Para Nabi Dan Bapa, Vol. 1
Pernikahan Ishak
Pasal ini dialaskan atas Kejadian 24.
Ibrahim telah menjadi seorang tua, dan berharap segera akan mati; tetapi masih ada satu lagi hal yang harus dilaksanakannya untuk memperoleh kegenapan janji kepada keturunannya. Ishak adalah seorang yang telah ditetapkan oleh ilahi untuk menggantikannya sebagai pemelihara hukum Allah, dan bapa daripada bangsa pilihan itu, tetapi ia belum menikah. Penduduk Kanaan adalah penyembah berhala, dan Allah telah melarang kawin campur antara umatNya dengan mereka, menyadari bahwa pernikahan seperti itu akan menuntun kepada kemurtadan. Ibrahim merasa takut akan akibat pengaruh-pengaruh jahat yang mengelilingi anaknya. Iman Ibrahim akan Allah dan penyerahannya kepada kehendakNya yang selalu menjadi kebiasaannya telah terpantul di dalam tabiat Ishak; tetapi kasih anak muda itu sangat kuat, dan di dalam pembawaannya ia bersifat lemah lembut dan berserah. Jikalau dipersatukan dengan seorang yang tidak takut akan Allah, ia berada dalam bahaya mengorbankan prinsip demi keserasian. Di dalam pikiran Ibrahim, pilihan akan seorang isteri bagi anaknya merupakan satu hal yang amat penting; ia menghendaki agar ia menikah dengan seorang yang tidak akan menuntun dia berpaling dari Allah. PB1 171.1
Pada zaman dulu, ikatan pernikahan pada umumnya diadakan oleh para orang tua, dan ini merupakan satu adat kebiasaan di antara mereka yang berbakti kepada Allah. Tidak seorangpun dituntut untuk menikah dengan seorang yang tidak dapat dikasihinya; tetapi di dalam menyatakan kasih mereka, orang muda itu dibimbing oleh pertimbangan-pertimbangan orangorang tua mereka yang berpengalaman serta takut akan Allah. Mengikuti satu cara yang bertentangan dengan hal tersebut dianggap sebagai satu penghinaan terhadap orang tua, bahkan sebagai satu kejahatan. PB1 171.2
Ishak yang berharap kepada kasih serta kebijaksanaan bapanya, merasa puas untuk menyerahkan persoalannya kepada bapanya, sambil mempercayai bahwa Allah sendiri akan memimpin di dalam pilihan yang diadakan. Pikiran Ibrahim tertuju kepada keluarga bapanya di tanah Mesopotamia. Sekalipun tidak bebas dari penyembahan berhala, mereka memelihara pengetahuan serta perbaktian akan Allah yang benar. Ishak tidak boleh meninggalkan Kanaan untuk pergi kepada mereka, tetapi boleh jadi bahwa di antara mereka akan didapati seorang wanita yang mau meninggalkan rumahnya dan bersatu dengan dia di dalam mempertahankan perbaktian yang murni akan Allah yang hidup. Ibrahim menyerahkan persoalan yang penting ini kepada “hambanya yang paling tua,” seorang yang berbakti, berpengalaman dan memiliki pertimbangan yang matang, yang telah lama dan setia bekerja baginya. Ia menuntut agar hamba ini mengadakan satu sumpah yang khidmat di hadapan Tuhan, bahwa ia tidak akan mengambil seorang Kanaan sebagai isteri Ishak, melainkan memilih seorang anak perempuan dari keluarga Nahor di Mesopotamia. Ia memerintahkannya agar jangan membawa Ishak ke sana. Apabila tiada didapati seorang anak perempuan yang mau meninggalkan kaum keluarganya, maka utusan itu bebas dari tuntutan sumpahnya. Ibrahim memberikan dorongan kepadanya di dalam usahanya yang sukar dan pelik itu, dengan satu jaminan bahwa Allah akan memahkotai tugasnya itu dengan sukses. “Tuhan Allah langit ini, katanya, “yang membawa aku keluar dari rumah bapaku dan dari tanah kaum keluargaku, ... Ia akan mengirimkan malaikatnya di hadapanmu.” PB1 172.1
Utusan itu pergi tanpa berlambatan. Dengan membawa sepuluh ekor unta untuk digunakan oleh pengikut-pengikutnya dan rombongan pengantin yang akan kembali bersama-sama dengan dia, dan dengan dilengkapi dengan pemberian-pemberian bagi calon isteri dan sahabat-sahabatnya, ia telah menempuh satu perjalanan yang jauh melewati Damsyik, dan terus ke padang-padang yang subur yang berbatasan dengan sungai besar di Timur. Setibanya di Haran, “kota daripada Nahor,” ia berhenti di dekat tembok, dekat sumur di mana wanita-wanita di tempat itu biasa mengambil air pada waktu sore hari. Itu merupakan satu waktu yang dipenuhi oleh rasa cemas baginya. Hasil-hasil yang penting, bukan hanya kepada keluarga majikannya saja tetapi juga kepada generasi-generasi mendatang, akan timbul sebagai hasil pilihan yang akan diadakannya; dan bagaimanakah ia harus mengadakan pilihannya dengan bijaksana di antara orang-orang yang semuanya asing kepadanya? Dengan mengingat kata-kata Ibrahim, bahwa Allah akan mengirimkan malaikatNya bersama dengan dia, ia berdoa dengan sungguh-sungguh meminta pimpinan yang pasti. Di dalam keluarga majikannya ia telah terbiasa dengan berlaku manis budi serta ramah, dan sekarang ia meminta agar satu perbuatan yang sopan santun dapat menjadi tanda daripada anak gadis yang telah dipilih Allah. PB1 172.2
Sebelum doa itu selesai diucapkan jawaban telah diberikan. Di antara wanita-wanita yang berkumpul di sumur itu, pembawaan yang sopan dari seseorang telah menarik perhatiannya. Apabila wanita itu kembali dari sumur, orang asing itu pergi menemui dia, sambil meminta air yang di dalam buyung yang ada di atas bahunya. Permintaan itu dijawab dengan ramah sekali, dengan satu tawaran untuk memberi minum onta-ontanya pula, satu pelayanan yang sudah menjadi adat bagi anak-anak perempuan raja-raja yang biasa dilakukannya bagi kawanan kambing domba bapanya. Dengan demikian tanda yang dikehendaki itu telah diberikan. Anak perempuan itu “elok parasnya kepada pemandangan mata” dan kesopansantunannya memberikan bukti akan satu hati yang baik, rajin, dan bersemangat. Sebegitu jauh tangan ilahi telah menyertai dia. Setelah membalas budi baiknya dengan memberikan pemberian-pemberian yang banyak, pesuruh itu menanyakan tentang orang tuanya, dan setelah mengetahui bahwa dia adalah anak perempuan Betuil, keponakan Ibrahim, ia “bersujud dan menyembah Tuhan.” PB1 174.1
Orang itu telah meminta agar ia dijamu di rumah bapa anak perempuan itu, dan di dalam terima kasihnya telah dinyatakan bukti bahwa ia mempunyai hubungan dengan Ibrahim. Setibanya di rumah, anak perempuan itu telah menceritakan apa yang telah terjadi, dan Laban, saudaranya, pada saat itu juga bergegas-gegas untuk membawa orang asing serta sahabat-sahabatnya itu untuk menikmati keramah-tamahan mereka. PB1 174.2
Eliezer tidak mau menyantap hidangan itu sebelum ia menceritakan tentang maksud kedatangannya itu, tentang doanya di sumur itu, dengan segala kejadian-kejadian yang menyertainya. Kemudian ia berkata, “Maka sekarangpun jikalau tuan-tuan hendak berbuat kebajikan dan setia akan tuan hamba, katakanlah kepada hamba, dan jikalau kiranya tidak, maka katakanlah kepada hamba juga, supaya hamba balik ke sebelah kanan atau ke sebelah kiri.” Jawabnya adalah, “Adapun perkara ini terbitnya daripada Allah juga, maka tiada boleh kami mengatakan kepadamu baik atau jahat. Tengoklah, adalah Ribkah itu di hadapanmu, ambillah olehmu akan dia dan biarlah ia menjadi isteri anak tuanmu setuju dengan firman Tuhan itu.” PB1 174.3
Setelah persetujuan keluarga itu diperoleh, Ribkah sendiri dimintai pendapatnya apakah ia mau pergi ke satu tempat yang amat jauh dari rumah bapanya, untuk menikah dengan anak Ibrahim. Ia percaya, dengan melihat apa yang telah terjadi, bahwa Allah telah memilih dia untuk menjadi isteri Ishak dan iapun berkata, “Saya mau pergi.” PB1 174.4
Hamba itu, yang mengharapkan bahwa majikannya akan bersuka-suka atas keberhasilan tugasnya, merasa tidak sabar lagi untuk pergi; dan keesokan harinya merekapun memulai perjalanan pulang ke rumah. Ibrahim tinggal di Birsyeba, dan Ishak, yang tengah menggembalakan dombanya, di satu negeri yang berdekatan dengan tempat itu, telah pulang ke tenda bapanya untuk menyambut kedatangan utusan dari Haran. “Maka Ishakpun telah keluar ke padang hendak berjalan-jalan pada ketika petang hari, maka diangkatnya matanya tiba-tiba dilihatnya bahwasanya ada beberapa unta datang. Maka Ribkahpun mengangkat matanya, serta terlihatlah ia akan Ishak, maka turunlah ia dari atas unta. Lalu katanya kepada hamba itu: Siapakah orang laki-laki yang berjalan di padang ini datang mendapatkan kita? Maka sahut hamba itu: Ia itulah tuan hamba. Sebab itu diambillah oleh Ribkah akan tudung mukanya lalu ditudunginya akan dirinya. Maka oleh hamba itu diceritakanlah kepada Ishak segala perkara yang telah diperbuatnya itu. Maka dibawalah oleh Ishak akan Ribkah itu ke dalam kemah Sarah bundanya, lalu diambilnya Ribkah akan jadi isterinya, dan dikasihinya akan dia. Maka demikianlah Ishakpun terhibur dari kematian bundanya.” PB1 175.1
Ibrahim telah mengamat-amati akibat daripada kawin campur antara mereka yang takut akan Tuhan dengan mereka yang tidak takut akan Dia semenjak zaman Kain sampai kepada zamannya. Akibat daripada perkawinannya dengan Hagar, dan perkawinan Ismail, dan juga Lut ada di hadapan matanya. Kurangnya iman di pihak Ibrahim dan Sarah, telah mengakibatkan lahirnya Ismail, perpaduan antara benih yang benar dengan yang tidak beribadat. Pengaruh bapa terhadap anaknya dihapuskan oleh pengaruh kaum keluarga ibunya yang menyembah berhala dan oleh hubungan Ismail dengan isteri-isterinya yang kapir. Rasa cemburu Hagar, dan isteriisteri yang telah dipilihnya bagi Ismail, telah mengelilingi keluarganya dengan satu pagar yang tidak dapat ditembus oleh Ibrahim. PB1 175.2
Pengajaran Ibrahim yang mula-mula bukanlah tanpa pengaruh terhadap Ismail; tetapi pengaruh daripada isterinya telah mengakibatkan berkembangnya penyembahan berhala di dalam keluarganya. Terpisah dari bapanya, tertekan oleh persengketaan dalam rumah tangga yang tidak mempunyai kasih dan takut akan Allah, Ismail terpaksa memilih satu kehidupan sebagai seorang pemimpin pengembara yang buas di padang belantara, “tangannya” “akan melawan segala orang dan tangan segala orang akan melawan dia,” Kejadian 16:12. Di hari tuanya ia bertobat daripada jalannya yang jahat, dan kembali kepada Allah bapanya, tetapi cap daripada tabiatnya tetap meninggalkan bekas pada keturunannya. Bangsa yang kuat yang turun daripadanya adalah satu bangsa kapir yang tidak terkendalikan yang selalu mengganggu dan menganiaya keturunan Ishak. PB1 175.3
Isteri Lut adalah seorang perempuan yang serakah dan tidak beragama, dan pengaruhnya digunakan untuk memisahkan suaminya dari Ibrahim. Kecuali untuk isterinya itu, sebenarnya Lut tidak mau tetap tinggal di Sodom tanpa memiliki nasihat-nasihat dari Ibrahim yang bijaksana serta takut akan Tuhan itu. Pengaruh daripada isterinya, dan pergaulan dalam kota yang jahat itu akan dapat membawa dia kepada kemurtadan dari Allah kalau saja bukan karena petunjuk-petunjuk yang telah diterimanya dari Ibrahim pada masa mudanya. Perkawinan Lut dan pilihannya akan Sodom sebagai rumahnya adalah merupakan mata rantai yang pertama dalam rangkaian peristiwa-peristiwa yang mendatangkan kejahatan kepada dunia untuk generasi-generasi berikutnya. Tidak seorangpun yang takut akan Allah dapat menggabungkan dirinya dengan seorang yang tidak takut kepadaNya tanpa menghadapi bahaya. “Bolehkah dua orang berjalan bersama-sama jikalau tiada seorang bersetuju dengan seorang.” Kebahagiaan serta kemakmuran daripada ikatan pernikahan bergantung atas persatuan kedua belah pihak; tetapi di antara orang yang percaya dan orang yang tidak percaya ada satu perbedaan yang besar dalam selera, kecenderungan serta maksud-maksud. Mereka sedang melayani dua majikan yang tidak pernah bersepakat. Bagaimanapun murni dan benarnya prinsip seseorang, pengaruh dari teman hidup yang tidak percaya itu mempunyai satu kecenderungan untuk memimpinnya menyeleweng dari Allah. PB1 176.1
Orang yang telah memasuki pernikahan sebelum masa pertobatannya, oleh pertobatannya itu ia berada di bawah satu tanggung jawab yang lebih besar untuk tetap setia kepada teman hidupnya, bagaimanapun besarnya perbedaan agama mereka; tetapi tuntutan Allah harus diutamakan lebih daripada segala perhubungan duniawi, sekalipun akan berakibat ujian dan penganiayaan. Dengan roh kasih dan kelemah lembutan, kesetiaannya itu dapat memberikan satu pengaruh untuk memenangkan teman hidupnya yang tidak percaya. Tetapi pernikahan antara orang Kristen dengan orang yang tidak beribadat dilarang dalam Alkitab. Petunjuk Tuhan berbunyi, “Janganlah engkau terkena kuk bersama-sama dengan orang yang tidak seiman.” 2 Korinti 6:14, 17, 18. PB1 176.2
Ishak sangat dihormati oleh Allah, dengan dijadikannya sebagai pewaris daripada janji-janji melalui mana dunia ini akan diberkati; namun demikian pada waktu ia berusia empat puluh tahun ia menyerah kepada pertimbangan bapanya dalam menugaskan hambanya yang berpengalaman dan takut akan Allah untuk memilih seorang isteri baginya. Dan sekarang sebagai akibat daripada pernikahan itu, sebagaimana yang dikemukakan dalam Alkitab, adalah satu gambaran yang indah daripada kebahagiaan rumah tangga: “dibawalah oleh Ishak akan Ribkah ke dalam kemah ibunya Sarah, lalu diambilnya Ribkah akan isterinya dan dikasihinyalah akan dia. Maka dengan demikian Ishakpun terhibur kemudian daripada kematian bundanya.” PB1 176.3
Betapa berbeda jalan yang ditempuh oleh Ishak dengan yang biasa diikuti oleh orang-orang muda pada zaman kita, sekalipun di kalangan orang yang mengaku Kristen! Orang-orang muda sering merasa bahwa soal menyatakan cinta adalah satu persoalan di mana diri sendiri adalah satu-satunya yang harus dimintai pendapat—satu soal yang, baik Allah ataupun orang tua, tidak perlu ikut campur. Lama sebelum menginjak masa dewasa, mereka merasa diri sanggup untuk mengadakan pilihan mereka sendiri tanpa bantuan orang tua. Beberapa tahun dari kehidupan berumah tangga biasanya cukup untuk menunjukkan kepada mereka akan kesalahan mereka, tetapi sering sudah terlambat untuk mencegah akibat-akibatnya yang mengerikan. Olehkarena sikap yang kurang bijaksana serta kurang pengendalian diri yang sama yang telah mengadakan pilihan dengan tergesagesa itu dibiarkan untuk memperbesar kejahatan, sehingga hubungan pernikahan itu menjadi satu kuk yang menindih. Dengan demikian banyak orang yang telah merusakkan kebahagiaan mereka di dalam hidup yang sekarang ini dan pengharapan mereka akan hidup yang akan datang. PB1 177.1
Jikalau ada satu soal yang harus dipertimbangkan masak-masak, di mana nasihat dari orang yang lebih tua dan lebih berpengalaman harus dicari, yakni adalah soal perkawinan; jikalau pernah Alkitab diperlukan sebagai satu penasihat, jikalau pernah pimpinan ilahi harus dicari dalam doa, itu adalah sebelum mengambil satu langkah yang mengikat mereka bersama-sama untuk seumur hidup. Para orang tua janganlah sekali-kali kehilangan pandangan akan tanggung jawab mereka sendiri bagi kebahagiaan masa depan dari anak-anak mereka. Penyerahan Ishak kepada pertimbangan bapanya adalah hasil daripada latihan yang telah mengajar dia untuk menyukai satu kehidupan yang penuh dengan penurutan. Sementara Ibrahim menuntut anak-anaknya untuk menghormati wewenang orang tua, kehidupannya sehari-hari menyaksikan bahwa wewenang tersebut bukanlah satu cara pengendalian yang bersifat mementingkan diri atau sewenang-wenang, melainkan dialaskan atas kasih dan bertujuan untuk kebahagiaan serta kesejahteraan mereka. PB1 177.2
Ibu-ibu dan bapa-bapa harus merasa bahwa ada satu tanggung jawab di atas bahu mereka untuk menuntun cinta kasih daripada orang-orang muda, agar cinta itu dinyatakan kepada mereka yang akan menjadi teman hidupnya yang pantas. Mereka harus merasa adanya satu tanggung jawab, oleh pengajaran serta teladan hidup mereka, dengan pertolongan anugerah Allah, untuk membentuk tabiat anak-anak mereka demikian rupa dari tahun-tahun permulaan hidup mereka sehingga mereka akan menjadi suci, agung dan akan tertarik kepada perkara-perkara yang baik dan benar. Orang yang bersifat sama akan saling menarik dan menghargai satu sama lain. Biarlah kasih akan kebenaran, kesucian dan kebajikan ditanamkan di dalam jiwanya semenjak kecilnya, dan orang-orang muda itu akan mencari satu masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang memiliki sifat-sifat ini. PB1 177.3
Biarlah para orang tua berusaha, di dalam tabiat mereka dan di dalam hidup rumah tangga mereka, untuk menyatakan kasih serta kebaikan daripada Bapa yang di sorga. Biarlah rumah tangga itu dipenuhi oleh sinar matahari. Ini akan jauh lebih berharga kepada anak-anak daripada tanah atau uang. Biarlah kasih rumah tangga dibiarkan hidup di dalam hati mereka, agar mereka dapat menoleh kembali kepada rumah tangga mereka semasa kanak-kanak sebagai tempat yang damai dan penuh dengan kebahagiaan yang setingkat lebih rendah daripada sorga. Anggota-anggota keluarga tidaklah semuanya mempunyai cap tabiat yang sama, dan sering akan datang peristiwa-peristiwa yang membutuhkan kesabaran; tetapi melalui kasih dan disiplin diri sendiri semua dapat diikat bersama-sama dalam satu persatuan yang paling erat. PB1 178.1
Kasih yang sejati adalah satu prinsip yang luhur dan suci, sama sekali berbeda dalam sifatnya daripada kasih yang dibangkitkan oleh rangsangan, dan yang lenyap dengan mendadak bilamana menghadapi ujian yang berat. Adalah oleh kesetiaan kepada tugas dalam rumah tangga orang tua di mana anak-anak muda menyediakan diri untuk mendirikan rumah tangga mereka sendiri. Biarlah mereka di sini mempraktekkan penyangkalan diri dan menyatakan sifat manis budi, sopan santun dan simpati orang Kristen. Dengan demikian kasih akan tetap hangat di dalam hati, dan ia yang keluar dari satu rumah tangga seperti itu untuk berdiri sebagai kepala rumah tangganya sendiri, akan mengetahui bagaimana caranya memupuk ke-bahagiaan dia yang telah dipilihnya sebagai teman hidupnya. Pernikahan, gantinya sebagai akhir daripada kasih, akan menjadi sebagai permulaannya. PB1 178.2