Sejarah Para Nabi

24/38

22 - Musa

Orang-orang Mesir, agar dapat memperoleh persediaan makanan bagi diri mereka, telah menjual tanah dan temak mereka kepada raja dan akhirnya menyerahkan diri kepada perhambaan untuk selama-lamanya. Dengan penuh kebijaksanaan Yusuf telah menyediakan jalan untuk membebaskan mereka; ia mengizinkan mereka untuk menjadi pekerja-pekerja istana, yang mengawasi tanah milik raja, dan setiap tahun harus membayar upeti seperlima dari hasil kerja mereka. SPN 282.1

Tetapi anak-anak Yakub tidak dituntut untuk mengikuti syarat-syarat seperti itu. Oleh karena pelayanan yang Yusuf telah berikan kepada bang’ sa Mesir, mereka bukan saja telah diberi sebagian dari pada negeri itu sebagai tempat tinggal mereka, tetapi juga telah dibebaskan dari pajak dan diberi persediaan makanan yang limpah selama berlangsungnya masa kelaparan itu. Di hadapan umum raja menyatakan bahwa adalah karena campur tangan Allah Yusuf yang penuh rahmat itu sehingga Mesir telah menikmati kelimpahan sementara bangsa-bangsa lainnya binasa oleh karena kelaparan. Ia juga menyaksikan bahwa kepemimpinan Yusuf telah memperkaya kerajaan itu dengan limpah sekali, dan rasa terima kasihnya itu dinyatakan kepada keluarga Yakub dengan perbuatan-perbuatan kebajikan. SPN 282.2

Tetapi apabila waktu berlalu, orang besar yang kepadanya Mesir berutang banyak, dan rakyat telah menerima berkat dari pekerjaannya, telah mati. Dan “naiklah seorang raja yang baru di Mesir yang tidak mengenal Yusuf.” Bukannya ia tidak mengetahui tentang pelayanan Yusuf kepada bangsa itu, melainkan ia tidak mau mengakuinya, dan ia berusaha untuk sejauh-jauhnya menghapuskannya dari ingatan. “Bangsa Israel itu sangat banyak dan lebih besar jumlahnya dari pada kita. Marilah kita bertindak dengan bijaksana terhadap mereka, supaya mereka jangan bertambah banyak lagi dan—jika terjadi peperangan jangan bersekutu nanti dengan musuh kita dan memerangi kita, lalu pergi dari negeri ini.” SPN 282.3

Bangsa Israel telah berkembang menjadi satu bangsa yang besar; mereka “beranak cucu dan tak terbilang jumlahnya; mereka bertambah banyak dan dengan dahsyat berlipat ganda, sehingga negeri itu dipenuhi mereka.” Di bawah asuhan Yusuf yang bersifat memajukan, dan juga karena kebajikan raja yang memerintah pada waktu itu, dengan cepat mereka telah tersebar luas di seluruh negeri itu. Tetapi mereka telah memelihara diri sebagai satu bangsa yang berbeda dan tidak mau membiasakan diri dengan adat ataupun agama orang Mesir; dan jumlah mereka yang bertambah-tambah sekarang telah menimbulkan ketakutan raja serta orang-orang Mesir, jangan-jangan kalau terjadi peperangan mereka ini akan menggabungkan diri dengan musuh-musuh bangsa Mesir. Tetapi peraturan melarang mereka untuk mengusir orang Israel dari dalam negeri mereka. Banyak dari antara orang Israel adalah pekerja-pekerja yang mempunyai pengetahuan serta kesanggupan, dan mereka telah memberikan sumbangan yang besar bagi kekayaan bangsa; raja memerlukan pekerja-pekerja seperti itu untuk membangun istanaistana serta kuil-kuil yang megah. Oleh sebab itu ia telah menggolongkan mereka itu sama dengan orang Mesir yang telah menjual diri serta segala harta milik mereka itu kepada raja. Segera diangkatlah orang-orang yang bertindak sebagai pengurus terhadap mereka, dan mereka pun berada di bawah perhambaan sepenuhnya. “Lalu dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel bekerja, dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu.” “Tetapi makin ditindas, makin bertambah banyak dan berkembang mereka.” SPN 283.1

Raja dan penasihat-penasihatnya mengharapkan bahwa mereka akan dapat menaklukkan orang Israel melalui kerja berat, dan dengan demikian mengurangi jumlah mereka serta menghancurkan semangat mereka untuk menjadi satu bangsa yang merdeka. Gagal melaksanakan maksud mereka itu, mereka mulai menggunakan cara-cara yang lebih kejam lagi. Perintah telah dikeluarkan kepada kaum wanita yang pekerjaannya memberi kesempatan kepada mereka untuk dapat melaksanakannya, yaitu membunuh setiap bayi laki-laki orang Ibrani pada waktu dilahirkan. Setan sendirilah penggerak rencana ini. Ia mengetahui bahwa seorang penebus akan bangkit dari antara orang Israel; dan dengan mendorong raja untuk membinasakan anak-anak Ibrani itu, ia mengharapkan akan dapat menggagalkan rencana Ilahi. Tetapi perempuan-perempuan itu takut akan Allah dan tidak berani melaksanakan perintah yang kejam itu. Tuhan berkenan atas sikap mereka itu, dan Ia telah menjadikan mereka makmur. Raja, yang merasa marah oleh karena gagalnya rencana tersebut, telah menjadikan perintah itu lebih mendesak dan lebih berat lagi. Seluruh bangsa diperintahkan mencari dan membantai korban-korban yang tidak berdaya itu. “Lalu Firaun memberi perintah kepada seluruh rakyatnya: Lemparkanlah segala anak lakilaki yang lahir bagi orang Ibrani ke dalam Sungai Nil; tetapi segala anak perempuan biarkanlah hidup.” SPN 284.1

Sementara perintah ini sedang hangat-hangatnya dilaksanakan, seorang anak laki-laki telah lahir kepada Amran dan Yokhebed, orangorang Israel yang tekun dari suku bangsa Lewi. Bayi itu “elok rupanya,” dan orangtuanya, merasa yakin bahwa masa kelepasan Israel sudah semakin dekat dan bahwa Allah akan membangkitkan seorang pembebas bagi umat-Nya, telah bertekad tidak akan membiarkan anaknya menjadi korban. Iman kepada Allah menguatkan hati mereka, “mereka tidak takut terhadap perintah raja.” Ibrani 11:23. SPN 284.2

Si ibu berhasil menyembunyikan bayinya selama tiga bulan. Kemudian menyadari bahwa ia tidak akan dapat lagi menyimpan bayinya dengan aman, ia telah menyediakan sebuah keranjang yang terbuat dari pandan yang tidak tembus air oleh karena dilapisi dengan gala-gala dan ter; dan setelah bayi itu dibaringkannya di dalam keranjang tadi, ia menaruh keranjang itu di antara rumput-rumput di tepi sungai. Ia tidak berani tinggal di sana dan menjagainya, karena jangan-jangan hal ini akan menyebabkan kematiannya dan kematian anaknya itu juga; tetapi kakak perempuannya, Miryam, tinggal dekat tempat itu, bersikap seolah-olah tidak mengetahui apa-apa padahal dengan saksama ia memperhatikan apa yang akan terjadi terhadap adiknya yang masih kecil itu. Dengan doa yang sungguh-sungguh si ibu telah menyerahkan bayinya kepada penjagaan Allah; dan malaikat-malaikat, yang tidak kelihatan menaungi tempat terbaringnya bayi itu. Malaikat-malaikat telah menuntun putri Firaun datang ke tempat ini. Rasa ingin tahunya telah timbul apabila ia melihat keranjang yang kecil itu, dan apabila ia melihat bayi manis yang ada di dalamnya, dengan cepat ia dapat membaca cerita yang sebenarnya. Air mata bayi itu telah membangkitkan rasa belas kasihannya, dan rasa simpatinya telah mengajak dia untuk memikirkan ibu yang tidak dikenalnya, yang telah menggunakan cara seperti itu untuk menyelamatkan hidup bayinya yang manis ini. Ia bertekad untuk menyelamatkan bayi manis ini, dan mengangkatnya sebagai anaknya sendiri. SPN 284.3

Dengan diam-diam Miryam telah mengamat-amati segala gerak-gerik mereka; dan melihat bahwa bayi itu diperlakukan dengan lemah lembutnya ia telah memberanikan diri untuk datang lebih dekat, dan akhimya berkata, “Akan kupanggilkah bagi tuan putri seorang inang penyusu dari perempuan Ibrani untuk menyusukan bayi itu bagi tuan putri? Dan ia pun diizinkan. SPN 285.1

Dengan cepat ia berlari kepada ibunya, dan memberitahukan tentang kabar yang baik itu, dan dengan tidak berlambatan mereka kembali kepada putri Firaun. “Bawalah bayi ini dan susukanlah dia bagiku, maka aku akan memberi upah kepadamu,” kata putri itu. SPN 285.2

Allah telah mendengar doa-doa ibu itu; imannya telah mendapat pahala. Adalah dengan rasa syukur yang dalam di mana sekarang ia telah menerima tugas yang aman dan membahagiakan itu. Dengan setia ia gunakan kesempatan untuk mendidik anaknya bagi Allah. Ia merasa yakin bahwa anaknya telah diselamatkan untuk melaksanakan satu tugas yang besar, dan ia tahu bahwa dengan segera anak itu harus diserahkan kembali kepada ibunya yang ada di istana, untuk kemudian dikelilingi oleh pengaruh-pengaruh yang cenderung akan memalingkannya dari Allah. Pemikiran ini telah membuat dia lebih tekun dan lebih rajin dalam memberi petunjuk-petunjuk kepada anak ini dibandingkan dengan anak-anaknya yang lain. Dia berusaha untuk menanamkan di dalam pikirannya rasa takut akan Allah, dan kasih akan kebenaran serta keadilan, dan dengan sungguh-sungguh berdoa agar ia dipelihara dari segala pengaruh-pengaruh yang jahat. Dia menunjukkan kepadanya kebodohan dan dosa dari penyembahan berhala, dan mengajar dia semasa kecilnya untuk bersujud serta berdoa kepada Allah yang hidup, satu-satunya yang dapat mendengar dia serta menolongnya dalam keadaan darurat. SPN 285.3

Ia memelihara anak itu selama yang dapat diusahakannya, tetapi harus melepaskannya pada waktu ia sudah mencapai usia dua belas tahun. Dari rumahnya yang sederhana itu ia dibawa ke dalam istana kerajaan, kepada putri Firaun, “dan menjadi anaknya.” Namun demikian, sekalipun berada di tempat ini ia tidak kehilangan kesan yang diperolehnya pada masa kanak-kanaknya. Pelajaran-pelajaran yang didapat di sisi ibunya tidak dapat dilupakannya. Semuanya itu merupakan satu perisai terhadap kesombongan, kekafiran dan kejahatan yang merajalela di tengah-tengah kemegahan istana itu. SPN 286.1

Betapa besarnya hasil pengaruh perempuan Ibrani itu, walaupun ia hanyalah seorang buangan, seorang hamba! Seluruh masa depan hidup Musa, tugas besar yang dia laksanakan sebagai pemimpin Israel menyatakan pentingnya pekerjaan ibu-ibu Kristen. Tidak ada pekerjaan lain yang dapat menyamai hal ini. Sedemikian jauh ibu-ibu memegang nasib anak-anaknya. Ia sedang berhadapan dengan tugas mengembangkan pikiran dan tabiat, bekerja bukan hanya untuk sekarang ini saja, tetapi untuk masa yang kekal. Ia sedang menaburkan benih-benih yang kemudian akan bersemi dan menghasilkan buah, yang baik atau yang jahat. Ia bukanlah melukis satu bentuk keindahan di atas sehelai kain, atau memahat batu pualam tetapi sedang menanamkan peta Ilahi di dalam jiwa manusia. Tanggung jawab ada di atas bahunya untuk membentuk tabiat anak.-anaknya terutama sekali pada tahun-tahun permulaan kehidupan mereka. Kesan-kesan yang kita tanamkan di dalam pikiran mereka yang sedang berkembang itu akan tetap tinggal dengan mereka selama hidupnya. Para orangtua harus memberikan petunjuk serta latihan kepada anak-anak mereka selagi masih kecil, dengan tujuan agar mereka menjadi orang Kristen. Anak-anak dipercayakan kepada pengawasan kita untuk dididik, bukan sebagai ahli-ahli waris takhta kerajaan duniawi, melainkan sebagai raja-raja bagi Allah, untuk memerintah se-lama masa kekekalan. SPN 286.2

Biarlah setiap ibu menyadari bahwa waktunya itu amat berharga; pekerjaannya akan diuji pada hari penghakiman. Pada saat itu akan didapati bahwa banyak dari antara kegagalan-kegagalan dan kejahatan manusia adalah merupakan akibat dari kealpaan serta kelalaian mereka yang tanggung jawabnya adalah untuk menuntun jejak langkah kaki mereka pada jalan yang benar di waktu masa kecilnya. Pada waktu itu akan didapati bahwa banyak dari orang-orang yang telah menjadi berkat kepada dunia ini dalam memberikan terang pengetahuan, kebenaran serta kesucian itu, berutang budi kepada seorang ibu Kristen yang tekun dalam doa yang telah memberikan kepada mereka prinsip-prinsip yang menjadi sumber pengaruh serta sukses mereka. SPN 287.1

Di istana Firaun, Musa menerima latihan sipil dan militer yang tertinggi. Raja telah menetapkan untuk menjadikan cucu angkatnya itu sebagai penggantinya, dan anak muda itu telah dididik untuk pangkat itu. “Dan Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya.” Kisah Para Rasul 7:22. Kesanggupannya sebagai seorang pemimpin dalam ketentaraan telah menjadi-kan dia sebagai seorang yang disenangi oleh tentara-tentara Mesir, dan oleh orang banyak dianggap sebagai seorang tokoh yang menonjol. Maksud Setan telah digagalkan. Perintah yang sama yang merupakan hukuman mati terhadap anak-anak Ibrani telah diubahkan oleh Allah untuk maksud latihan serta pendidikan calon pemimpin umat-Nya. SPN 287.2

Pemimpin-pemimpin orang Israel telah diberi tahu oleh malaikatmalaikat bahwa waktu kelepasan mereka sudah dekat, dan bahwa Musa adalah orang yang Allah akan gunakan untuk melaksanakan pekerjaan ini. Malaikat-malaikat memberitahukan kepada Musa bahwa Allah te- lah memilih dia untuk menghancurkan belenggu penjajahan terhadap umat-Nya. Dengan menyangka bahwa mereka akan memperoleh kebebasan oleh kekuatan senjata, Musa mengharap akan memimpin bangsa Ibrani ini untuk berperang melawan tentara Mesir, dan dengan pandangan ini, ia berhati-hati sekali di dalam membawakan hidupnya, agar jangan di dalam hubungannya yang ada dengan ibu angkatnya itu atau dengan Firaun, ia menjadi tidak bebas untuk melaksanakan kehendak Allah. SPN 287.3

Oleh undang-undang Mesir semua orang yang menduduki takhta Firaun harus menjadi anggota kasta imam-imam; dan Musa, sebagai calon ahli waris mahkota, harus diperkenalkan kepada rahasia-rahasia agama bangsa itu. Tugas ini diserahkan kepada imam-imam. Tetapi sekalipun ia adalah seorang pelajar yang tekun dan tidak mengenal lelah, ia tidak dapat dipengaruhi untuk ikut serta dalam penyembahan dewa-dewa. Ia diancam akan kehilangan mahkota dan diamarkan bahwa ia akan dibuang oleh putri Firaun kalau ia tetap berpegang kepada kepercayaan orang Ibrani. Tetapi ia tidak tergoyahkan dalam tekadnya untuk tidak menghormati seorang pun kecuali Allah yang satu itu, yaitu Khalik langit dan bumi. Ia berdebat dengan imam-imam serta penyembah-penyembah berhala itu, dan menunjukkan kebodohan dari sikap mengagung-agungkan benda-benda yang tidak bernyawa itu. Tidak ada seorang pun yang dapat membantah alasannya atau mengubah tekadnya, tetapi untuk sementara waktu keteguhan hatinya itu dibiarkan oleh mereka oleh sebab kedudukan yang tinggi, dan juga ia disenangi baik oleh raja maupun oleh orang banyak. SPN 288.1

“Karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak putri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah daripada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa. Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar daripada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah.” Ibrani 11:24-26. Musa layak untuk menduduki tempat yang terkemuka di antara orang-orang besar di dunia ini, untuk bersinar-sinar dalam istana kerajaan yang paling megah serta memegang tongkat kekuasaan. Daya pikirnya yang kuat membuat dirinya menonjol di atas orang-orang besar sepanjang zaman. Sebagai ahli sejarah, ahli sastra, ahli filsafat, panglima tentara dan ahli hukum, ia berdiri tanpa bandingan. Namun demikian, sekalipun dunia ada pada jangkauannya, ia mempunyai kekuatan akhlak untuk menolak harapan akan kekayaan, kebesaran dan kemasyhuran, “ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah daripada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa.” SPN 288.2

Musa telah diajar tentang adanya pahala yang terakhir yang akan diberikan kepada hamba-hamba Allah yang rendah hati dan taat, dan keuntungan duniawi menjadi tidak berarti jika dibandingkan dengan pahala tersebut. Istana Firaun yang megah dan takhta raja dihadapkan kepada Musa sebagai satu alat untuk menggodanya; tetapi ia mengetahui dengan baik bahwa kepelesiran yang penuh dosa yang dapat membuat manusia lupa kepada Allah, ada di dalam istana kemuliaan itu. Ia melihat jauh di seberang istana yang mewah, jauh di seberang mahkota raja kepada kemuliaan yang tinggi yang akan dianugerahkan kepada orang-orang kudus milik Yang Mahatinggi di dalam satu kerajaan yang bebas dari noda dosa. Oleh iman ia memandang kepada satu mahkota yang tidak akan binasa, yang Raja surga akan letakkan di atas kepala orang-orang yang menang. Iman ini telah menuntun dia untuk memalingkan diri dari mahkota-mahkota kerajaan duniawi, dan menggabungkan diri dengan bangsa yang hina, miskin dan rendah yang telah memilih untuk menurut kepada Allah gantinya untuk melayani dosa. SPN 289.1

Musa tinggal di dalam istana sampai ia berusia empat puluh tahun. Pikirannya sering tertuju kepada keadaan umatnya yang malang itu, dan ia mengunjungi saudara-saudaranya yang berada dalam perbudakan itu, dan memberikan semangat kepada mereka dengan jaminan bahwa Allah akan berbuat sesuatu untuk kelepasan mereka. Sering, terdorong oleh kemarahan karena ketidakadilan serta penindasan itu, ia tergoda sekali untuk mengadakan pembalasan terhadap perbuatan jahat mereka itu. Pada suatu hari, sementara ia sedang keluar mengunjungi saudara-saudaranya itu, ia melihat seorang Mesir sedang menganiaya seorang Israel, kemudian ia pun mendekati mereka dan membunuh orang Mesir itu. Kecuali orang Israel itu, tidak ada seorang pun yang menyaksikan perbuatannya, dan dengan segera Musa mengubur mayatnya di dalam pasir. Sekarang ia telah menunjukkan bahwa dirinya sudah siap untuk membela nasib bangsanya itu, dan ia akan berharap melihat mereka bangkit untuk memperoleh kemerdekaan mereka. “Pada sangkanya saudara-saudaranya akan mengerti, bahwa Allah memakai dia untuk menyelamatkan mereka, tetapi mereka tidak mengerti.” Kisah 7:25. Mereka belum bersedia untuk menjadi bangsa yang merdeka. Pada hari yang berikutnya Musa melihat dua orang Ibrani sedang berkelahi, dan salah seorang dari antara mereka ternyata bersalah. Musa menegur yang bersalah itu, yang dengan segera juga membalas kembali kepada Musa dengan mengatakan bahwa ia tidak berhak untuk mencampuri urusan mereka, dan menuduh dia telah berbuat kejahatan: “Siapa yang mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim atas kami?” katanya, “Apakah engkau bermaksud membunuh aku, sama seperti engkau telah membunuh orang Mesir itu?” SPN 289.2

Segala perkara ini dengan cepat diberitahukan kepada orang-orang Mesir, dan berita yang amat dibesar-besarkan itu, dengan segera pula sampai ke telinga Firaun. Dinyatakan kepada raja bahwa tindakan ini berarti banyak; bahwa Musa bermaksud untuk memimpin bangsanya melawan orang Mesir, untuk menggulingkan pemerintah, dan menempatkan dirinya di atas takhta dan bahwa tidak akan ada keamanan bagi kerajaan Mesir selama ia masih hidup. Pada saat itu juga diputuskan oleh raja bahwa Musa harus dibunuh; tetapi menyadari akan bahaya yang mengancam dirinya, Musa telah melarikan diri ke tanah Arab. SPN 290.1

Tuhan memimpin perjalanannya itu, dan ia memperoleh tempat bernaung bersama dengan Yitro, imam dan juga pemimpin di Midian, yang juga seorang penyembah Allah. Setelah beberapa waktu Musa menikah dengan salah seorang anak perempuan Yitro; dan di tempat ini, di dalam pelayanannya kepada mertuanya sebagai gembala dari ka-wanan dombanya, ia tinggal selama empat puluh tahun. SPN 290.2

Dengan membunuh orang Mesir itu, Musa telah jatuh ke dalam kesalahan yang sama yang sangat sering diperbuat oleh leluhur-leluhurnya, yaitu melaksanakan dengan tangannya sendiri apa yang telah dijanjikan Allah akan dilakukan-Nya. Bukanlah kehendak Allah untuk melepaskan bangsa itu dengan jalan berperang, sebagaimana yang disangka Musa, melainkan oleh kuasa-Nya yang besar itu, agar supaya kemuliaan itu hanya diberikan kepada-Nya saja. Namun demikian, tindakannya yang kejam itu telah dikendalikan oleh Allah sehingga itu dapat melaksanakan maksud-maksud-Nya. Musa belum bersedia untuk tugasnya yang besar itu. la masih harus mempelajari pelajaran yang sama tentang iman yang telah diajarkan kepada Abraham dan Yakub—untuk tidak bersandar kepada kekuatan manusia atau kebijaksanaan manusia tetapi kepada kuasa Allah bagi kegenapan janji-janji-Nya. Dan ada juga pelajaran lain yang, di tengah-tengah kesunyian di antara gunung-gunung itu, harus dipelajari oleh Musa. Di dalam sekolah penyangkalan diri serta kesukaran ia harus belajar untuk sabar dan untuk menahan nafsunya. Sebelum ia dapat memerintah dengan bijaksana, ia harus diajar untuk menurut. Hatinyaharus selaras dengan Allah sebelum ia dapat mengajarkan pengetahuan tentang kehendak-Nya kepada Israel. Oleh pengalamannya sendiri ia harus dipersiapkan untuk mempraktikkan penjagaannya sebagai seorang ayah terhadap semua orang yang memerlukan pertolongannya. SPN 290.3

Manusia tidak akan mau menjalani jangka waktu yang lama yang penuh dengan kesukaran, dan dalam keadaan yang terpencil seperti itu, dan menganggapnya sebagai pemborosan waktu. letapi Hikmat Yang Tidak Terbatas itu telah memanggil dia yang akan menjadi pemimpin bangsa-Nya untuk memakai jangka waktu empat puluh tahun itu, di dalam pekerjaan yang rendah sebagai seorang gembala. Kebiasaan untuk menjaga, kebiasaan untuk melupakan diri serta memelihara kawanan dombanya itu, bila dikembangkan, akan menyediakan dirinya untuk menjadi gembala Israel yang berbelaskasihan dan panjang sabar. 1 idak ada keuntungan yang dapat diberikan oleh pendidikan manusia yang dapat menjadi pengganti bagi pengalaman ini. SPN 291.1

Musa telah belajar banyak perkara yang sekarang harus ia lupakan. Pengaruh-pengaruh yang mengelilinginya di Mesir kasih kepada ibu angkatnya, kedudukannya sendiri yang tinggi sebagai cucu raja, kehidupan yang gelojoh di sekitarnya, penarikan, tipu daya dan sifat mistik agama palsu, kemegahan penyembahan berhala, keagungan bangunan dan patung-patung—semuanya ini telah meninggalkan kesan yang dalam pada pikirannya yang sedang berkembang dan sedikit banyaknya telah membentuk kebiasaan serta tabiatnya. Waktu, perubahan sekelilingnya, dan hubungan dengan Allah dapat mengha-puskan kesan-kesan ini. Hal ini menuntut dari pihak Musa sendiri satu pergumulan yang sungguh-sungguh untuk meninggalkan kesalahan dan menerima kebenaran, tetapi Allah akan menjadi penolongnya bilamana pergumulan tersebut menjadi terlalu berat bagi kekuatan manusia. SPN 291.2

Di dalam diri semua orang yang telah dipilih untuk melaksanakan satu tugas bagi Allah terlihat adanya unsur-unsur kemanusiaan. Tetapi mereka bukanlah manusia yang tabiat dan kebiasaannya tidak dapat diubahkan, yang merasa puas untuk tetap berada dalam keadaan seperti itu. Mereka dengan sungguh-sungguh rindu untuk memperoleh kebijaksanaan dari Allah, dan untuk belajar bekerja bagi-Nya. Kata rasul, “Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah,—yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit, maka hal itu akan diberikan kepadanya.” Yakobus 1:5. Tetapi Allah tidak akan memberikan kepada manusia terang Ilahi sementara mereka merasa puas untuk tinggal dalam kegelapan. Agar dapat menerima pertolongan Allah, manusia harus menyadari kelemahan dan kekurangan-kekurangannya; ia harus menyerahkan pikirannya kepada perubahan besar yang akan dilaksanakan di dalam dirinya; ia harus sadar untuk ambil bahagian dalam usaha dan doa yang sungguh-sungguh serta tekun. Adat serta kebiasaan-kebiasaan yang salah harus ditinggalkan; dan hanyalah oleh usaha yang disertai tekad untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang menyelaraskan diri kepada prinsip-prinsip yang benar, kemenangan itu akan diperoleh. Banyak orang tidak pernah sampai kepada kedudukan yang sebenarnya mereka dapat capai oleh sebab mereka menunggu Allah untuk melakukan bagi mereka sesuatu yang Ia telah berikan kuasa bagi mereka untuk dapat melakukannya. Semua orang yang ingin menjadi layak untuk pelayanan harus dilatih oleh disiplin mental dan moral yang paling ketat, dan Allah akan menolong mereka oleh menggabungkan kuasa Ilahi dan usaha manusia. SPN 292.1

Dikelilingi oleh barisan gunung-gunung, Musa terasing bersama dengan Allah. Kuil kuil Mesir yang megah itu tidak lagi mengesankan pikirannya dengan segala takhyul dan kepalsuannya. Di dalam suasana khidmat di antara bukit-bukit itu, ia dapat melihat keagungan Yang Mahatinggi, dan sebaliknya, kini ia menyadari betapa tidak berdayanya dan tidak berartinya ilah-ilah Mesir itu. Di mana-mana nama Khalik tertulis. Musa seolah-olah berdiri di dalam hadirat-Nya dan dikelilingi oleh kuasa-Nya. Di tempat ini kesombongannya dan sifat merasa diri cukup sama sekali dihapuskan. Di dalam kesederhanaan hidup di padang belantara, akibat-akibat kemewahan dan kesenangan Mesir hilang dari dalam dirinya. Musa menjadi orang yang sabar, bersikap hormat dan rendah hati, “sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi” (Bilangan 12:3), tetapi kuat di dalam iman kepada Allah Yakub yang berkuasa itu. SPN 292.2

Apabila tahun demi tahun berlalu dan ia bersama-sama dengan kawanan dombanya itu menjelajahi tempat-tempat yang terpencil, sambil merenung-renungkan keadaan bangsanya yang terjajah itu, ia mengingat kembali perlakuan Allah terhadap leluhurnya, dan janj i-janji yang menjadi warisan bangsa yang terpilih, dan doanya bagi Israel naik kepada Allah siang dan malam. Malaikat-malaikat surga memancarkan terang mereka ke sekeliling diri Musa. Di tempat ini, dengan ilham Roh Kudus, ia telah menulis Kitab Kejadian. Jangka waktu yang lama yang dilaluinya di tengah-tengah padang pasir yang sunyi senyap penuh dengan berkat limpah, bukan saja bagi Musa dan bangsanya, tetapi juga kepada seluruh dunia pada generasi-generasi mendatang. SPN 293.1

“Lama sesudah itu matilah raja Mesir. Tetapi orang Israel masih mengeluh karena perbudakan, dan mereka berseru-seru, sehingga teriak mereka minta tolong karena perbudakan itu sampai kepada Allah. Allah mendengar mereka mengerang, lalu la mengingat kepada perjanjianNya dengan Abraham, Ishak dan Yakub. Maka Allah melihat orang Isratel itu, dan Allah memperhatikan mereka.” Saat untuk kelepasan Israel telah tiba. Tetapi maksud Allah harus dilaksanakan dengan satu cara yang akan menghinakan kesombongan manusia. Yang melepaskan bangsa ini harus pergi sebagai seorang gembala yang hina, dengan hanya sebatang tongkat pada tangannya; tetapi Allah akan menjadikan tongkat itu sebagai lambang kekuasaan-Nya. Sementara menggembalakan domba-dombanya pada suatu hari di dekat bukit Horeb, “bukit Allah,” Musa telah melihat satu semak belukar yang menyala tetapi tidak terbakar. Ia mendekati tempat itu untuk menyaksikan pemandangan yang ajaib itu, dan pada saat itu juga satu suara dari dalam nyala api itu terdengar memanggil namanya. Dengan bibir yang gemetar ia menjawab, “Ya, Allah.” Kepadanya diamarkan agar jangan mendekatinya dengan sikap yang tidak hormat: “Tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus.... akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.” Itu adalah Dia yang, sebagai Malaikat Perjanjian itu, telah menyatakan diriNya kepada bapa-bapa zaman dahulu. “Lalu Musa menutupi mukanya, sebab ia takut memandang Allah.” SPN 293.2

Kerendahan hati dan sikap hormat harus menandai pembawaan semua orang yang datang ke hadirat Allah. Di dalam nama Yesus kita bisa datang kepada-Nya dengan satu keyakinan, tetapi janganlah datang menghampiri-Nya dengan keberanian yang sembrono, seolah-olah Dia itu sama tarafnya dengan diri kita. Ada orang-orang yang memanggil Allah Yang Agung, Suci dan Maha Kuasa, yang bersemayam di tengahtengah terang yang tidak terhampiri itu, seperti merekamemanggil orangorang yang setaraf dengan diri mereka, bahkan seperti kepada seorang yang lebih rendah daripada mereka. Ada orang-orang yang membawakan dirinya di dalam rumah-Nya dengan satu cara yang ia tidak akan berani melakukannya bilamana ia sedang berada di ruang pertemuan bersama dengan seorang pemimpin dunia. Mereka ini harus mengingat bahwa mereka sedang berada di dalam hadirat Dia yang diagungkan oleh malaikat, yang di hadapan-Nya malaikat-malaikat menutupi mukanya. Allah harus dihormati; semua orang yang sungguh-sungguh menyadari kehadiran-Nya akan bersembah sujud dengan rendah hati di hadapanNya, dan seperti Yakub yang sedang melihat khayal tentang Allah, mereka akan berseru, “Alangkah dahsyat tempat ini. Ini tidak lain, dari rumah Allah, ini pintu gerbang surga.” SPN 294.1

Sementara Musa dengan sikap hormat dan rasa gentar menunggu di hadapan Allah, suara Allah selanjutnya terdengar: “Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, Ya, Aku mengetahui penderitaan mereka. Sebab itu Akut elah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya.... Jadi sekarang pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir.” SPN 294.2

Oleh karena merasa heran dan gentar mendengar perintah itu, Musa mundur ke belakang, sambil berkata, “Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?” Dan jawab-Nya adalah, “Bukankah Aku akan menyertai engkau? Inilah tanda bagimu, bahwa Aku yang mengutus engkau: apabila engkau telah membawa bangsa itu keluar dari Mesir, maka kamu akan beribadah ke-pada Allah di gunung ini.” SPN 295.1

Musa memikirkan tentang kesulitan-kesulitan yang akan dihadapinya, dan juga tentang kealpaan, kebodohan serta sikap tida percaya bangsanya itu, banyak dari antara mereka yang tidak mempunyai pengetahuan akan Allah. “Tetapi,” katanya, “apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku, bagaimana tentang nama-Nya?—apakah yang harus kujawab? Jawabnya adalah: SPN 295.2

“AKU ADALAH AKU.” “Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu.” SPN 295.3

Pertama-tama Musa diperintahkan untuk menghimpun pemimpinpemimpin bangsa Israel, orang-orang yang paling bangsawan dan orangorang yang benar di antara mereka, yang sudah lama merasa sedih karena penjajahan yang mereka alami, dan mengumumkan kepada mereka satu pekabaran dari Allah, dengan satu janji kelepasan. Kemudian ia harus pergi bersama-sama dengan pemimpin-pemimpin orang Israel itu menghadap raja dan berkata kepadanya, “Allah orang Ibrani telah menemui kami; oleh sebab itu, izinkanlah kiranya kami pergi ke padang gurun tiga hari perjalanan jauhnya untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allah kami.” SPN 295.4

Musa telah diamarkan lebih dulu bahwa Firaun akan menolak permintaan untuk membiarkan Israel pergi. Tetapi semangat hamba Allah itu tidak boleh goyah; karena Tuhan akan menjadikan peristiwa ini untuk menyatakan kuasa-Nya di hadapan “orang-orang Mesir dan di hadapan umat-Nya.” “Aku akan mengacungkan tangan-Ku dan memukul Mesir dengan segala perbuatan yang ajaib, yang akan Kulakukan di tengah-tengahnnya; sesudah itu ia akan membiarkan kamu pergi.” SPN 295.5

Petunjuk-petunjuk juga diberikan sehubungan dengan persiapanpersiapan yang harus mereka adakan untuk perjalanan yang akan mereka tempuh itu. Tuhan mengumumkan: “Aku akan membuat orang Mesir bermurah hati terhadap bangsa ini, sehingga, apabila kamu pergi, kamu tidak pergi dengan tangan hampa, tetapi tiap-tiap perempuan harus meminta dari tetangganya dan dari perempuan yang tinggal di rumahnya, barang-barang perak dan emas dan kain-kain, yang akan kamu kenakan kepada anak-anakmu lelaki dan perempuan.” Orang-orang Mesir telah menjadi kaya oleh karena kerja yang secara tidak adil telah dipaksakan kepada bangsa Israel, dan apabila orang-orang Israel ini akan memulai perjalanan ke rumah mereka yang baru, maka adalah benar bagi mereka untuk menuntut upah jerih payah mereka. Mereka harus meminta barangbarang berharga yang dengan mudah dapat dibawa, dan Allah akan menjadikan mereka itu mendapat kasihan dari orang-orang Mesir. Mukjizat ajaib yang diadakan untuk kelepasan mereka akan menggentarkan si penjajah itu, sehingga permohonan mereka itu dikabulkan. SPN 296.1

Musa melihat di hadapannya ada kesulitan-kesulitan yang nampaknya tidak akan dapat diatasi. Bukti apakah yang dapat ia berikan kepada bangsanya bahwa Allah benar-benar telah mengutusnya? “Bagaimana jika,” katanya, “mereka tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku, melainkan berkata: TUHAN tidak menampakkan diri kepadamu?” Sekarang bukti yang dapat meyakinkan indranya itu pun diberikan kepadanya. Ia disuruh untuk melemparkan tongkatnya ke atas tanah. Apabila ia melakukannya, “tongkat itu menjadi ular, sehingga Musa lari meninggalkannya.” Ia diperintahkan untuk menangkapnya dan di dalam tangannya ular itu kembali menjadi sebatang tongkat. Ia diperintahkan untuk memasukkan tangannya ke dalam baju pada bagian dadanya. Ia menurutnya dan “setelah ditariknya ke luar, maka tangannya kena kusta, putjh seperti salju.” Kemudian ia disuruh untuk mema- sukkan tangannya itu kembali, dan pada waktu ditariknya ke luar tangannya itu menjadi pulih kembali seperti tangan sebelahnya. Dengan tanda-tanda ini Tuhan memberikan jaminan kepada Musa bahwa bangsa-Nya itu, sebagaimana juga Firaun, akan diyakinkan bahwa satu pribadi yang lebih berkuasa daripada raja Mesir ada di antara mereka. SPN 296.2

Tetapi hamba Allah itu masih tetap diliputi oleh pemikiran tentang pekerjaan yang ganjil dan mengherankan yang ada di hadapannya. Di dalam rasa takut dan susahnya itu sekarang ia mengemukakan satu dalih bahwa ia tidak dapat berkata-kata dengan fasih. “Ah, TUHAN, aku ini tidak pandai bicara, dahulu pun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mu pun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah.” Ia su-dah terlalu lama terpisah dari Mesir sehingga ia tidak mempunyai pengetahuan yang jelas, dan juga tidak lagi dapat menggunakan bahasa mereka dengan baik seperti pada waktu ia masih berada di antara mereka. SPN 297.1

Tuhan berkata kepadanya: “Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni TUHAN?” Kepada kata-kata ini ditambahkan pula satu jaminan yang lain tentang pertolongan Ilahi: Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan.” Tetapi Musa masih tetap membujuk agar dipilih seorang yang lebih sanggup. Alasan-alasan ini pada mulanya datang dari perasaan rendah hati dan malu, tetapi setelah Tuhan berjanji akan meniadakan segala kesulitan itu, dan memberikan kepadanya sukses yang terakhir, maka dalih serta persungutan yang selanjutnya bahwa ia tidak layak menunjukkan bahwa ia tidak percaya kepada Tuhan. Itu menyatakan adanya satu perasaan takut bahwa Allah tidak sanggup untuk melayakkan dia bagi tugas yang besar untuk mana Allah telah memanggil dia atau bahwa Ia telah berbuat satu kesalahan di dalam memilih orang-Nya. SPN 297.2