Sejarah Para Nabi
3. Penggodaan dan Kejatuhan
Oleh karena tidak ada lagi kebebasan untuk membangkitkan pemberontakan di surga, permusuhan Setan terhadap Tuhan mendapat satu arena baru dalam rencananya untuk menghancurkan umat manusia. Di dalam kebahagiaan dan damai yang dinikmati oleh pasangan yang suci di Eden, ia melihat satu gambaran kemuliaan yang telah hilang dari padanya untuk selama-lamanya. Didorong oleh rasa iri hati, ia bertekad untuk menghasut mereka agar memberontak, dan mendatangkan kepada mereka kesalahan dan hukuman dosa. Ia akan mengubah kasih mereka menjadi sifat tidak percaya, dan nyanyian pujian mereka menjadi kata-kata celaan terhadap Khalik mereka. Dengan demikian ia bukan saja akan menjerumuskan makhluk-makhluk yang tidak berdosa ini ke dalam penderitaan yang sama yang sedang dialaminya tetapi juga akan mendatangkan celaan kepada Allah, dan menimbulkan kedukaan di dalam surga. SPN 46.1
Leluhur kita yang pertama tidaklah dibiarkan begitu saja tanpa mendapat amaran lebih dulu tentang bahaya yang mengancam mereka. Pesuruh-pesuruh surga membeberkan kepada mereka sejarah kejatuhan Setan dan rencananya untuk membinasakan mereka, menjelaskan dengan lebih sempuma sifat pemerintahan Ilahi, yang sedang dicoba untuk digulingkan oleh penghulu kejahatan itu. Adalah oleh pelanggaran terhadap perintah Allah yang adil bahwa Setan dan segala pengikutnya telah jatuh. Kalau demikian, betapa pentingnya bahwa Adam dan Hawa harus menghormati hukum itu, yang olehnya saja keselarasan dan keadilan mungkin untuk dipertahankan. SPN 46.2
Hukum Allah adalah sama sucinya seperti Allah sendiri. Itu adalah satu pernyataan kehendak-Nya, satu pernyataan tertulis dari tabiat-Nya, pernyataan dari kasih dan hikmat Ilahi. Keselarasan alam semesta ini bergantung atas penurutan yang sempuma dari segala makhluk, dari segala sesuatu baik benda hidup atau benda mati, terhadap hukum Khalik itu. Tuhan telah menetapkan undang-undang bagi pemerintahan, bukan saja bagi makhluk-makhluk hidup tetapi juga bagi seluruh kegiatan dalam alam ini. Segala sesuatu berada di bawah hukum yang tak dapat diubah dan yang tidak dapat diabaikan. Tetapi sementara segala sesuatu di dalam alam diperintah oleh hukum alam, hanya manusia saja dari segala penduduk bumi ini, yang bertanggung jawab terhadap hukum moral. Kepada manusia, makhluk ciptaan yang paling mulia, Allah telah memberikan kuasa untuk mengerti akan tuntutan-tuntutan-Nya, mengerti akan keadilan serta kebajikan hukum-Nya dan tuntutan yang suci dari pada hukum itu terhadap dirinya; dan dari manusia dituntut penurutan yang tetap. SPN 47.1
Sebagaimana halnya maiaikat-malaikat, penghuni Eden pun ditempat-kan dalam masa percobaan; kebahagiaan mereka hanya dapat dipertahan-kan dengan syarat kesetiaan terhadap undang-undang Khalik itu. Mereka dapat menurut dan hidup atau melanggar dan binasa. Tuhan telah menjadikan mereka sebagai penerima berkat-berkat-Nya yang limpah; tetapi kalau mereka melanggar kehendak-Nya, Ia yang tidak membiarkan maiaikat-malaikat yang berbuat dosa itu, tidak juga dapat membiarkan mereka begitu saja; pelanggaran akan meniadakan pemberianpemberian-Nya dan mendatangkan kepada mereka penderitaan dan kebinasaan. SPN 47.2
Maiaikat-malaikat mengamarkan mereka supaya selalu waspada terhadap tipu daya Setan, karena usahanya untuk menjerat mereka tidak pernah mengenal lelah. Selagi mereka taat kepada Allah si jahat itu tidak akan dapat membinasakan mereka; karena, bila perlu, setiap malaikat di surga akan disuruh untuk menolong mereka. Jikalau mereka tetap menolak bujukannya yang pertama, mereka akan selamat sama seperti pesuruh-pesuruh surga itu. Tetapi sekali saja mereka menyerah kepada godaan itu, keadaan mereka akan menjadi begitu merosot sehingga di dalam diri mereka sendiri mereka tidak mempunyai kuasa atau kesanggupan untuk menentang Setan. SPN 47.3
Pohon pengetahuan baik dan jahat telah dijadikan sebagai satu ujian penurutan serta kasih mereka kepada Tuhan. Tuhan telah melihat bahwa tepatlah untuk menghadapkan kepada mereka hanya satu larangan saja terhadap penggunaan segala sesuatu yang ada di dalam taman itu; tetapi jikalau mereka melanggar kehendak-Nya di dalam hal yang tertentu ini; mereka akan mendatangkan ke atas diri mereka kesalahan dari pada pelanggaran itu. Setan tidak dapat terus menerus mencobai mereka; ia dapat menggoda mereka hanya melalui pohon yang dilarang itu. Kalau mereka berani mencoba untuk menyelidiki keadaan pohon itu mereka akan terbuka kepada muslihatnya. Mereka dinasihati supaya memperhatikan dengan saksama amaran yang diberikan Tuhan kepada mereka dan untuk merasa puas dengan petunjuk yang telah diberikanNya dengan sepatutnya. SPN 48.1
Agar supaya dapat melaksanakan pekerjaannya tanpa kelihatan, Setan telah memilih menggunakan ular sebagai alatnya satu alat yang tersembunyi yang telah disesuaikan dengan usaha penipuannya. Pada waktu itu ular adalah salah seekor makhluk yang paling cerdik dan paling indah di bumi ini. Dia mempunyai sayap dan bilamana terbang di udara ia memberikan satu penampilan yang berkilauan serta memiliki warna keemasan yang indah dan menarik. Hinggap di atas dahan yang sarat oleh buah-buah yang dilarang itu sambil memuaskan dirinya dengan buah yang lezat itu, ia merupakan satu hal yang menarik perhatian dan menyukakan mata yang memandangnya. Demikianlah di dalam taman yang penuh damai itu menyelinap si pembinasa itu sambil mengamatamati mangsanya. SPN 48.2
Maiaikat-malaikat telah mengamarkan Hawa agar jangan memisahkan diri dari suaminya sementara sedang asyik dengan pekerjaan mereka sehari-hari dalam taman itu; bersama-sama dengan suaminya ia berada dalam bahaya pencobaan yang lebih kecil daripada kalau ia berjalan sendirian. Tetapi sedang asyik dalam tugas yang menyenangkan itu, dengan tidak sadar ia telah meninggalkan suaminya. Pada waktu ia menyadari bahwa ia sendirian ia merasakan adanya bahaya, tetapi sambil mengusir rasa takutnya itu, ia merasa bahwa ia mempunyai akal budi dan kekuatan yang cukup untuk mengetahui serta menolak yang jahat. Dengan tidak mengindahkan amaran-amaran maiaikat-malaikat segera ia mendapati dirinya sedang melihat-lihat pohon yang dilarang itu dengan perasaan ingin tahu bercampur dengan rasa kekagumannya. Buahnya memang indah sekali, dan ia bertanya-tanya dalam dirinya mengapa Tuhan telah menahan buah ini dari mereka. Sekarang adalah kesempatan untuk si penggoda itu. Seakan-akan mengetahui apa yang sedang dipikirpikirkan oleh Hawa, ia berkata kepada perempuan itu: “Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?” Hawa merasa heran dan terkejut karena seolah-olah ia dapat mendengar gema dari pikirannya. Tetapi ular itu meneruskan dengan suatu suara yang merdu, memberikan pujian akan kecantikannya; dan kata-katanya bukanlah sesuatu yang tidak menyenangkan. Gantinya lari dari tempat itu ia tetap berdiri di sana sambil mengagumi seekor ular yang dapat berkata-kata. Kalau saja ia telah disapa oleh suatu makhluk seperti maiaikat-malaikat, rasa takutnya akan bangkit; tetapi ia tidak pernah memikirkan bahwa ular yang indah itu dapat dijadikan sebagai satu alat musuh yang sudah jatuh ke dalam dosa. SPN 48.3
Menjawab pertanyaan si penggoda itu ia berkata: “Buah pohonpohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati. Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” SPN 49.1
Sambil memakan buah pohon itu, ia mengatakan, bahwa mereka akan tiba kepada suatu keadaan hidup yang lebih mulia dan memasuki satu bidang pengetahuan yang lebih luas lagi. Ia sendiri telah memakan buah yang dilarang itu dan sebagai akibatnya, ia telah memperoleh kesanggupan untuk berkata-kata. Dan ia telah menghasutnya sambil mengatakan bahwa Tuhan didorong oleh rasa cemburu telah menahan buah ini dari mereka, agar jangan mereka itu menjadi setara dengan diri-Nya. Adalah disebabkan oleh karena khasiatnya yang ajaib, yang dapat memberikan hikmat dan kuasa, sehingga Ia telah melarang mereka untuk mengecap bahkan menjamahnya. Si penggoda itu menjelaskan bahwa amaran Ilahi itu tidak akan menjadi satu kenyataan; itu hanya sekadar menakut-nakuti mereka. Bagaimana mungkin mereka itu akan mati? Bukankah mereka sudah memakan buah pohon alhayat? Tuhan sedang berusaha mencegah mereka jangan tiba kepada satu keadaan yang lebih mulia dan memperoleh kebahagiaan yang lebih besar. SPN 49.2
Begitulah cara Setan bekerja sejak zaman Adam sampai sekarang ini, dan melalui cara ini ia telah beroleh hasil yang gemilang. Ia menggoda manusia untuk meragukan kasih Allah dan hikmat-Nya. Ia senantiasa berusaha membangkitkan roh ingin tahu yang tidak hormat, satu keinginan yang didorong oleh rasa gelisah dan bertanya-tanya untuk mendalami rahasia hikmat serta kuasa Ilahi. Di dalam usaha mereka untuk menyelidiki apa yang disembunyikan Tuhan dari mereka, banyak orang telah mengabaikan kebenaran-kebenaran yang telah dinyatakanNya dan yang perlu bagi keselamatan. Setan menggoda manusia untuk berbuat pelanggaran oleh memimpin mereka untuk mempercayai bahwa mereka sedang memasuki satu bidang pengetahuan yang ajaib. Tetapi semuanya ini adalah suatu penipuan belaka. Dirangsang oleh keinginan untuk lebih maju, mereka, dengan menginjak-injak tuntutan Allah, sedang menjejakkan kaki mereka pada jalan yang menuntun mereka kepada kemerosotan dan kebinasaan. SPN 50.1
Setan menyatakan kepada pasangan yang suci itu, bahwa mereka akan menjadi orang-orang yang beruntung dengan melanggar hukum Allah. Bukankah dewasa ini juga kita mendengar ucapan yang sama ini? Banyak orang yang membicarakan tentang kepicikan dari pada mereka yang mentaati hukum Allah, sementara mereka sendiri mengaku mempunyai pendapat yang lebih luas dan menikmati kebebasan yang lebih besar. Apakarh makna hal ini selain daripada satu gema dari suara di Eden, “Pada hari engkau makan buah itu”melanggar tuntutan Ilahi”engkau akan menjadi seperti Allah?” Setan mengaku telah menerima perkara-perkara yang baik dengan jalan memakan buah yang dilarang itu, tetapi ia tidak memperlihatkan bahwa oleh pelanggaran itu ia sudah terbuang dari surga. Sekalipun ia telah mendapati bahwa dosa itu mengakibatkan satu kerugian yang tidak terhitung, ia telah menyembunyikan penderitaannya agar dapat menarik orang lain kepada keadaan yang sama. Demikian juga sekarang ini orang-orang yang melanggar berusaha untuk menyembunyikan tabiat mereka yang sebenarnya; boleh jadi ia mengaku suci; tetapi pengakuannya yang tinggi itu hanyalah menjadikan dirinya sebagai seorang penipu yang berbahaya. Ia berada di pihak Setan, menginjak-injak hukum Allah dan memimpin orang lain untuk berbuat hal yang sama, yang akan mengakibatkan kebinasaan mereka. SPN 50.2
Hawa dengan sungguh-sungguh mempercayai kata-kata Setan, tetapi kepercayaannya itu tidaklah menyelamatkan dia dari hukuman dosa. Ia tidak mempercayai firman Allah dan inilah yang telah menyebabkan kejatuhannya. Dalam penghakiman, manusia tidak dihukum oleh karena mereka dengan sadar mempercayai satu dusta melainkan oleh karena mereka tidak mempercayai kebenaran, oleh karena mereka melalaikan kesempatan untuk mempelajari apakah kebenaran itu. Sekalipun adanya muslihat Setan untuk berbuat yang sebaliknya, adalah selalu berbahaya untuk tidak menurut Tuhan. Kita harus menetapkan hati untuk mengetahui apakah kebenaran itu. Segala pelajaran yang Tuhan telah sengaja mencatatnya di dalam firman-Nya adalah untuk menjadi amaran serta petunjuk bagi kita. Semuanya itu diberikan untuk menyelamatkan kita dari penipuan. Melalaikan semua itu berarti kehancuran kepada kita. Apa pun yang bertentangan dengan firman Allah, kita dapat memastikan bahwa itu berasal dari Setan. SPN 51.1
Ular itu memetik buah pohon yang dilarang itu dan meletakkannya di tangan Hawa yang merasa agak ragu-ragu. Kemudian ia mengingatkan kepadanya akan kata-katanya sendiri bahwa Tuhan telah melarang mereka untuk menjamahnya agar jangan mereka mati. Ia tidak akan menderita sesuatu yang lebih besar dengan memakan buah itu katanya, daripada dengan menjamahnya. Melihat bahwa tidak ada akibat buruk apa-apa yang terjadi terhadap apa yang diperbuatnya, Hawa menjadi lebih berani. Tatkala ia melihat “bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya.” Memang rasanya sedap dan bilamana ia memakannya, ia seolah-olah merasakan adanya satu kuasa yang menggairahkan hidupnya dan membayangkan bahwa ia sedang memasuki suatu kehidupan yang lebih mulia. Tanpa perasaan takut sedikit pun ia memetik dan memakannya. Dan sekarang, setelah ia melakukan pelanggaran, ia menjadi alat Setan dalam membinasakan suaminya. Dengan satu perasaan gembira yang aneh dan ganjil, dengan tangan yang dipenuhi oleh buah-buahan yang dilarang itu, ia mencari suaminya dan menceritakan segala sesuatu yang terjadi. SPN 51.2
Suatu gambaran kesedihan terlukis pada wajah Adam. Ia kelihatan keheran-heranan dan takut. Terhadap perkataan Hawa ia menjawab bahwa ini tentunya adalah musuh terhadap siapa mereka telah diamarkan; dan oleh hukuman Ilahi ia harus mati. Sebagai jawabnya Hawa mendesak untuk memakan buah itu, sambil mengulangi kata-kata ular itu bahwa mereka pasti tidak akan mati. Ia mengatakan bahwa hal ini tentunya benar karena ia tidak merasakan adanya bukti-bukti kemarahan Allah, malahan sebaliknya ia menyadari adanya suatu pengaruh yang nikmat dan menyegarkan yang merangsang segenap jiwanya dengan satu kehidupan yang baru sedemikian rupa sehingga, menurut pikirannya, inilah yang mengilhami pesuruh-pesuruh surga. SPN 52.1
Adam mengerti bahwa pasangannya telah melanggar perintah Allah, mengabaikan satu-satunya larangan yang dihadapkan kepada mereka sebagai satu alat penguji akan kesetiaan dan kasih mereka. Di dalam pikirannya terjadi suatu pergumulan yang hebat. Ia menyesal bahwa ia telah membiarkan Hawa pergi dari sisinya. Tetapi kini hal itu telah terjadi; ia harus berpisah dari dia dengan siapa pergaulannya telah membahagiakannya. Bagaimana ia dapat berpikir demikian? Adam telah menikmati persahabatan dengan Allah dan maiaikat-malaikat yang suci. Ia telah memandang akan kemuliaan Khalik itu. Ia mengetahui adanya nasib yang mulia yang akan menjadi bagian umat manusia kalau saja mereka tetap setia kepada Tuhan. SPN 52.2
Tetapi segala berkat-berkat ini hilang lenyap dari pandangannya karena rasa takut akan kehilangan pemberian yang satu itu yang dalam pemandangan matanya lebih berharga daripada segala sesuatu yang lainnya. Kasih, rasa syukur, kesetiaan kepada Khalik itu, semuanya ditelan oleh cinta kepada Hawa. Ia adalah sebagian dari pada dirinya dan ia tidak dapat membayangkan untuk dapat berpisah dari padanya. Adam tidak menyadari bahwa kuasa yang tidak terbatas itu, yang dari lebu tanah telah menciptakan dirinya menjadi satu makhluk yang hidup dan indah serta di dalam kasih telah memberikan kepadanya seorang sahabat, akan dapat memberikan penggantinya. Ia mengambil keputusan untuk ambil bahagian dalam nasib perempuan itu; jikalau Hawa harus mati ia akan mati bersama-sama. Apakah tidak mungkin, pikirnya, bahwa kata-kata ular yang bijaksana itu berisi kebenaran? Hawa berdiri di hadapannya, seindah dan kelihatannya sesuci seperti sebelum ia berbuat pelanggaran. Hawa menyatakan cinta yang lebih besar kepadanya dibandingkan dengan sebelumnya. Tidak terlihat adanya tanda-tanda kematian pada diri Hawa dan Adam bertekad untuk menanggung segala akibatnya. Dengan cepat ia mengambil buah itu dan memakannya. SPN 53.1
Setelah pelanggaran itu, Adam mula-mula membayangkan bahwa ia sedang memasuki satu keadaan hidup yang lebih tinggi. Tetapi dengan segera pemikiran tentang dosanya itu memenuhi dirinya dengan rasa kegentaran. Udara yang dulunya bersuhu sejuk sama di mana-mana, kasih dan damai yang selama ini mereka nikmati sekarang telah lenyap, dan sebagai gantinya mereka dipenuhi oleh suatu perasaan berdosa, satu kegentaran dalam menghadapi hari depan, satu ketelanjangan jiwa. Jubah cahaya yang menyelubungi mereka sekarang telah hilang dan sebagai penggantinya mereka berusaha membuat satu alat penutup bagi diri mereka; oleh karena dalam keadaan telanjang mereka tidak dapat memandang mata Allah dan maiaikat-malaikat suci. SPN 53.2
Sekarang baru mereka mulai melihat sifat yang sebenarnya dari pada dosa mereka. Adam mempersalahkan pasangannya atas kebodohannya sehingga telah pergi dari sampingnya dan membiarkan dirinya ditipu oleh ular itu; tetapi kedua-duanya mencoba menghibur diri dengan mengatakan bahwa Ia yang telah memberikan kepada mereka begitu banyak bukti tentang kasih-Nya akan mengampuni pelanggaran yang satu ini, atau juga mereka tentunya tidak akan dijatuhi satu hukuman yang terlalu berat sebagaimana yang mereka takuti. SPN 53.3
Setan merasa gembira atas suksesnya itu. Ia telah berhasil menggoda Hawa untuk tidak percaya akan kasih Allah, meragukan hikmat-Nya serta melanggar hukum-Nya dan melalui Hawa ia telah berhasil menjatuhkan Adam. SPN 54.1
Tetapi saatnya hampir tiba bilamana Pemberi hukum yang agung itu akan menyatakan kepada Adam dan Hawa akibat-akibat pelanggaran mereka. Kehadiran Ilahi dinyatakan di dalam taman itu. Di dalam keadaan mereka yang tidak bersalah dan suci mereka dengan kesukaan menyambut kedatangan Khalik mereka; tetapi sekarang mereka lari ketakutan dan berusaha untuk bersembunyi di antara pepohonan yang lebat di taman itu. Tetapi “TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: ‘Di manakah engkau?’ Ia menjawab: ‘Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi.’ Firman-Nya: ‘Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?’” SPN 54.2
Adam tidak dapat menyangkal atau mencari dalih akan dosanya itu; tetapi gantinya menyatakan pertobatan, ia berusaha untuk melemparkan kesalahan atas diri istrinya, dan dengan demikian berarti kepada Tuhan sendiri: “Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.” Ia yang oleh karena cintanya kepada Hawa, dengan sengaja telah memilih meninggalkan kehendak Allah, rumahnya di Firdaus dan satu kehidupan yang kekal yang penuh kesukaan, sekarang, setelah berdosa, berusaha menjadikan kawannya itu, bahkan Khalik itu sendiri, bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut. Sungguh hebat kuasa dosa. SPN 54.3
Pada waktu perempuan itu ditanya, “Apakah yang telah kau perbuat ini?” Ia menjawab, “Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan.” “Mengapakah Engkau menciptakan ular itu? Mengapakah Engkau membiarkan ular itu masuk ke dalam taman Eden?” inilah sebenarnya yang dimaksudkan dalam pertanyaan Hawa itu sebagai dalih terhadap dosanya. Dengan demikian, seperti Adam, ia menuduh Allah bertanggung jawab atas kejatuhan mereka ke dalam dosa. Roh membenarkan diri berasal dari bapa segala dusta; itu dimanjakan oleh leluhur kita yang pertama segera setelah mereka menyerah kepada pengaruh Setan dan telah dinyatakan oleh semua keturunan Adam. Gantinya dengan rendah hati mengaku dosa-dosa mereka, mereka mencoba membela diri dengan melemparkan kesalahan ke atas diri orang lain, terhadap keadaan sekeliling, atau terhadap Allah—menjadikan berkat-berkat-Nya sekalipun sebagai satu sebab untuk bersungut-sungut kepada-Nya. SPN 54.4
Kemudian Tuhan menjatuhkan hukuman ke atas ular itu: “Karena engkau berbuat demikian, terkutuklah engkau di antara segala temak dan di antara segala binatang hutan; dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu.” Kejadian 3:14. Oleh karena ia telah digunakan sebagai alat Setan, ular itu harus mendapat bagian dalam hukuman Ilahi. Dari makhluk yang dulunya paling indah dan paling dikagumi dari antara segala makhluk yang ada di bumi ini, sekarang ia harus menjadi binatang yang paling menjijikkan dan paling hina dari semuanya, ditakuti dan dibenci baik oleh manusia ataupun binatang buas lainnya. Kata-kata selanjutnya yang ditujukan kepada ular itu berlaku kepada Setan sendiri, menunjukkan kepada masa yang akan datang kepada kekalahan dan kehancurannya yang terakhir: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” (Kejadian 3:15). SPN 55.1
Kepada Hawa diberitahukan tentang kesedihan serta penderitaan yang harus menjadi bagiannya semenjak saat itu. Dan Tuhan berkata, “Engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu.” Pada waktu penciptaan Tuhan telah menjadikan Hawa setara dengan Adam. Jikalau mereka tetap menurut kepada Allah selaras dengan hukum kasih-Nya yang besar itu, mereka akan senantiasa selaras satu dengan yang lain; tetapi dosa telah mendatangkan perselisihan, dan sekarang kerukunan mereka dapat dipertahankan, dan keselarasan mereka dapat dipelihara hanya bilamana salah satu dari antara mereka mengalah. Hawa adalah yang lebih dahulu berbuat pelanggaran; dan ia telah jatuh ke dalam pencobaan oleh memisahkan diri dari pasangannya, satu hal yang bertentangan dengan petunjuk Ilahi. Oleh bujukannya Adam telah berbuat dosa dan sekarang ia berada di bawah perintah suaminya. Jikalau prinsipprinsip yang terkandung di dalam hukum Allah ditaati oleh umat manusia yang telah berdosa itu, hukuman ini, sekalipun timbul sebagai akibat dosa, akan menjadi satu berkat bagi mereka; tetapi penyalahgunaan kaum pria terhadap kekuasaan yang telah diberikan kepada mereka itu sering mengakibatkan nasib kaum wanita menjadi sangat getir dan menjadikan hidup mereka sebagai satu beban. SPN 55.2
Hawa telah menikmati satu kebahagiaan yang sempuma di samping suaminya di rumahnya yang di Eden itu; tetapi, seperti Hawa-Hawa modem yang selalu gelisah, ia tertipu oleh pengharapan bahwa ia akan memasuki satu keadaan yang lebih mulia dari apa yang telah ditetapkan Allah kepadanya. Dalam usahanya untuk naik lebih tinggi daripada kedudukannya yang semula, ia telah jatuh jauh lebih rendah dari keadaan itu. Akibat yang sama akan menimpa semua orang yang tidak mau menerima dengan senang hati akan tugas mereka sehari-hari sesuai dengan rencana Allah. Dalam usaha mereka untuk memperoleh kedudukan yang tidak pernah diberikan Tuhan kepada mereka, banyak orang telah meninggalkan tempat di mana sebenarnya mereka bisa menjadi satu-berkat. Di dalam keinginan mereka untuk mencapai satu keadaan yang lebih tinggi, banyak orang telah mengorbankan martabat kewanitaannya dan keagungan tabiatnya dan telah mengabaikan pekerjaan yang telah ditetapkan surga bagi mereka. SPN 56.1
Kepada Adam, Allah berkata, “Karena engkau mendengarkan perkataan istrimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.” SPN 56.2
Bukanlah kehendak Allah bahwa pasangan yang tidak berdosa itu harus mengetahui sesuatu tentang kejahatan. Dengan kelimpahan Ia telah memberikan kepada mereka perkara-perkara yang baik dan telah menahankan yang jahat. Tetapi, bertentangan dengan perintah-Nya, mereka telah memakan buah pohon yang dilarang itu, dan sekarang mereka akan terus memakannya—mereka memiliki pengetahuan akan yang jahat seumur hidup mereka. Mulai sejak itu umat manusia akan menderita oleh penggodaan-penggodaan Setan. Gantinya pekerjaan yang memberikan kebahagiaan yang telah ditetapkan bagi mereka dulu, maka sekarang penderitaan kesukaran harus menjadi nasib mereka. Mereka akan menjadi korban keputusasaan, kedukaan, sakit dan akhirnya kematian. SPN 57.1
Di bawah kutuk dosa segenap alam harus menyaksikan kepada manusia tentang sifat-sifat dan akibat-akibat dari pada pemberontakan terhadap Allah. Pada waktu Allah menjadikan manusia Ia menjadikan dia sebagai penguasa atas seluruh bumi ini dan atas semua makhluk hidup. Selama Adam setia kepada surga, segenap alam berada di bawah kekuasaannya. Tetapi bilamana ia memberontak terhadap hukum Ilahi, makhluk-makhluk yang lebih rendah itu pun memberontak terhadap pemerintahannya. Dengan demikian Tuhan, dalam rahmat-Nya yang besar, menunjukkan kepada manusia akan kesucian hukum-Nya, dan menuntun mereka, melalui pengalaman mereka, untuk melihat bahayanya menyisihkan hukum itu sekalipun di dalam perkara yang terkecil. SPN 57.2
Dan kehidupan yang disertai dengan kesukaran dan pergumulan itu yang harus menjadi nasib manusia sejak saat itu, telah ditetapkan dalam kasih. Itu adalah satu disiplin yang diperlukan sebagai akibat dari pada dosanya, untuk menolong mengendalikan pemanjaan nafsu dan selera makan untuk mengembangkan kebiasaan mengendalikan diri. Itu adalah sebagian dari rencana Allah yang besar untuk memulihkan manusia dari kehancuran serta kemerosotan yang diakibatkan oleh dosa. SPN 57.3
Amaran yang diberikan kepada leluhur kita yang pertama—’’Pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kejadian 2:17)— tidaklah berarti bahwa mereka harus mati pada hari yang sama di mana mereka telah memakan buah larangan itu. Melainkan pada hari itu hukuman yang tidak dapat dihindarkan itu telah dimaklumkan. Kebakaan telah dijanjikan kepada mereka dengan syarat penurutan; oleh pelanggaran mereka kehilangan hidup yang kekal. Pada hari itu mereka ditakdirkan harus mati. SPN 57.4
Agar supaya dapat memiliki hidup yang tidak berkesudahan, manusi harus senantiasa memakan buah pohon alhayat. Tanpa itu, daya hidupnya akan berangsur-angsur berkurang sampai akhirnya seluruh hidupnya hilang lenyap. Setan berencana agar Adam dan Hawa melalui pelanggaran mendatangkan kepada diri mereka murka Allah; dan kemudian jikalau mereka tidak memperoleh keampunan, ia berharap bahwa mereka akan memakan buah pohon alhayat, sehingga dengan demikian dosa dan penderitaan akan jadi kekal. Tetapi setelah kejatuhan manusia maiaikat-malaikat suci dengan segera ditugaskan untuk menjaga pohon alhayat. Di sekeliling maiaikat-malaikat ini terpancar berkas-berkas cahaya yang nampaknya seperti pedang yang berkilauan. Tidak seorang pun dari keluarga Adam diizinkan untuk melalui penjagaan itu dan memakan buah yang dapat memberikan hidup; oleh sebab itu tidak ada seorang berdosa yang baka. SPN 58.1
Kutuk yang timbul sebagai pelanggaran leluhur kita itu oleh banyak orang dianggap sebagai satu akibat yang terlalu dahsyat bagi satu dosa yang sekecil itu. Dan mereka meragukan hikmat serta keadilan Tuhan dalam perlaktian-Nya terhadap manusia. Tetapi jikalau mereka mau menyelidiki lebih dalam terhadap masalah ini, mereka akan dapat mengerti kesalahan mereka. Tuhan telah menjadikan manusia menurut gambar-Nya, bebas dari dosa. Dunia ini dimaksudkan untuk dihuni oleh makhluk-makhluk yang lebih rendah sedikit dari maiaikat-malaikat; tetapi penurutan mereka harus diuji; karena Allah tidak akan mengizinkan dunia ini dipenuhi oleh mereka yang tidak mau menghargai hukuNya. Namun demikian, di dalam rahmat-Nya yang besar itu, Ia telah menentukan bagi Adam satu ujian yang tidak berat. Dan kecilnya hal larangan itu telah menjadikan dosa itu sangatlah besar. Jikalau Adam tidak dapat mengatasi ujian yang terkecil itu, ia tidak akan dapat mengatasi ujian yang lebih besar seandainya kepadanya dipercayakan tanggung jawab yang lebih berat. SPN 58.2
Kalau saja ujian yang berat telah ditetapkan kepada Adam, maka mereka yang hatinya cenderung untuk berbuat kejahatan akan mencari dalih bagi mereka dengan berkata, ‘ini adalah soal remeh dan TUHAN tidak akan pusing dengan perkara-perkara yang sepele.” Dan akan terjadi pelanggaran yang terus-menerus di dalam perkara-perkara yang dianggap kecil dan akan terus berlangsung tanpa ada teguran di antara manusia. Tetapi Tuhan telah menjadikan hal itu jelas bahwa dosa bagaimanapun kecilnya adalah satu kehinaan kepada-Nya. SPN 59.1
Kepada Hawa kelihatannya adalah satu perkara yang kecil untuk melanggar perintah Allah dengan memakan buah pohon yang dilarang itu dan juga menggoda suaminya untuk berbuat pelanggaran; tetapi dosa mereka telah mengakibatkan kutuk ke atas dunia ini. Siapakah yang tahu, di saat-saat pencobaan, akan ada akibat-akibat yang mengerikan yang timbul oleh sebab satu langkah yang keliru? SPN 59.2
Banyak yang mengajarkan bahwa hukum Allah itu tidak lagi berlaku kepada manusia, menyatakan bahwa adalah mustahil baginya untuk mentaati peraturan-peraturan itu. Tetapi jikalau hal ini benar demikian, mengapa Adam harus menderita ganjaran dari pelanggaran itu? Dosa leluhur kita yang pertama itu mendatangkan kesalahan serta kesedihan ke atas dunia ini, dan kalau bukan karena kebajikan dan rahmat Allah, maka itu akan menjerumuskan umat manusia ke dalam derita yang tidak berpengharapan lagi. Janganlah seorang pun menipu dirinya. “Sebab upah dosa ialah maut.” Roma 6:23. Hukum Allah tidak dapat dilanggar sekarang ini tanpa ada hukuman sebagaimana halnya pada waktu hukuman itu dijatuhkan ke atas diri bapa umat manusia. SPN 59.3
Setelah mereka berbuat dosa, Adam dan Hawa tidak lagi diizinkan tinggal di Eden. Mereka memohon dengan sungguh-sungguh agar mereka diizinkan untuk tetap bermukim di rumah mereka yang penuh kebahagiaan di saat-saat mereka masih dalam keadaan yang suci. Mereka mengaku bahwa mereka telah kehilangan segala hak untuk mendiami tempat yang penuh kesukaan itu, tetapi mereka berjanji bahwa di masa mendatang mereka akan mentaati dengan saksama akan perintah Allah. Tetapi kepada mereka diberitahukan bahwa keadaan diri mereka telah dirusak oleh dosa; mereka telah menyebabkan berkurangnya kekuatan mereka untuk melawan kejahatan dan telah membuka jalan bagi Setan untuk lebih leluasa menggoda mereka. Di dalam keadaan mereka yang suci mereka telah menyerah kepada pencobaan; dan sekarang, di dalam satu keadaan yang sadar bahwa mereka itu bersalah, mereka memiliki kuasa yang lebih kecil untuk mempertahankan kesetiaan mereka. SPN 59.4
Di dalam kehinaan dan duka yang tidak terkatakan mereka telah meninggalkan rumah mereka yang indah dan pergi untuk hidup di dunia ini, di mana kutuk dosa berada. Udara yang dulunya begitu sejuk serta seragam suhunya, sekarang telah mengalami berbagai perubahan dan Tuhan dengan penuh rahmat telah menyediakan bagi mereka satu jubah yang terbuat dari kulit sebagai satu alat pelindung dari suhu yang sangat panas dan sangat dingin itu. SPN 60.1
Tatkala mereka melihat adanya tanda-tanda kematian yang pertama di dalam bunga-bunga yang layu dan daun-daun yang berguguran, Adam dan Hawa mengalami perasaan duka yang lebih dalam daripada perasaan duka manusia sekarang ini atas kematian kekasih mereka. Layunya bunga yang indah dan mungil itu sungguh-sungguh menyebabkan kesedihan; tetapi bilamana pepohonan yang indah itu melepaskan daun-daunnya yang berguguran, pemandangan ini dengan jelas menghadapkan kepada pikiran mereka akan fakta bahwa maut adalah merupakan bagian dari pada setiap benda hidup. SPN 60.2
Taman Eden tetap berada di atas bumi ini lama setelah manusia terbuang dari jalan-jalannya yang penuh kesukaan itu. Umat yang berdosa itu lama diizinkan untuk dapat memandang kepada rumah mereka sebelum berdosa, pintu gerbangnya terhalang hanya oleh maiaikatmalaikat. Di pintu Firdaus yang dikawal oleh maiaikat-malaikat, kemuliaan Ilahi dinyatakan. Ke tempat inilah Adam dan anak-anaknya telah datang untuk menyembah Tuhan. Di sini mereka memperbarui janji-janji mereka untuk taat kepada hukum terhadap mana pelanggaran mereka telah menyebabkan terbuangnya mereka dari Eden. Apabila arus dosa melanda dunia ini, dan kejahatan manusia menetapkan kebinasaan mereka oleh air bah, Tangan yang telah mendirikan Eden itu telah mengangkatnya dari dunia. Tetapi pada pemulihan yang terakhir, bilama- na akan ada “langit yang bani dan bumi yang bani” (Wahyu 21:1), maka taman itu akan dikembalikan lagi dalam keadaan yang lebih mulia daripada awal mulanya. SPN 60.3
Kemudian mereka yang telah memelihara hukum-hukum Allah akan menghirup kesegaran yang kekal di bawah pohon alhayat itu, dan sepanjang zaman kekekalan penduduk dunia-dunia yang tidak berdosa akan memandang, di dalam taman kesukaan itu, satu contoh apa yang akan terjadi terhadap seluruh bumi ini, kalau manusia telah mengikuti rencana Khalik yang mulia itu. SPN 61.1