yakobus 2:23. Dan Paulus berkata, .. Bahwa mereka yang hidup dari iman, mereka kulah anak-anak Abraham, ” Galatia 3:7. “Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah? Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempuma.” Yakobus 2:21,22. Banyak orang yang gagal memahami hubungan, antara iman dan perbuatan. Mereka berkata, “Percaya saja dalam Kristus maka engkau selamat. Engkau tidak perlu menurut akan hukum itu.” Tetapi iman yang sejati akan nyata dalam penurutan. Kata Kristus kepada orang-orang Yahudi yang tidak percaya itu, “Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham.” Yohanes 8:39. Dan mengenai bapa dari pada orang yang percaya Tuhan berkata, “Abraham telah mendengarkan firman-Ku dan memelihara kewajibannya kepada-Ku, yaitu segala perintah, ketetapan dan hukum-Ku.” Kejadian 26:5. Kata Rasul Yakobus, “Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakikatnya adalah mati.” Yakobus 2:17. Dan Yohanes, yang merenung-renungkan dengan dalam akan kasih itu, mengatakan kepada kita, “Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya 1 Yohanes 5:3. SPN 172.1
Melalui lambang dan janji, Allah “terlebih dahulu memberitakan Injil kepada Abraham.” Galatia 3:8. Dan iman Abraham tertuju kepada Penebus yang akan datang. Kata Kristus kepada orang Yahudi, Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita.” Yohanes 8:56. Domba jantan yang dikorbankan sebagai pengganti Ishak melambangkan Anak Allah yang akan dikorbankan sebagai pengganti kita. Pada waktu manusia dijatuhi hukuman mati oleh sebab pelanggarannya terhadap hukum Allah, Bapa, sambil memandang kepada Anak-Nya, berkata kepada orang berdosa, “Hiduplah; karena Aku, telah mendapati satu tebusan.. SPN 173.1
Adalah untuk meninggalkan kesan kepada pikiran Abraham dengan kenyataan dari pada Injil, sebagaimana juga untuk menguji imannya, bahwa Allah telah memerintahkannya untuk menyembelih anaknya. Kesedihan yang ia derita selama hari-hari ujian yang gelap dan hebat itu, dibiarkan terjadi kepadanya agar dia dapat mengerti dari (pengalamannya sendiri) sesuatu mengenai kebesaran dari pada pengorbanan yang diadakan oleh Allah, yang Mahakuasa untuk penebusan manusia. Tidak ada ujian lain yang dapat mengakibatkan Abraham menderita tekanan jiwa yang begitu hebat seperti dengan cara mengorbankan anaknya. Allah telah menyerahkan Anak-Nya kepada satu kematian yang hina dan menderita. Malaikat-malaikat yang menyaksikan kehinaan serta tekanan jiwa yang dialami oleh Anak Allah tidak diizinkan untuk campur tangan, sebagaimana dalam masalah Ishak. Tidak ada suara yang berseru, sudah cukup”. Untuk menyelamatkan umat yang berdosa, Raja kemuliaan itu telah menyerahkan hidup-Nya. Bukti yang lebih kuat apakah yang diberikan tentang belas kasihan serta kasih Allah yang tidak terbatas itu? Ia yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkanNya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” Roma 8:32. SPN 173.2
Pengorbanan yang dituntut dari Abraham bukan saja untuk kebaikannya sendiri atau hanya untuk keuntungan daripada generasi mendatang; tetapi itu juga untuk menjadi pelajaran bagi penghuni surga dan dunia-dunia lain yang tidak berdosa. Arena pertarungan antara Kristus dan Setan—karena di mana rencana penebusan itu dilaksanakan—adalah merupakan sebuah buku pelajaran bagi alam semesta. Oleh sebab Abraham telah menunjukkan satu kekurangan iman di dalam janji-janji Allah, Setan telah menuduh di hadapan maiaikat-malaikat dan di hadapan Allah bahwa dia telah gagal untuk memenuhi syarat perjanjian itu, dan dia tidak layak untuk menerima berkat-berkatnya, Allah ingin membuktikan kesetiaan hamba-Nya di hadapan segenap surga, untuk menunjukkan bahwa tidak ada sesuatu selain penurutan yang sempuma dapat diterima, dan untuk menyatakan dengan lebih jelas di hadapan mereka rencana keselamatan itu. SPN 174.1
Makhluk-makhluk surga adalah saksi-saksi dari peristiwa tatkala iman Abraham dan penyerahan diri Ishak diuji. Ujian itu lebih hebat daripada apa yang sudah dihadapkan kepada Adam. Penurutan terhadap larangan yang telah dikenakan kepada leluhur kita yang pertama tidak mencakup penderitaan, tetapi perintah yang diberikan kepada Abraham menuntut pengorbanan yang amat menyayat hati. Segenap surga memandang dengan keheran-heranan serta dengan rasa kagum akan penurutan Abraham yang tidak dapat digoyahkan itu. Segenap surga bersorak-sorak melihat kesetiaannya itu. Tuduhan Setan dinyatakan sebagai tuduhan palsu. Allah menyatakan tentang hamba-Nya itu, “Sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah (sekalipun ada tuduhan Setan), dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku.” Perjanjian Allah, yang diteguhkan kepada Abraham oleh satu sumpah di hadapan penduduk dunia lain, menyaksikan bahwa penurutan akan diberi pahala. SPN 174.2
Adalah sukar, sekalipun kepada maiaikat-malaikat untuk memahami rahasia penebusan—untuk mengerti bahwa Pemimpin surga, Anak Allah itu harus mati bagi manusia yang berdosa. Pada waktu perintah diberikan kepada Abraham untuk menyerahkan anaknya, perhatian segenap makhluk surga tertarik akan hal itu. Dengan sungguh-sungguh mereka mengamat-amati setiap langkah di dalam penggenapan perintah ini. Kepada pertanyaan Ishak, “Di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?” Abraham menjawab, “Allah akan menyediakan bagi diri-Nya seekor anak domba,” dan pada waktu tangan bapa ditahankan pada saat hendak menyembelih anaknya, dan domba jantan yang telah disediakan Allah itu dipersembahkan sebagai ganti Ishak—barulah terang itu terpancar ke atas rahasia penebusan itu, dan malaikat-malaikat sekalipun mengerti dengan lebih jelas akan perbuatan yang ajaib, yang telah diadakan Allah bagi keselamatan manusia. 1 Petrus 1:12. SPN 174.3